OUTLINE USULAN PENELITIAN
HUBUNGAN ANTARA KOMPETENSI PEDAGOGIK
DENGAN KINERJA GURU PADA SISWA SD NEGERI DI
JAKARTA
ABSTRAK
LEMBAR PENGESAHAN
PERNYATAAN ORISINALITAS
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
B. Identifikasi
Masalah
C. Pembatasan
Masalah
D. Perumusan
Masalah
E. Kegunaan
Penelitian
BAB II. KAJIAN TEORETIK
A. Deskripsi
Konseptual
1. Kinerja
Guru
2. Kompetensi
Pedagogik Guru
B. Hasil
Penelitian yang Relevan
C. Kerangka
Teoretik
D. Perumusan
Hipotesis
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Tujuan
Penelitian
B. Tempat
dan Waktu Penelitian
C. Metode
Penelitian
D. Populasi
dan Teknik Sampling
E. Teknik
Pengumpulan Data
a. Kinerja
Guru
1. Definisi
Konseptual
2. Definisi
Operasional
b. Kompetensi
Pedagogik Guru
1. Definisi
Konseptual
2. Definisi
Operasional
3. Kisi-Kisi
Instrumen Kompetensi Pedagogik Guru
4. Validasi
Instrumen Kompetensi Pedagogik Guru
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pendidikan Nasional bertujuan untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia yang seutuhnya yaitu manusia beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, memiliki pengetahuan
dan keterampilan, memiliki kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang
mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Sistem Pendidikan Nasional merupakan reformasi bangsa dalam bidang pendidikan
sebagai respon terhadap berbagai tuntutan dan tantangan yang berkembang baik
global, nasional, maupun lokal.
Namun, saat ini dunia pendidikan nasional Indonesia
berada dalam situasi “kritis” baik dilihat dari sudut internal kepentingan
pembangunan bangsa, maupun secara eksternal dalam kaitan dengan kompetisi antar
bangsa. Pendidikan Indonesia sampai saat ini belum
mampu secara optimal membentuk masyarakat
Indonesia yang berkualitas dan memiliki daya saing
dengan masyarakat global. Hal ini tampak bahwa kualitas SDM Indonesia masih tergolong rendah sebagai salah satu akibat dari
rendahnya mutu pendidikan.
Fakta menunjukkan bahwa kinerja guru di Indonesia
rata-rata masih rendah dan jauh ketinggalan dibandingkan negara-negara lain.
Berbagai kritikan tajam yang berasal dari berbagai sudut pandang terus
ditujukan kepada dunia pendidikan nasional dengan berbagai alasan dan
kepentingan.
Masih ada beberapa pihak yang menuding bahwa krisis
nasional sekarang ini bersumber dari pendidikan dan lebih jauh ditudingkan
sebagai kinerja guru. Benarkah ada unsur “salah” pada guru? Mungkin “ya” dan
mungkin “tidak” tergantung dari sudut mana memandang dan menilainya. Namun yang
pasti ialah bahwa kondisi guru saat ini bersumber dari pola-pola bangsa ini
memperlakukan guru.
Meskipun diakui guru sebagai unsur penting dalam
pembangunan bangsa, namun secara ironi guru belum memperoleh penghargaan yang
wajar sesuai dengan martabat serta hak azazinya. Hal itu tercermin dari belum
adanya jaminan kepastian dan perlindungan bagi para guru dalam pelaksanaan
tugas dan perolehan hak-haknya sebagai pribadi, tenaga kependidikan, dan warga
negara.
Kinerja peran guru dalam kaitan dengan mutu
pendidikan harus dimulai dengan dirinya sendiri. Sebagai pribadi, guru
merupakan perwujudan diri dengan seluruh keunikan karakteristik yang sesuai
dengan posisinya sebagai pemangku profesi keguruan.
Dari sudut pandang manajemen sumber daya manusia,
guru masih berada dalam pengelolaan yang lebih bersifat
birokratis-administratif yang kurang berlandaskan paradigma pendidikan. Dari
aspek unsur dan prosesnya, masih dirasakan terdapat kekurang-terpaduan antara
sistem pendidikan, rekrutmen, pengangkatan, penempatan, supervisi, dan
pembinaan guru. Masih dirasakan belum terdapat keseimbangan dan kesinambungan
antara kebutuhan dan pengadaan guru.
Pembinaan dan supervisi dalam jabatan guru belum
mendukung terwujudnya pengembangan pribadi dan profesi guru secara
proporsional. Semua pembaruan pendidikan yang menyangkut proses belajar
mengajar harus mempertimbangkan kepala sekolah dan guru dalam arti keikutsertaannya.
Pembaruan yang hanya dirumuskan di atas kertas tidak akan menuai hasil
maksimal.
Sebagai supervisor, kepala sekolah diharapkan mampu
bertindak sebagai konsultan, sebagai fasilitator yang memahami kebutuhan dari
guru dan juga mampu memberi alternatif pemecahannya. Disamping itu, kepala
sekolah juga diharap dapat memotivasi guru-guru agar lebih kreatif dan
inovatif. Dalam kerangka pembinaan kompetensi guru melalui supervisi perlu
dicermati bahwa kegiatan tersebut bukan hanya memfokuskan pada peningkatan
pengetahuan dan ketrampilan mengelola pembelajaran, tetapi juga mendorong
pengembangan motivasi untuk melakukan peningkatan kualitas kinerjanya.
Pandangan yang lebih operasional, menyatakan bahwa
supervisi ditingkat sekolah hendaknya mengacu kepada prinsip-prinsip berikut:
(1) mengarah kepada upaya peningkatan kinerja guru; (2) merupakan fungsi dari
karakteristik individual guru; (3) meliputi aspek sikap, keinginan, kemampuan,
motivasi, dan; (4) mendayagunakan kekuatan lingkungan.[1]
Dalam paparan naratifnya tersebut menyatakan bahwa supervisi adalah upaya
membantu dan melayani guru melalui penciptaan lingkungan yang kondusif bagi
peningkatan kualitas pengetahuan, ketrampilan, sikap, kedisiplinan, serta
pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan guru agar mempunyai kemauan dan kemampuan
berkreasi dan berusaha untuk meningkatkan diri dalam rangka meningkatkan
kualitas proses belajar mengajar untuk mencapai keberhasilan pendidikan.
Pemikiran tersebut menunjukkan bahwa kegiatan
supervisi pendidikan merupakan salah satu cara pembinaan guru, memiliki posisi
yang strategis bagi upaya peningkatan kinerja guru. Karena itu berbagai upaya
peningkatan dan penyempurnaan kurikulum yang berkaitan dengan supervisi
dilakukan oleh pemerintah. Upaya-upaya itu antara lain: (1) penyempurnaan dan
perbaikan kurikulum dengan perangkat panduan supervisinya, (2) penataran dan
pelatihan supervisi bagi kepala sekolah dan pengawas, serta (3) penambahan
sarana dan sistem supervisi.[2]
Melalui berbagai upaya ini diharapkan supervisi di sekolah terutama sekolah
dasar dapat dilaksanakan secara profesional dan mengarah kepada sasaran yang
tepat yaitu membina kinerja, kepribadian, aspek kepribadian, lingkungan kerja,
serta rasa tanggungjawab guru.
Dengan kata lain, kegiatan supervisi mampu mewujudkan
fungsinya sebagai proses peningkatan kualitas guru melalui kegiatan yang
menekankan kepada realisasi diri, pertumbuhan diri, dan pengembangan diri.
Pengembangan mencakup aktivitas membantu peningkatan dan pertumbuhan kemampuan,
sikap, ketrampilan dan pengetahuan anggota. Dalam kondisi pembinaan yang
demikian diharapkan para guru memiliki kompetensi yang mengarah kepada
peningkatan kinerja.
Kedudukan kepala sekolah sebagai administrator,
manajer, dan supervisor di sekolah mempunyai peranan untuk mengatur,
mengorganisasi, serta mendayagunakan segala sumberdaya yang dimiliki oleh
sekolah guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Karena itu untuk
mendapatkan kepala sekolah yang berkualitas dapat diambil dari guru yang
bermutu, yaitu yang mempunyai kompetensi dan berpengalaman sebagai guru (direct
experimental learning).
Selain itu, pemerintah telah
mengupayakan untuk berusaha meningkatkan kualitas kinerja guru. Upaya-upaya
pemerintah dalam meningkatkan kualitas kinerja guru yaitu dengan
adanya UU No.14 tahun2005 tentang Guru dan Dosen yang
menyebutkan guru dipersyaratkan memiliki
kualifikasi akademik Pendidikan Tinggi Program Sarjana atau Diploma Empat. Selain itu dengan adanya UU No.22 tahun
1999 tentang Pemerintah Daerah menyebutkan
adanya otonomi pendidikan ke sekolah.
Kemandirian sekolah ini dapat
menumbuhkembangkan potensi yang dimiliki guru. Untuk mewujudkan hal tersebut
salah satu upaya peningkatan kualitas kinerja guru yaitu melalui pelatihan bagi
guru-guru di sekolah. Selain tingkat pendidikan dan pelatihan, pengalaman
mengajar yang cukup juga mempengaruhi peningkatan kualitas kinerja guru.
Pengalaman mengajar di sekolah saja tidaklah cukup
untuk dapat menjadi seorang guru yang berkualitas, melainkan perlu adanya faktor
pendukung lain, yaitu kompetensi guru.
Secara khusus, keberhasilan sekolah
banyak ditentukan oleh guru-guru dan kepala sekolah. Kinerja guru sangat
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Di satu pihak, ada kemungkinan kinerja
guru-guru berhasil dalam pekerjaannya karena ia memiliki kemampuan dan
ketrampilan untuk itu.
Banyak pihak menuduh bahwa rendahnya kualitas
pendidikan nasional ini tidak terlepas dari minimnya kompetensi yang dimiliki
oleh pendidik atau guru. Guru dalam kontek pendidikan mempunyai peranan yang
besar dan strategis. Hal ini disebabkan guru menjadi garda terdepan dalam
proses pelaksanaan pendidikan sehingga ada kesan, jika ingin memperbaiki
kualitas pendidikan maka perhatikanlah kesejahteraan dan kompetensi guru yang
mengajar.
Salah satu kompetensi yang harus dimiliki guru
adalah kompetensi pedagogik, kompetensi pedagogik sangat penting karena menjadi
penentu bagi keberhasilan proses belajar yang langsung menyentuh kemampuan
pembelajaran meliputi pengelolaan peserta didik, perencanaan, perencangan
pelaksanaan, evaluasi hasil belajar dan pengembangan peserta didik terhadap
potensi yang dimilikinya.
Laporan UNDP 2011 tentang peringkat Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) menunjukkan, Indonesia mengalami penurunan dari
peringkat ke-108 pada 2010 menjadi peringkat ke-124 pada 2011. Sementara
menurut laporan UNESCO 2011, Indeks Pembangunan Pendidikan (IPP) Indonesia pada
2008 sebesar 0,934. Nilai ini menempatkan Indonesia di peringkat ke- 69 dari
127 negara di dunia, sedangkan di tingkat Asia, Indonesia masih tertinggal dari
Brunei Darussalam (34) dan Malaysia (65).[3]
Hasil survey membuktikan, keberhasilan pembangunan
pendidikan di Indonesia masih rendah, yang menyebutkan bahwa, aspek kompetensi
guru yang masih sangat kurang dalam menjalankan tugasnya, mengakibatkan tujuan
pendidikan belum bisa tercapai. Sejauh ini upaya pembaharuan pendidikan di
Indonesia lebih bersifat pemenuhan akreditasi atau kepentingan manajemen
sekolah, dan kurang tertuju pada upaya pemberdayaan guru sebagai insan
pendidikan. Padahal, sesuai UU RI No. 20/2003 tentang Sisdiknas, guru memiliki
peran yang strategis dan mengemban tugas serta tanggungjawab yang utama dalam
proses pendidikan.
Banyak kontroversi antara kondisi ideal yang harus
dijalani oleh guru sesuai harapan undang-undang di atas dengan kenyataan yang
terjadi di lapangan. Kondisi guru yang tetap terabaikan dalam keberdayaannya
dan kurang mendapatkan kesempatan pengembangan diri, mengakibatkan rendahnya
kinerja guru, padahal pada prinsipnya setiap guru merupakan pribadi yang
berkembang serta memiliki potensi yang cukup tinggi untuk berkreasi guna
meningkatkan kinerjanya, namun potensi ini tidak selalu berkembang secara wajar
dan lancar akibat adanya pengaruh dari berbagai faktor, baik eksternal maupun
internal pribadi guru.
Keberadaan guru dalam melaksanakan tugas dan
kewajibannya tidak lepas dari pengaruh faktor eksternal maupun
internal tersebut, yang membawa dampak pada perubahan kinerja
guru. Faktor yang menjadi penyebab munculnya dilema kinerja guru antara lain
adalah budaya organisasi dan kepuasan kerja yang dilatarbelakangi oleh
faktor kerja dan kesempatan pengembangan diri. Seringkali terdapat
budaya sekolah yang tidak mendukung secara optimal upaya-upaya kreativitas
kerja guru guna peningkatan kreativitas belajar siswa.
Guru merupakan aset yang penting dan berharga bagi
sekolah karena apabila dikelola dengan baik maka kinerja guru akan baik. Budaya
organisasi dan kepuasan kerja adalah salah satu faktor yang memepengaruhi kinerja. Kinerja tersebut adalah yang ingin
dituju dan nantinya akan mempengaruhi image dari sebuah organisasi pendidikan
itu sendiri. Sekolah juga harus memperhatikan berbagai tujuan individu-individu
yang ada dalam sekolah. Keselarasan tujuan antara sekolah dan guru akan
memberikan keuntungan bagi keduanya.
Setiap
organisasi atau institusi mempunyai sistem yang memadukan berbagai fungsi
potensial segenap sumber daya baik personal maupun material melalui kegiatan pengarahan,
pengendalian dan pengolahan yang tepat. Sumber daya terpenting suatu organisasi
adalah manusia, yaitu orang-oarang yang memberikan tenaga, bakat, kreatifitas
dan usaha mereka pada organisasi. Umumnya diakui bahwa keberhasilan dari setiap
usaha manusia berkaitan erat dengan kualitas personil.
Kinerja
guru dalam tugas dewasa ini menjadi isu yang sering dibicarakan oleh berbagai
kalangan pendidikan. Karena tenaga guru adalah salah satu tenaga kependidikan
yang mempunyai peran sebagai faktor penentu keberhasilan tujuan organisasi,
selain tenaga kependidikan lainnya, karena guru yang langsung bersinggungan
dengan peserta didik, untuk memberikan bimbingan yang muaranya akan
menghasilkan tamatan yang diinginkan.
Untuk
itu kinerja guru harus selalu ditingkatkan. Upaya-upaya untuk meningkatkan
kinerja itu biasanya dilakukan dengan cara memperhatikan kepuasan kerja.
Kinerja
guru merupakan hasil yang dicapai oleh guru dalam melaksanakan tugas-tugas yang
dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan
serta penggunaan waktu. Kinerja guru akan baik jika guru telah melaksanankan
unsur-unsur yang terdiri atas kesetiaan dan komitmen yang tinggi pada tugas
mengajar, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran, kedisiplinan dalam mengajar
dan tugas lainnya, kreatifitas dalam pelaksanaan pengajaran, kerjasama dengan
semua warga disekolah, kepemimpinan yang menjadi panutan siswa, serta tanggung
jawab terhadap tugasnya.
Menyadari
pentingnya kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya maka berbagai usaha telah
dilakukan untuk meningkatkan kinerja tersebut. Kinerja yang baik tidak lahir
begitu saja, tetapi banyak faktor yang mempengruhinya salah satunya adalah
kepuasan kerja dari seorang guru. Kepuasan kerja merupakan suasana batin yang
menyenangkan dalam melaksanakan pekerjaan. Apabila pekerjaan
dilaksanakan dengan perasaan senang dan gembira maka akan mencapai hasil yang
baik, yang pada akhirnya pelaksanaan tugas dapat berjalan sebagaimana yang
diharapakan.
Kepuasan kerja merupakan cerminan sikap dan perasaan
seorang guru terhadap pekerjaannya dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah.
Sikap dan perilakau guru yang puas dengan pekerjaannya ditandai dengan adanya
rasa bangga dengan pekerjaannya, menyenangi pekerjaan, bergairah dengan
pekerjaan, melaksanakan pekerjaan denga penuh tanggung jawab. Dengan adanya
sikap dan perilaku di atas berarti seorang guru telah menunjukkan rasa puas
terhadap pekerjaannya. Hal ini sangat penting mengingat kepuasan kerja sangat
berpengaruh terhadapa kinerjanya pada tugas yang dilakukannya.
Pada kenyataannya pendidikan bukanlah merupakan
suatu upaya yang sederhana, melainkan melalui suatu kegiatan yang dinamis dan
penuh tantangan. Pendidikan akan selalu berubah seiring dengan perubahan jaman,
setiap saat pendidikan selalu menjadi fokus perhatian dan bahkan tidak jarang
menjadi sasaran ketidakpuasan karena pendidikan menyangkut kepentingan semua
orang, bukan hanya menyangkut investasi dan kondisi kehidupan saat ini. Itulah
sebabnya pendidikan senantiasa memerlukan upaya perbaikan dan peningkatan
sejalan dengan semakin tingginya kebutuhan dan tuntutan kehidupan masyarakat.
Selain faktor-faktor di atas, situasi atau iklim
(suasana kerja) yang berkembang di sekolah, juga dapat berpengaruh terhadap
kinerja guru dan kualitas pendidikan di sekolah. Kenyataan secara umum di lapangan
menunjukkan bahwa dalam melaksanakan tugasnya guru-guru cenderung monoton,
dalam arti kata guru tersebut melaksanakan tugasnya sebagai guru, baik sebagai
tenaga pengajar, pendidik dan sebagai tenaga administrasi asal melepaskan
tanggung jawabnya saja sebagai seorang guru. Guru kurang tertantang untuk
berkreatifitas bagi sekolahnya, minimnya fasilitas seharusnya meningkatkan kreatifitas
guru dalam melaksankan pekerjaannya, seperti menciptakan media dan alat peraga
sederhana untuk pembelajaran dan lainnya.
Rendahnya
kinerja guru dalam melaksanakan tugas berdampak terhadap pembelajaran dan
pelaksanaan tugas lainnya di sekolah. Dalam arti kata guru melaksanakan
pembelajaran terpaku dengan kondisi-kondisi yang ada di sekolah memanfaatkan
fasilitas yang tersedia apa adanya dan tidak memiliki target dan sasaran yang
harus dicapai dengan maksimal. Untuk itu kinerja guru dalam melaksanakan tugas
sudah saatnya diperbaiki untuk mengatasi berbagai masalah pendidikan di sekolah
tersebut.
Seperti yang kita ketahui, bahwa di Indonesia sering
terjadi pergantian kurikulum 1975, kurikulum 1984, kurikulum 1994, kurikulum
2004, kurikulum 2006, dan sekarang yang terakhir adalah kurikulum 2013.
Perubahan kurikulum tersebut dilakukan sebagai salah satu upaya perbaikan
kualitas pendidikan Indonesia yang terus mengikuti kebutuhan dan perkembagan
dunia pendidikan.
Salah satu tugas dan tangggung jawab
sekolah, adalah melaksanakan pendidikan dan pengajaran sesuai dengan kurikulum
yang berlaku. Pada saat ini kurikulum yang digunakan adalah kurikulum 2013, dan
di dalam meningkatkan kinerja guru peranan kebijakan kurikulum sangat
berpengaruh. Selain itu pula penguasaan guru terhadap tata aturan dari
pelaksaan kurikulum pun akan sangat berpengaruh terhadap kinerja seorang guru,
sehingga diharapkan kurikulum dapat dilaksanakan secara maksimal.
Untuk menunjang hal tersebut, perlu
adanya kebijakan yang baik untuk mengatur pelaksanaan kurikulum di sekolah.
Kebijakan terseut diharapkan memudahkan pihak sekolah termasuk guru-guru untuk
menerapakan kurikulum yang berlaku sesuai dengan sistem dan prosedur yang di
tetapkan oleh kurikulum. Sehingga pada akhirnya apa yang menjadi tujuan dari
kurikulum dapat tercapai.
Kunci utama keberhasilan pendidikan salah satunya
terletak pada kualitas guru. Mengingat peran guru yang besar dalam proses
pendidikan, maka kinerja guru dituntut untuk maksimal. Kinerja guru atau
prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam
melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas
kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu. Kinerja guru akan baik jika
guru mampu merancang pembelajaran, memahami teori dan mengevaluasi hasil
belajar siswa.
Berbicara
masalah kinerja, sampai saat ini kinerja guru diukur melalui uji kompetensi
terutama bagi guru yang telah memenuhi persyaratan dan memperoleh kesempatan
untuk mengikuti sertifikasi guru. Sesuai dengan Peraturan Menteri No 18 tahun
2007 tentang sertifikasi guru dalam jabatan memandang perlu untuk memberikan
sertifikat bagi guru melalui uji kompetensi guna meningkatkan kinerja mereka.
Begitu pula dengan Guru Sekolah Dasar sebagai tenaga pendidik juga harus
menjadi guru profesional. Guru Sekolah Dasar Negeri di Jakarta sebagai tenaga
pendidik juga mempunyai hak, kewajiban dan kesempatan yang sama dengan guru
lainnya untuk menjadi guru profesional dan berhak memperoleh sertifikat
pendidikan melalui uji kompetensi sehingga dapat meningkatkat kinerjanya.
Salah satu uji kompetensi yang dilakukan adalah
mengukur kompetensi pedagogik guru, walaupun dalam kenyataannya kinerja guru
lulus sertifikasi diasumsikan dinilai banyak kalangan masih rendah karena
minimnya pemahaman guru terhadap teori belajar dan rancangan pembelajaran,
serta minimnya dalam memanfaatkan tekhnologi pembelajaran merupakan indikator
rendahnya kinerja guru. Dengan
banyaknya Guru Sekolah Dasar Negeri di Jakarta yang dinyatakan lulus uji
kompetensi diantaranya kompetensi pedagogik, semestinya diiringi dengan
peningkatan kinerjanya dalam melaksanakan proses pembelajaran.
Seorang guru dalam hal ini adalah guru sekolah dasar,
setidaknya harus memiliki empat standar kompetensi yakni kompetensi pedagogik,
kompetensi professional, kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial (pasal
10). Keempat kompetensi tersebut kemudian dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah
No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Sebagaimana yang
tertuang dalam pasal 28 dan penjelasannya, Kompetensi pedagogik adalah
kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap
peserta didik, perancangan dan pelaksanakan pembelajaran, evaluasi hasil
belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktulisasikan berbagai
potensi yang dimilikinya. Kompetensi pedagogik sangat penting karena menjadi
penentu bagi keberhasilan proses belajar yang langsung menyentuh kemampuan
pembelajaran tersebut.
Proses pembelajaran akan benar-benar menyenangkan
jika guru mampu mengemasnya dengan teknologi pembelajaran. Teknologi memiliki
peranan penting dalam menentukan kualitas kehidupan umat manusia mempengaruhi
segala aspek kehidupan sekaligus memengaruhi kualitas budaya dari suatu bangsa.
Guru di abad ini berhadapan dengan kenyataan, bahwa para siswa yang hadir
disekolah telah memiliki kekayaan informasi yang mereka peroleh diluar sekolah
seperti televisi dan internet.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran guru harus mampu
menciptakan kondisi sedemikian rupa agar berbagai potensi dan kemampuan peserta
didik yang beragam itu dapat dikembangkan secara optimal. Salah satu wahana
untuk mengembangkan kemampuan, potensi, minat dan bakat siswa melalui
kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler. Melalui kegiatan ekstra kurikuler minat,
bakat dan kemampuan siswa akan merasa dihargai dan memiliki peluang untuk
mengembangkan kemampuannya secara optimal tanpa dihambat oleh berbagai
kegiatan-kegiatan akademik pembelajaran semata.
Untuk mengetahui sejauh mana tujuan pembelajaran
telah tercapai maka seorang guru perlu melakukan penilaian atau evaluasi. Guru
harus bisa mengembangkan alat penilaian yang tepat untuk dapat mengukur
kemajuan belajar dan hasil belajar dan memanfaatkan hasil penilaian tersebut
untuk melakukan perbaikan proses atau dapat digunakan untuk meningkatkan hasil
pembelajaran.
Dengan terlaksananya fungsi-fungsi kompetensi
keprofesionalan seperti kompetensi pedagogik diharapkan menjadi representasi
dalam mengggambarkan kinerja guru yaitu pekerjaan seorang guru melampaui dari
apa yang diharapkan. Dengan demikian, peneliti bermaksud untuk meneliti
mengenai masalah kinerja guru.
[1] Da’i Wibowo, Pengaruh
Supervisi Kepala Sekolah dan Kompetensi Pedagogik Guru Terhadap Kinerja Guru SD
Negeri Kec. Kersana Kab. Brebes, Tesis (Semarang: Universitas Negeri Semarang,
2009), p. 6.
[2] Ibid., p. 7.
[3] Jumari, dkk., Pengaruh
Budaya Organisasi, Efikasi Diri dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Mengajar
Guru SMK Negeri Kecamatan Denpasar Selatan (e-Journal Program
Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha, Volume 4 Tahun 2013).
BAB
II
KAJIAN
TEORETIK
A.
Deskripsi Konseptual
1. Kinerja
Guru
Secara etimologis, istilah kinerja berasal dari
bahasa Inggris yakni Performance. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
kinerja berarti sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan atau kemampuan
kerja.[1]
Lembaga Administrsi Negara merumuskan kinerja merupakan terjemahan bebas dari
istilah performance yang artinya adalah prestasi kerja atau pelaksanaan
kerja atau pencapaian kerja atau hasil kerja.[2]
Kinerja individu terkait dengan tingkat keberhasñannya
dalam melaksanakan sesuatu pekerjaan sesuai dengan bidang tugasnya dalam rangka
mencapai tujuan organisasi. Kinerja adalah ukuran dari hasil yang dilakukan
dengan menggunakan yang disetujui bersama. Pencapaian kinerja yang baik atau
buruk.
Pencapaian kinerja yang baik atau buruk bukan hanya
dilihat dari hasil fisiknya saja, tetapi juga faktor non fisik seperti
kesetiaan, disiplin, hubungan kerja sama, inisiatif, kepemimpinan, dan hal-hal
khusus lain yang diperlukan yang berkaitan dengan tingkat pekerjaan yang
dilakukan. Sejalan dengan asumsi tersebut, Mittchell (1982) menyatakan bahwa
kinerja merujuk pada hasil perilaku. Lebih rinci lagi dinyatakan bahwa
perbedaan kinerja terjadi karena adanya perbedaan individu dalam sifat-sifat
kepribadian kemampuan, dan keterampilan.
Kesimpulan dari pendapat tersebut dalam implikasi
pengukuran kinerja didasarkan pada dua criteria, yaitu (1) menyelesaikan
pekerjaan atas dasar syarat-syarat tertentu yang sudah ditetapkan, dan (2)
mencapai sasaran tujuan pekerjaan dengan menunjukkan perilaku yang benar.
Pada
umumnya para ahli memberikan batasan mengenai kinerja disesuaikan dengan
pandangannya masing-masing. Bernandin dan Russel (Gomes 1997:135) memberikan batasan
bahwa, kinerja adalah sebagai catatan hasil kerja yang dihasilkan dari
fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan selama periode tertentu. Dengan kata lain kinerja sama dengan prestasi kerja,
dengan demikian kinerja guru adalah prestasi kerja yang dicapai oleh
seorang guru dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Dharma
menyatakan bahwa prestasi kerja adalah sesuatu yang dikerjakan atau produk jasa
yang dihasilkan oleh seseorang atau kelompok, bagaimana kualitas kerja,
ketelitian dan kerapian kerja, penugasan dan bidang kerja, penggunaan dan
pemeliharaan alat, inisiatip dan aktivitas, disiplin dan semangat kerja
(kejujuran, loyalitas, rasa kesatuan dan tanggung jawab) serta hubungan antar
pribadi.[3]
Jadi
dapat disimpulkan bahwa kinerja guru adalah prestasi yang dicapai sebagai hasil
kerja seorang guru dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang dibebankan
kepadanya sesuai kewenangan dan kemampuan yang dimiliki.
Pada sumber lain Mitchell dalam Yusrizal (2008: 1)
mengemukakan bahwa kinerja merupakan fungsi dari faktor kemampuan dan motivasi.
Ini artinya jika ada perubahan pada fungsi dari faktor itu maka secara langsung
akan mempengaruhi kinerja yang bersangkutan. Karena itu seorang guru yang sudah
memperoleh tunjangan profesi, seyogyanya kinerja guru tersebut meningkat.
Dari penjelasan tersebut dapat dirangkum bahwa
kinerja bukan sekedar kompetensi, melainkan kompetensi plus motivasi atau
komitmen untuk mengerjakan tugas dan berkembang, atau dengan kata lain, kinerja
adalah perwujudan kompetensi yang mencakup kemampuan, motivasi untuk
menyelesaikan tugas dan motivasi untuk berkembang serta memotivasi untuk
mengolah kondisi lingkungan.
Berdasarkan keterangan tentang pengertian kinerja
dari beberapa ahli diatas, satu interpretasi umum disini dapat dikemukakan,
yaitu bahwa untuk melihat kinerja seseorang atau suatu organisasi harus mengacu
pada aktivitas orang tersebut selama ia melaksanakan tugas pokok yang menjadi
tanggungjawabnya. Maksudnya adalah kinerja seseorang selalu dihubungkan dengan
tugas-tugas rutin yang dikerjakannya.
Dalam kaitannya dengan tugas guru yang kesehariannya
melaksanakan proses pembelajaran di sekolah, hasil yang dicapai secara optimal
dalam bentuk lancarnya proses belajar siswa, dan berujung pada tingginya
perolehan atau hasil belajar siswa, semuanya merupakan cerminan kinerja seorang
guru. Kinerja guru dalam melaksanakan tugas kesehariannya tercermin pada peran
dan fungsinya dalam proses pembelajran di kelas atau di luar kelas, yaitu
sebagai pendidik, pengajar, dan pelatih.
Dalam menjalankan peran dan fungsinya pada proses
pembelajaran di kelas, kinerja guru dapat terlihat pada kegiatannya
merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi proses pembelajaran yang
intensitasnya dilandasi oleh sikap moral dan profesional seorang guru.
Selanjutnya Byars &
Rue dalam Yusrizal (2008: 45) mengemukakan kinerja dapat dilihat dari hasil
pekerjaan seseorang yang meliputi nilai kualitas dan nilai kuantitas. Kualitas
hasil pekerjaan mengacu pada kepuasan sebagai perwujudan terpenuhinya harapan
orang lain terhadap pekerjaan yang telah diselesaikan. Berdasarkan pemaknaan
ini, kinerja yang dilihat berdasarkan kualitas hasil kerja, lebih lanjut dapat
pula diberi arti sebagai efektivitas atau ketepatan kerja, sedangkan kuantitas
hasil pekerjaan jelas tergambar pada volume atau kapasitas pekerjaan yang telah
diselesaikan. Dengan demikian, dalam konteks kuantitas pekerjaan, kinerja dapat
diinterpretasikan sebagai produktivitas kerja.
Kinerja
guru dapat dilihat dan diukur berdasarkan spesifikasi/kriteria kompetensi yang
harus dimiliki oleh setiap guru. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi
Akademik dan Kompetensi Guru. Dijelaskan bahwa Standar Kompetensi Guru
dikembangkan secara utuh dari 4 kompetensi utama. (1)Kompetensi Pedagogik
(2)Kompetensi Kepribadian (3)Kompetensi Sosial (4)Kompetensi Profesional.[4]
Standar kinerja perlu dirumuskan untuk dijadikan acuan dalam mengadakan penilaian,
yaitu membandingkan apa yang dicapai dengan apa yang diharapkan. Standar
kinerja dapat dijadikan patokan dalam mengadakan pertanggung jawaban terhadap
apa yang telah dilaksanakan. Indikator penilaian terhadap kinerja guru
dilakukan terhadap tiga kegiatan pembelajaran dikelas yaitu (1)perencanaan
program kegiatan pmbelajaran, (2)pelaksanaan kegiatan pembelajaran, (3)evaluasi
pembelajaran.
Menurut Usman (1984) menyatakan bahwa untuk dapat
menunjukkan kinerja yang baik, individu harus memiliki kemampuan untuk bekerja,
motivasi tinggi, dan juga kapasitas atau kecakapan (capacity) untuk berkinerja.[5]
Adapun kapasitas yang dimaksud antara lain mencakup kemampuan, bakat,
keterampilan, latihan, peralatan dan tegnologi yang dapat digunakan untuk
berkinerja.
Sementara Mitrani, Daiziel, dan Fitt (1992)
menyatakan terdapat empat faktor yang mempengaruhi kinerja yaitu: (1)sumber motivasi
individual, (2)penetapan pekerjaan, (3) gaya manajemen, (4)iklim organisasi.
Hal ini juga senada dengan pendapat Gannon (1979) yang menyatakan terdapat
empat faktor yang mempengaruhi kinerja yaitu: (1)motivasi kerja, (2)kemampuan
dan keterampilan kerja, (3)kejelasan dan penerimaan tugas, dan (4)kesempatan
untuk berkinerja.
Dalam uraian diatas dapat dikemukakan penilaian
kinerja adalah suatu proses yang dapat dilaksanakan dengan baik dengan terlebih
dahulu memahami langkah-langkah yang harus dijalani dalam melakukan proses
penilaian kinerja. Menurut Tripathy dan Reddy (1991) terdapat dua kriteria
kinerja yang dapat dijadikan acuan untuk mengukur keahlian dalam kriteria
obyektif dan kriteria subyektif.
Kriteria obyektif meliputi penilaian jumlah
produksi, luasnya pelayanan. Kriteria subyektif meliputi penilaian kemampuan
kerja oleh pimpinan, hubungan dengan rekan sekerja hubungan ke bawahan dan
sebagainya. Menurut Dessler (1994) terdapat tiga langkah dalam melakukan langkah penilaian kinerja, yaita :
(1) mendefenisikan pekerjaan, (2) menilai kinerja, dan (3) memberikan umpan
balik.
2. Kompetensi
Pedagogik
Frinch dan Crunkilton,
kompetensi adalah penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap, dan
apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan.[6]
Sedangkan
Prof. Dr. J. Hoogveld (Belanda) mengemukakan bahwa pedagogik adalah ilmu yang
mempelajari masalah membimbing anak ke arah tujuan tertentu, yaitu supaya kelak
ia “mampu secara mandiri menyelesaikan tugas hidupnya”.[7]
Charles E. Johnson menyatakan: “Competency as
rational performance which satisfactirily meets the objective for a desired
condition”.[8]
Selanjutnya dikatakan, kompetensi merupakan perilaku rasional guna mencapai
tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Dengan
demikian , suatu kompetensi ditunjukkan oleh penampilan atau unjuk kerja yang
dapat dipertanggungjawabkan (rasional) dalam upaya mencapai suatu tujuan.
Pernyataan senada dikemukakan Sudarmayanti (2002),
mengatakan kompetensi adalah kemampuan dasar dan kualitas kinerja yang
diperlukan untuk mengerjakan pekerjaan dengan baik.[9]
Bakat, sifat dan keahlian individu apapun yang dapat dibuktikan, dapat
dihubungkan dengan kinerja yang efektif dan baik sekali.
Selain itu kompetensi dinyatakan sebagai seperangkat
tindakan cerdas penuh tanggungjawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat
untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas. Tugas dibidang
pekerjaan tertentu menurut Keputusan Mendiknas No 045/U/2002 dalam
Sudarmayanti, 2002, dinyatakan bahwa elemen-elemen kompetensi terdiri atas: (1)
landasan kepribadian, (2) penguasaan ilmu dan ketrampilan, (3) kemampuan berkarya,
(4) sikap dan perilaku dalam berkarya.[10]
Usman (1996) mengutip pengertian kompetensi dari
beberapa pakar yang sudah mengarah ke kompetensi yaitu kompetensi merupakan
gambaran hakekat kualitatif dari perilaku guru yang tampak sangat berarti.
Selanjutnya Usman (1996) mengatakan bahwa kompetensi merupakan kemampuan dan
kewenangan guru dalam melaksanakan profesi keguruannya. Kompetensi mempunyai
makna bahwa suatu pekerjaan bersifat keahlian memerlukan bidang ilmu secara
sengaja yang harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi kepentingan umum.
Atas dasar pengertian itu tiap pekerjaan berbeda dengan pekerjaan lainnya,
karena suatu profesi memerlukan kemampuan dan keahlian dalam melaksanakan
kompetensinya.
Dalam Undang-undang Guru dan Dosen Tahun 2005
pengertian kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku
yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan. Dijelaskan pula bahwa profesi guru dan
profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan
prinsip sebagai berikut:
a. memiliki
kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;
b. memiliki
kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
c. memiliki
tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
d. memperoleh
penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
e. memiliki
kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan
belajar sepanjang hayat;
f. memiliki
jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan
g. memiliki
organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan
dengan tugas keprofesionalan guru.
Secara lebih gamblang disebutkan dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan pasal 28 disebutkan bahwa kompetensi sebagai agen pembelajaran pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi:
Kompetensi pedagogik; Kompetensi kepribadian; Kompetensi profesional; dan Kompetensi
sosial.[11]
Telah dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan
kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang
meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan
pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan
berbagai potensi yang dimilikinya.
Mulyasa
mengatakan kompetensi pedagogik sangat penting karena menjadi penentu bagi
keberhasilan proses belajar yang langsung menyentuh kemampuan pembelajaran
meliputi pengelolaan peserta didik, perencanaan, perencangan pelaksanaan,
evaluasi hasil belajar dan pengembangan peserta didik terhadap potensi yang
dimilikinya 1).menguasai karakteristik peserta didik 2).menguasai teori belajar
3).mengembangkan kurikulum 4).menyelenggarakan pembelajaran 5).memanfaatkan
teknologi informasi 6).mengembangkan potensi peserta didik 7).berkomunikasi
secara efektif 8).melaksanakan penilaian 9).memanfaatkan hasil penilaian untuk
kepentingan pembelajaran 10).melakukan reflektif.[12]
Dalam UU
permindiknas nomor 16 tahun 2007 tentang standar kuaifikasi dan standar
Kompetensi guru dapat dipahami bahwa kompetensi pedagogik merupakan kemampuan
dalam pengelolaan peserta didik meliputi pemahaman terhadap karakteristik,
menguasai teori belajar, mengembangkan kurikulum, menyelenggarakan pembelajaran,
memanfaatkan teknologi pembelajaran, mengembangkan potensi siswa, dapat
berkomunikasi secara efektif, melaksanakan penilaian, mamanfaatkan hasil
penilaian dan melakukan refplektif.[13]
Kompetensi
pedagogik dibutuhkan agar guru mampu mengelola pembelajaran dengan baik dengan
memahami berbagai macam karakteristik siswa dalam proses pembelajaran. Apabila
guru mampu mengimplementasikan kemampuan-kemampuan pedagogik itu dalam
pembelajaran,maka akan tercipta kualitas pembelajaran yang baik. Dan tujuan pendidikan
yaitu tujuan pembelajaran, tujuan kurikulum, tujuan sekolah dasar, dan tujuan
pendidikan nasional dapat tercapai dengan baik.
Dari beberapa konsep di atas dapat disimpulkan bahwa
kompetensi pedagogik guru adalah kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki guru
dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Kemampuan tersebut meliputi
kemampuan menyusun program pembelajaran, melaksanakan program pembelajaran, dan
kemampuan menilai hasil dan proses pembelajaran.
B.
Hasil
Penelitian yang Relevan
Penelitian tentang kompetensi pedagogik dan kinerja
guru telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, diantaranya Dita
Destiana, dkk. (2012) melakukan penelitian pada Guru Sekolah Dasar di Gugus 2
kecamatan Bogor Utara Kota Bogor.
Berdasarkan jurnal penelitian tersebut, dapat
dilihat bahwa peneliti menggunakan beberapa teori menurut para ahli sebagai
landasan kerangka berfikir dan acuan membuat hipotesis. Dapat disimpulkan bahwa
pada dasarnya teori yang digunakan pada jurnal sama dengan yang digunakan oleh
peneliti walaupun berbeda ahli, yaitu bahwa kinerja adalah sebagai hasil dari
fungsi-fungsi pekerjaan. Pendapat tersebut dikemukakan oleh Wirawan pada
penelitian sebelumnya dan oleh Bernandin
dan Russel pada teori yang digunakan oleh peneliti.
Sedangkan
apabila dibandingkan kembali mengenai teori kompetensi pedagogik, pada
penelitian sebelumnya mengungkapkan bahwa kompetensi pedagogik adalah kemampuan
dalam pengelolaan peserta didik yang meliputi: (a)pemahaman wawasan atau
landasan kependidikan; (b) pemahaman tentang peserta didik; (c)pengembangan
kurikulum/silabus; (d)perancangan pembelajaran; (e)pelaksanaan pembelajaran
yang mendidik dan dialogis; (f)evaluasi hasil belajar; (g)pengembangan peserta
didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya (Musfah, 2011:
30-31).
Hal tersebut sama dengan pendapat yang digunakan
oleh peneliti yaitu, menurut pendapat Mulyasa mengatakan bahwa kompetensi pedagogik sangat penting
karena menjadi penentu bagi keberhasilan proses belajar yang langsung menyentuh
kemampuan pembelajaran meliputi pengelolaan peserta didik, perencanaan,
perencangan pelaksanaan, evaluasi hasil belajar dan pengembangan peserta didik
terhadap potensi yang dimilikinya 1).menguasai karakteristik peserta didik
2).menguasai teori belajar 3).mengembangkan kurikulum 4).menyelenggarakan
pembelajaran 5).memanfaatkan teknologi informasi 6).mengembangkan potensi
peserta didik 7).berkomunikasi secara efektif 8).melaksanakan penilaian
9).memanfaatkan hasil penilaian untuk kepentingan pembelajaran 10).melakukan
reflektif.
Dari uraian kedua teori di atas, dapat disimpulkan
bahwa terdapat kesamaan antara teori yang dikemukakan oleh Musfah dari jurnal
penelitiannya sebelumnya dengan teori menurut pendapat Mulyasa yang digunakan
oleh peneliti.
Dita Destiana, dkk. Melakukan penelitian mengenai
hubungan antara kompetensi pedagogik dengan kinerja guru sekolah dasar, yaitu
pada guru Sekolah Dasar di Gugus 2 Kecamatan Bogor Utara Kota Bogor. Sedangkan peneliti meneliti
mengenai hubungan antara kompetensi pedagogik dengan kinerja guru pada guru
Sekolah Dasar Negeri di Jakarata.
Dapat disimpulkan bahwa tujuan penelitian yang
dilakukan penelitian sebelumnya dengan yang akan dilakukan oleh peneliti,
terdapat kesamaan yaitu meneliti mengenai hubungan antara kompetensi pedagogik
dengan kinerja guru. Dalam hal ini yang berbeda hanyalah tempat penelitian
saja.
Selanjutnya dalam jurnal dijelaskan mengenai rumusan
hipotesis penelitian, yaitu terdapat hubungan hubungan antara kompetensi
pedagogik dengan kinerja guru. Kemudian, peneliti berusaha menyusun hipotesis
berdasarkan pada teori yang telah dikemukakan oleh para ahli bahwa hubungan
antara kompetensi pedagogik dengan kinerja guru. Dengan demikian, hipotesis
yang diajukan oleh peneliti sama dengan hipotesis pada jurnal di penelitian
sebelumnya.
Untuk menguji hubungan antar dua variabel yang ada
yaitu kompetensi pedagogik sebagai variabel bebas dan kinerja guru sebagai
variabel teriklat, maka penelitian sebelumnya menggunakan uji statistik
korelasi dan persamaan regresi. Sehubungan dengan persamaan variabel yang
diteliti yaitu terdiri dari satu variabel bebas dan satu variabel terikat, maka
dalam hal ini peneliti menggunakan uji statistik yang sama yaitu korelasi dan
persamaan regresi untuk menguji hubungan antara dua variabel tersebut.
Setelah dijelaskan beberapa teori mengenai kinerja
guru dan kompetensi pedagogik guru, kemudian dilakukan penarikan kesimpulan
atau hipotesis, dan selanjutnya dilakukan pangujian statsitik melalui uji
korelasi dan persamaan regresi, diperoleh kesimpulan berupa hasil penelitian
yaitu berdasarkan data yang ada diperoleh data
analisis korelasi Pearson (rXY) sebesar 0,570 yang signifikan
pada taraf nyata α 5%. Hal ini menunjukkan adanya korelasi yang sedang/moderet
antara kompetensi pedagogik dan kinerja guru dengan arah hubungan positif,
artinya jika kompetensi pedagogik tinggi, maka kinerja guru pun meningkat. Sehingga, terdapat hubungan positif antara
kompetensi pedagogik dan kinerja guru memiliki koefisien determinasi (rXY2)
yang dihasilkan mencapai 32,5%. Artinya peningkatan atau penurunan kinerja guru
ditentukan oleh variabel kompetensi pedagogik sebesar 32,5%.
C.
Kerangka
Teoretik
Untuk mencapai keberhasilan pendidikan dan
meningatkan mutu pendidikan, guru harus memiliki kompetensi yang memadai. Adapun
kompetensi yang harus dimiliki oleh guru adalah: (1) kompensi pedagogik, (2) kompetensi
kepribadian, (3) kompetensi profesional dan (4) kompetensi sosial. Guru yang
telah memiliki yang telah ditetapkan diatas akan memiliki kinerja yang lebih
baik dibandingkan dengan guru yang tidak memiliki kompetensi yang telah
ditentukan di atas. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Amstrong
menyatakan bahwa ada empat faktor yang mempengaruhi kinerja yaitu; (1) motivasi
kerja, (2) kompetensi, (3) kejelasan dan penerimaan tugas dan (4) kesempatan
untuk bekerja. Berdasarkan uraian tersebut jelaslah bahwa kinerja guru
dipengaruhi oleh kompetensi guru.[14] Berdasarkan
uraian diatas jelaslah bahwa kinerja guru dipengaruhi oleh kompetensi guru.
Menurut pendapat Amstrong
di atas, dapat disimpulkan bahwa kompetensi yang salah satunya adalah
kompetensi pedagogik merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kinerja guru. Dapat
dikatakan bahwa kompetensi pedagogik sangat berpengaruh besar, karena
kompetensi pedagogik merupakan aspek kompetensi yang langsung digunakan dalam
kegiatan pembelajaran meliputi perencanaan pembelajaran sampai dengan evaluasi
pembelajaran.
Kompetensi pedagogik
tidak hanya berpengaruh terhadap kinerja guru, tetapi juga merupakan kompetensi
dasar yang harus dimiliki oleh setiap guru. Setiap guru diharuskan memiliki
kompetensi pedagogik sebagai kemampuan awal agar seorang guru dapat
melaksanakan pembelajaran, kemudian setelah itu dilengkapi dengan kompetensi
lainnya diantaranya kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan
kompetensi sosial. Oleh karena itu, perlu dilakukan berbagai upaya untuk
meningkatkan kompetensi pedagigik guru sebagai salah satu upaya untuk
meningkatkan kinerja guru.
Dari uraian tersebut, dapat
disimpulkan bahwa tingginya kompetensi pedagogik yang dimiliki guru akan
menunjang peningkatan kinerja guru tesebut.
D.
Perumusan
Hipotesis
Terdapat
hubungan positif antara kompetensi pedagogik dan
kinerja guru pada guru Sekolah Dasar Negeri di Jakarta, artinya semakin tinggi kompetensi
pedagogik guru, maka semakin meningkat pula kinerjanya.
[1]
Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990, p. 503.
[2]
Lembaga
Administrasi Negara, Kinerja Aparat Pemerintah (Jakarta: LAN, 1992), p. 12.
[3] Sri Iriani, Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah
terhadap Kinerja Guru SMPN 9 Purworejo (2007) Tesis, p. 10.
[4]
Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 tahun 2007 Tentang Standar Kompetensi
Akademik dan Kompetensi Guru.
[5]
Uzer
Usman, Menjadi Guru Profesional (Bandung : Rosda Karya, 1984), p. 19.
[6]
Asmawar, Makalah Kompetensi Pedagogik, diakses pada tanggal 30 September
2013 dari www.asmawar3.blogspot.com.
[8]
Wina
Sanjaya, Strategi Pembelajaran berorientasi Standar Proses Pendidikan (
Jakarta: Fajar interpratama Offset, 2007), p. 21.
[9]
Sudarmayati, Implementasi
Pembelajaran Berbasis Kompetensi Dalam Meningkatkan Kualitas Suberdaya Manusia
Guna Memiliki Kompetensi Global, Makalah di sajikan Dalam Konferensi
[12]
Mulyasa, Standar Kompetensi dan
Sertifikasi Guru.
cet ke-5 (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), p. 79.
[13] Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional, Loc, cit.
[14]
Michael Amstrong, The art HRD,
Managing People (Jakarta: Gramedia, 1998), p. 15.
BAB
III
METODOLOGI
PENELITIAN
A.
Tujuan
Penelitian
Berdasarkan
masalah-masalah yang telah peneliti rumuskan, maka tujuan penelitian ini adalah
untuk mendapat pengetahuan yang tepat (sahih, benar, valid) dan dapat dipercaya
(dapat diandalkan, reliabel) tentang hubungan antara kompetensi pedagogik
dengan kinerja guru pada guru Sekolah Dasar Negeri di Jakarta.
B.
Tempat
dan Waktu Penelitian
Penelitian
dilakukan di Sekolah Dasar Negeri di Jakarta. Peneliti memilih SDN di Jakarta
karena seperti yang kita ketahui bahwa sekolah dasar negeri di Jakarta memiliki
kredibilitas yang tinggi dan diakui oleh masyarakat Jakarta dan masyarakat luar
Jakarta.
Penelitian ini
dilaksanakan selama enam bulan yaitu pada
bulan Januari 2013 sampai bulan Juni 2013. Peneliti mengadakan penelitian pada bulan
terebut karena peneliti mempunyai banyak waktu luang untuk melaksanakan
penelitian, berhubung sudah tidak disibukan dengan jadwal perkuliahan.
C.
Metode
Penelitian
Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah eksos fakto. Metode ini dipilih sesuai dengan
tujuan penelitian yang ingin dicapai, yakni memperoleh informasi yang
bersangkutan dengan status gejala sudah terjadi sebelum penelitian dilakukan.
D.
Populasi
dan Teknik Sampling
Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah guru
SDN di Jakarta dengan populasi terjangkau adalah guru SDN di Jakarta Pusat dengan
jumlah 3.359 guru yang tersebar di 285 sekolah.
Sampel pada penelitian ini adalah
guru di SDN Rawasari 02
Pagi,
SDN Rawasari 07
Pagi,
SDN Johar Baru
03 Pagi, SDN Kramat 05
Pagi
sebanyak 100 orang dengan masing-masing tiap sekolah 25 orang sampel.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah
sampel acak sederhana (Random Sampling Technique).
Teknik ini digunakan dengan pertimbangan bahwa setiap populasi mempunyai
kesempatan yang sama untuk dipilih.
E.
Teknik
Pengumpulan Data
a. Kinerja
Guru
1.
Definisi Konseptual
Kinerja guru adalah prestasi yang dicapai sebagai hasil kerja
seorang guru dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang dibebankan
kepadanya sesuai kewenangan dan kemampuan yang dimiliki.
2.
Definisi Operasional
Indikator penilaian terhadap kinerja guru dilakukan terhadap
tiga kegiatan pembelajaran dikelas yaitu (1) perencanaan program kegiatan
pmbelajaran, (2) pelaksanaan kegiatan pembelajaran, (3) evaluasi pembelajaran.
b.
Kompetensi Pedagogik Guru
1.
Definisi Konseptual
Kompetensi
pedagogik guru adalah kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki guru dalam
melaksanakan kegiatan belajar mengajar.
2.
Definisi Operasional
Indikator
kompetensi pedagogik meliputi kemampuan menyusun program pembelajaran,
melaksanakan program pembelajaran, dan kemampuan menilai hasil dan proses
pembelajaran.
3.
Kisi-Kisi Instrumen Kompetensi Pedagogik
Guru
4.
Validasi Instrumen Kompetensi Pedagogik
Guru
F.
Teknik
Analisis Data
1. Mencari
Persamaan Regresi:
2. Uji
Persyaratan Analisis
a.
Menguji Normalitas Galat Taksiran Regresi
Y atas X
·
Hipotesis
-
Ho: Galat Taksiran Regresi Y
atas X berdistribusi normal
-
Hi: Galat Taksiran Regresi Y
atas X tidak berdistribusi
·
Kriteria Pengujian
Jika Ltabel > Lhitung
maka terima Ho, berganti galat taksiran regresi Y atas X
berdistribusi normal.
b.
Uji Linieritas Regresi
·
Hipotesis Statistik
Ho:
Hi:
·
Kriteria Pengujian
Terima Ho jika Fhitung
< Ftabel dan ditolak jika Fhitung > Ftabel,
maka regresi dinyatakan linier jika Ho diterima.
3. Uji
Hipotesis
1)
Uji Keberartian Regresi
·
Hipotesis Statistik
Ho:
Hi:
·
Kriteria Pengujian
Ho diterima jika Ftabel < Fhitung
dan ditolak jika Ftabel > Fhitung, maka regresi
dinyatakan berarti jika menolak Ho.
2)
Perhitungan Koefisien Korelasi
Menggunakan
rumus Product Moment dari Pearson.
3)
Uji Keberartian Koefisien Korelasi (Uji t)
·
Uji ini mengetahui signifikansi
koefisien korelasi menggunakan uji t.
·
Hipotesisi Statistik
Ho:
Hi:
·
Kriteria Pengujian
Ho diterima jika thitung < ttabel
dan ditolak jika thitung > ttabel, berarti
korelasi signifikan jika Hi diterima.
4)
Perhitungan Koefisien Determinasi
·
Untuk mengetahui berapa besar variabel Y
ditentukan variabel X.
·
KD = (rxy)2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar