Ani Atih
8105118050
DP 1: ..................
DP 2: ............
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Sukses tidaknya suatu organisasi,
sangat tergantung dari aktivitas dan kreatifitas sumber daya manusianya. Untuk
itu hal utama yang harus diperhatikan oleh manajer suatu perusahaan adalah
bagaimana membuat karyawan merasa puas dengan pekerjaannya. Untuk dapat meningkatkan
kepuasan kerja karyawan pihak manajemen perusahaan harus dapat mengambil
kebijakan yang bertitik tolak pada pemahaman faktor-faktor yang dapat
berpengaruh pada kepuasan kerja karyawan, dan ini dapat dijadikan dasar dalam
mengambil kebijakan dalam pengembangan sumber daya manusia.
Pembahasan mengenai kepuasan
kerja perlu didahului oleh penegasan bahwa masalah kepuasan kerja bukanlah hal
yang sederhana, baik dalam arti konsepnya maupun arti analisisnya, karena
kepuasan mempunyai konotasi yang beranekaragam.
Accenture, sebuah lembaga konsultasi
bisnis dan manajemen asal Amerika Serikat mengeluarkan hasil studi terbaru
mereka pada 8 Maret 2012. Studi yang mempelajari tingkat kepuasan kerja pada
karyawan menunjukan, hanya 18 persen dari kelompok responden karyawan di
Indonesia yang menyatakan puas dengan kualitas kehidupan serta kebahagiaannya
di tempat kerja. Ini menempatkan Indonesia di posisi paling bawah tingkat
kepuasan para pekerjanya.[1]
Berdasarkan hasil survei di atas
adalah diperoleh fakta bahwa sebagian besar tenaga kerja di Indonesia tidak
merasa puas dengan pekerjaannya. Hal perlu menjadi perhatian mengingat kepuasan
kerja mempunyai peranan yang sangat penting bagi suatu perusahaan. Kasus ini
juga terjadi pada PT. XXX dimana sebagian besar karyawannya belum merasa puas
dengan pekerjaannya.
PT. XXX merupakan perusahaan yang
bergerak dibidang jasa pengurusan transportasi meliputi kegiatan
mewakili kepentingan pemilik barang untuk mengurus semua kegiatan yang diperlukan
bagi terlaksananya pengurusan dan penerimaan barang melalui transportasi,
pengepakan, penandaan, pengukuran, penimbangan, pengurusan, penyelesaian,
dokumen, penerbitan dokumen angkutan, perhitungan biaya angkutan, klaim,
asuransi atas pengiriman barang serta penyelesaian tagihan dan biaya-biaya
lainnya berkenaan dengan pengiriman barang-barang tersebut sampai diterimanya
barang oleh yang berhak menerimanya.
Setelah melakukan wawancara dan
survei awal tentang kepuasan kerja karyawan, peneliti menemukan bahwa kepuasan
kerja karyawan PT. XXX masih sangat rendah. Banyak faktor yang mendorong
mengapa hal tersebut dapat terjadi. Faktor yang pertama adalah tingginya jam
kerja karyawan, sehingga waktu karyawan banyak dihabiskan di tempat kerja. Akibatnya, karyawan kurang bisa
mengaktualisasikan dirinya untuk kegiatan lain termasuk waktu bersama keluarga.
Ketidakseimbangan antara waktu bekerja dan waktu bersama keluarga dapat
menjadikan kepuasan kerja pada karyawan rendah. Jam kerja karyawan secara rinci
dapat dilihat pada tabel I.1 berikut ini.
Tabel
I.1
Jam
Kerja Karyawan PT. XXX
No. |
Bagian |
Jam
Kerja |
Keterangan |
1. |
Karyawan
Kantor (Staff
dan OB) |
Senin-Jumat Pukul
09.00-18.00 WIB |
Hari
minggu libur. Jam kerja bisa bertambah sesuai banyaknya pekerjaan. |
Sabtu Pukul
09.30-15.00 WIB |
|||
2. |
Gudang,
Maintenance, Checker |
Setiap
Hari Shift
1: Pukul 09.00-21.00 WIB Shift
2: 21.00-09.00 WIB |
Hari
libur hanya pada saat perpindahan shift. |
3. |
Kurir,
Driver |
Menyesuaikan |
|
Sumber: PT. XXX
Berdasarkan tabel I.1 di atas
dapat terlihat bahwa jam kerja karyawan di PT. XXX sangat tinggi dan berbeda
dengan jam kerja pada umumnya. Hal ini dikarenakan karena kegiatan perusahaan
sendiri yang bergerak dibidang ekspedisi.
Faktor yang kedua yang
menyebabkan kepuasan kerja karyawan di PT. XXX masih rendah adalah faktor gaji
yang masih rendah. Setelah melakukan wawancara dengan beberapa karyawan,
ternyata sebagian besar gaji karyawan masih berada di bawah upah minimum
regional (UMR), dan hanya staff kantor saja yang gajinya sudah mencapai UMR.
Perbandingan jumlah karyawan gaji karyawan yang sudah dan belum mencapai UMR
dapat dilihat pada tabel I.2 berikut.
Tabel
I.2
Perbandingan
Gaji Karyawan Berdasarkan UMR
Sumber: Data diolah peneliti
Faktor gaji tersebut menyebabkan
banyak karyawan yang tidak bisa terdaftar sebagai peserta jaminan tenaga kerja
di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJSTK). Hal tesebut
juga merupakan faktor ketiga yang menyebabkan karyawan yang merasa kurang puas
dengan pekerjaannya, yaitu bagi karyawan yang gajinya belum mencapai UMR tidak
bisa terdaftar sebagai peserta BPJSTK. Dengan demikian karyawan bagian gudang,
maintenance, OB, kurir, checker, driver tidak terlindungi oleh jaminan tenaga
kerja. Padahal pekerjaan yang dilakukan mempunyai resiko yang cukup tinggi.
Faktor yang terakhir adalah
rendahnya kesempatan karyawan untuk mendapatkan kesempatan promosi. Hal ini
dikarenakan PT. XXX merupakan perusahaan keluarga yang seluruh direksi atau
pimpinannya pun masih satu keluarga. Sehingga sangat kecil kemungkinannya bagi
bawahan untuk bisa menduduki posisi tersebut. Selain itu, struktur organisasi
perusahaan juga masih sangat kecil dan hanya terdapat dua manajer, yaitu
manajer operasional dan manajer finance dan membawahi beberapa staff.
PT. XXX juga kurang memperhatikan
karakteristik individu dari karyawannya, terutama tingkat pendidikan. Terbukti
ketika peneliti meminta data berkaitan dengan tingkat pendidikan karyawan, data
tidak tersedia di bagian HRD perusahaan. Sehingga saat itu juga peneliti
melakukan rekap tentang pendidikan karyawan. Pada karyawan bagian tertentu
misalnya bagian gudang dan driver, tingkat pendidikan karyawan bukan hal yang
paling utama untuk dilihat sebagai syarat menjadi karyawan, hal yang terpenting
adalah kemampuan dan pengalaman karyawan yang sesuai dengan bidangnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka
pada kesempatan kali ini peneliti tertarik dan bermaksud untuk meneliti
mengenai masalah kepuasan kerja pada karyawan di PT. XXX.
B. Identifikasi
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas, maka dapat dikemukakan bahwa rendahnya kepuasan
kerja karyawan, dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
1.
Rendahnya
gaji karyawan.
2.
Rendahnya
keseimbangan antara kehidupan pribadi dengan pekerjaan.
3.
Rendahnya
tingkat promosi karyawan.
4.
Perusahaan
kurang memperhatikan jaminan kerja karyawan.
5.
Perusahaan
kurang menyadari karakteristik-karaktersitik yang terdapat pada diri individu
karyawan.
C. Pembatasan
Masalah
Dari
identifikasi masalah di atas, ternyata masalah kepuasan kerja karyawan memiliki
penyebab yang sangat luas. Karena keterbatasan yang dimiliki peneliti dari segi
dana dan waktu, maka penelitian ini dibatasi hanya pada masalah: “Hubungan
antara karakteristik individu dilihat dari faktor tingkat pendidikan karyawan
dengan kepuasan kerja pada karyawan”.
D. Perumusan
Masalah
Berdasarkan
pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dapat dirumuskan sebagai
berikut: “Apakah terdapat hubungan antara karakteristik individu dilihat dari
faktor tingkat pendidikan karyawan dengan kepuasan kerja pada karyawan?”
E. Kegunaan
Penelitian
Berdasarkan
perumusan masalah di atas, maka kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Peneliti
Untuk menambah
pengetahuan peneliti mengenai hubungan antara karakteristik individu dengan
kepuasan kerja pada karyawan.
2. PT.
XXX
Sebagai salah satu
masukan bagi perusahaan untuk mengatasi masalah kepuasan kerja pada karyawan
yang disebabkan oleh kurangnya perusahaan menyadari karakteristik-karaktersitik
pada diri individu karyawan.
3. Fakultas
Ekonomi UNJ
Sebagai salah satu
masukan bagi Fakultas Ekonomi UNJ untuk meningkatkan kualitas lulusan sebagai
sumber daya manusia yang siap menghadapi tantangan dunia kerja.
BAB
II
KAJIAN
TEORETIK
A. Deskripsi
Konseptual
1. Kepuasan
Kerja
Pada dasarnya, kepuasan kerja merupakan
hal yang bersifat individu dan setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang
berbeda-beda tergantung dengan kebutuhan yang diinginkan, dimiliki, dicapai,
dan dinikmati. Robbins
mengemukakan pendapatnya tentang kepuasan kerja yaitu: “Suatu sikap umum
seorang individu terhadap pekerjaanya”.[2]
Pendapat
yang hampir sama dikemukakan oleh Brayfield, Arthur H. dan Harold F. Rothe,
yang beranggapan bahwa: “Kepuasan kerja dapat diduga dari sikap seseorang
terhadap pekerjaannya”.[3]
Kedua
definisi tersebut sangat luas. Sikap umum dan anggapan yang muncul dari
individu dapat berupa negatif ataupun positif. Seorang karyawan yang menunjukan
sikap positif terhadap pekerjaannnya berarti karyawan tersebut memiliki tingkat
kepuasan yang tinggi terhadap pekerjaannya. Begitupun sebaliknya, ketika
karyawan tidak merasakan kepuasan pada pekerjaannya maka karyawan tersebut akan
menunjukan sikap yang negatif terhadap pekerjaannya.
Sondang
P. Siagian menyatakan lebih jelas mengenai hal tersebut, yaitu: “Kepuasan kerja
merupakan suatu cara pandang seseorang, baik yang bersifat positif maupun
bersifat negatif tentang pekerjaannya”.[4]
Sama
halnya dengan Schemerhorn et. al,
menyatakan bahwa:
Kepuasan kerja didefinisikan sebagai suatu
kondisi tentang sejauh mana karyawan merasakan secara positif atau negatif dari
berbagai ragam dimensi dari tugas-tugas yang terkait dengan pekerjaannya.[5]
Handoko
juga manyatakan bahwa: “Kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan ketika karyawan memandang pekerjaan
mereka”.[6]
Ketiga
pendapat ahli di atas menyatakan hal yang sama tentang kepuasan kerja, bahwa
kepuasan kerja adalah sikap positif atau menyenangkan dan sikap negatif atau
tidak menyenangkan yang dicerminkan dari sikap karyawan terhadap pekerjaannya.
Sikap positif yang ditunjukan oleh karyawan dapat berupa kinerja yang lebih
baik dalam bekerja, tingkat kehadiran yang tinggi, semangat dalam bekerja, dan
keinginan berpindah yang rendah. Sedangkan sikap negatif dapat ditunjukan
dengan sikap yang sebaliknya yaitu, kinerja yang rendah, tingkat kehadiran yang
rendah, kurang semangat dalam bekerja, dan keinginan berpindah yang tinggi.
Untuk
menganalisis kepuasan kerja merupakan hal yang tidak sederhana. Meskipun secara
teori dijelaskan bahwa kepuasan kerja pada karyawan dapat dinilai dari sikap
karyawan terhadap pekerjaannya, namun banyak faktor yang perlu mendapat
perhatian dalam menganalisis kepuasan kerja pada karyawan. Dengan kata lain,
pemahaman yang lebih tentang kepuasan kerja akan terwujud apabila mengaitkan
faktor-faktor lain yang berhubungan dan dapat dijadikan landasan untuk
menganalisis tingkat kepuasan kerja pada karyawan.
Locke
memberikan definisi komprehensif dan menyatakan bahwa: “Kepuasan kerja adalah
keadaan emosi yang senang atau emosi positif yang berasal dari penilaian
pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang”.[7]
Kemudian, Mathis dan Jackson: “Job
satisfaction is a positive emotional state resulting one’s job experience”.[8] (Kepuasan kerja merupakan pernyataan
emosional yang positif yang merupakan hasil evaluasi dari pengalaman kerja).
Pendapat
di atas lebih spesifik lagi dalam menyatakan kepuasan kerja, bahwa kepuasan
kerja adalah keadaan emosional yang bersifat positif atau menyenangkan yang
berasal dari penilaian pekerjaan karyawan. Pendapat tersebut didasarkan bahwa
kepuasan kerja pada intinya ditentukan atau dinilai dari hasil persepsi seorang
karyawan tentang seberapa baik seorang karyawan mencapai hal yang diinginkan
terhadap pekerjaannya dan seberapa baik pula pekerjaan mereka memberikan hasil
yang dinilai penting bagi karyawan.
Untuk
menilai secara jelas tentang kepuasan kerja pada karyawan, maka diperlukan
adanya faktor-faktor dari pekerjaan yang dapat merepresentasikan tingkat
kepuasan kerja pada karyawan. Dengan adanya faktor-faktor tersebut, diharapkan
perusahaan atau pimpinan akan lebih mudah dalam menilai kepuasan kerja pada karyawan.
Faktor-faktor
tersebut haruslah sesuatu yang sifatnya dianggap penting oleh karyawan sehingga
dapat menilai dengan akurat tingkat kepuasan pada karyawan.
Beberapa
ahli sudah banyak yang mengemukakan dimensi atau faktor yang dapat digunakan
untuk menilai kepuasan kerja pada karyawan. Teori yang paling banyak digunakan
adalah menurut Luthans yang menyatakan lima dimensi pekerjaan yang telah
diidentifikasi untuk merepresentasikan karakteristik pekerjaan yang paling
penting bagi karyawan. Kelima dimensi tersebut adalah:
a.
Pekerjaan
itu sendiri. Dalam hal di mana
pekerjaan memberikan tugas yang menarik, kesempatan untuk belajar, dan
kesempatan untuk menerima tanggung jawab.
b.
Gaji.
Sejumlah upah yang diterima dan tingkat di mana hal ini bisa dipandang sebagai
hal yang dianggap pantas dibandingakan dengan orang lain dalam organisasi.
c.
Kesempatan
promosi. Kesempatan untuk maju dalam organisasi.
d.
Pengawasan.
Kemampuan penyelia untuk memberikan bantuan teknis dan dukungan perilaku.
e.
Rekan
kerja. Tingkat di mana rekan kerja pandai secara teknis dan mendukung secara
sosial.[9]
Kelima
dimensi tersebut telah banyak digunakan oleh berbagai peneliti dalam melakukan
penelitian mengenai kepuasan kerja. Dimensi yang pertama yaitu pekerjaan itu
sendiri, ini berarti bahwa kepuasan kerja pada dasarnya ditentukan oleh
karakteristik dari pekerjaan yang sedang atau akan dilakukan oleh karyawan.
Berbagai sumber menyatakan bahwa pekerjaan yang dapat membuat karyawan merasa
puas adalah pekerjaan yang menarik dan memberikan tantangan bagi karyawan.
Dengan pekerjaan tersebut, maka karyawan tidak akan merasa bosan dalam berkerja
dan dapat menciptakan kepuasan kerja bagi karyawan.
Dimensi
yang kedua yaitu gaji. Faktor gaji merupakan hal yang paling banyak dibahas
berkaitan dengan pekerjaan dan kepuasan kerja terutama di Indonesia. Banyak
pekerja di Indonesia mengungkapkan ketidakpuasan gaji yang mereka terima di
tempat kerja, hal ini dapat diindikasikan bahwa pekerja tersebut merasa tidak
puas dengan pekerjaannya. Untuk itu, setiap perusahaan harus memperhatikan
faktor gaji untuk menunjang kepuasan kerja karyawan.
Menurut
Robbins, peningkatan upah atau gaji tidak selau dapat meningkatkan kepuasan kerja
karyawan, penjelasan alternatifnya adalah bahwa peningkatan upah mencerminkan
perbedaan jenis pekerjaan.
Robbins
juga menyatakan bahwa:
Pekerjaan-pekerjaan berupah lebih tinggi
umumnya mensyaratkan keterampilan lebih tinggi, memberikan tanggung jawab yang
lebih besar kepada pengemban, lebih merangsang dan memberikan lebih banyak
tantangan, dan memberikan kendali yang lebih besar kepada para pekerja.[10]
Berdasarkan
pendapat di atas, maka terdapat kemungkinan bahwa hal-hal yang dapat
meningkatkan kepuasan kerja bagi karyawan yang mempunyai gaji atau upah yang
lebih baik mencerminkan tantangan dan kebebasan yang lebih besar yang mereka
dapatkan dalam pekerjaan mereka, bukan hanya terletak pada upah atau gaji itu
sendiri.
Dimensi
yang ketiga adalah kesempatan promosi. Ketika sebuah perusahaan terbuka dalam
memberikan kesempatan untuk promosi jabatan dalam organisasi tersebut, maka
dimungkinkan karyawan akan melakukan pekerjaan mereka dengan sebaik mungkin.
Selain itu, karyawan akan berusaha untuk menyenangi pekerjaan mereka, sehingga
kepuasan kerja dapat terwujud.
Dimensi
yang keempat yaitu pengawasan. Pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan dapat
menimbulkan kepuasan kerja bagi karyawan. Hal ini dikarenakan seorang pimpinan
yang senantiasa memperhatikan pekerjaan bawahannya secara tidak langsung dapat
memberikan dukungan kepada karyawan dan dapat berdampak pada peningkatan
kepuasan kerja.
Dimensi
yang kelima yaitu rekan kerja. Rekan kerja dapat mempengaruhi kepuasan kerja
pada karyawan, karena hubungan dengan rekan kerja dapat mempengaruhi suasana
pekerjaan. Hubungan dengan rekan kerja yang baik dapat menimbulkan suasana
pekerjaan yang menyenangkan. Suasana kerja yang menyenangkan tersebut dapat
menjadikan karyawan merasa nyaman dan puas dengan pekerjaannya.
Kreitner
dan Kinicki mengemukakan pendapat yang sama dengan Luthans mengenai dimensi
kepuasan kerja, bahwa: “Aspek-aspek kepuasan kerja yang relevan terdiri atas
kepuasan terhadap pekerjaan, gaji, promosi, rekan kerja, dan penyelia”.[11]
Pendapat
Kreitner dan Kinicki mendukung pendapat yang dikemukakan oleh Robbis, bahwa
yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja adalah pekerjaan itu sendiri, gaji,
promosi, rekan kerja, dan penyelia. Namun, pada kenyataannya banyak karyawan
tidak akan merasa puas pada kelima dimensi di atas sekaligus dan hanya puas
pada salah satu atau beberapa dimensi saja.
Ahli
lain mengemukakan pandangannya sedikit berbeda dari pendapat di atas. Menurut
Robbins: “Faktor-faktor kepuasan kerja adalah suasana pekerjaan, pengawasan,
tingkat upah saat ini, peluang promosi, dan hubungan dengan mitra kerja”.[12]
Pendapat
yang sedikit berbeda adalah pada dimensi pertama yaitu suasana kerja, namun
pada intinya suasana kerja timbul dari dimensi pekerjaan itu sendiri.
Mangkunegara juga berpendapat bahwa kepuasan kerja tersusun dari beberapa
faktor, yaitu: “Kondisi pekerjaan, hubungan rekan kerja, suvervisi, prestasi,
dan kompensasi”.[13]
Jadi,
kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa kepuasan kerja dapat dinilai melalui
lima dimensi, yaitu: 1) Pekerjaan itu sendiri,
2) Gaji, 3) Kesempatan promosi, 4) Pengawasan, dan 5) Rekan kerja.
Sedangkan
pengertian kepuasan kerja itu sendiri berdasarkan beberapa pendapat para ahli
adalah sikap yang ditunjukan oleh seorang karyawan terhadap pekerjaannya, sikap
tersebut bisa positif (menyenangkan) ataupun negatif (tidak menyenangkan).
2. Karakteristik
Individu
Sumber
daya yang terpenting dalam organisasi adalah sumber daya manusia, yaitu
orang-orang yang memberikan tenaga, bakat, kreativitas, dan usaha mereka kepada
organisasi agar suatu organisasi dapat tetap menjaga eksistensinya. Setiap
manusia memiliki karakteristik individu yang berbeda antara satu dengan yang
lainnya. Berikut ini beberapa pendapat mengenai karakteristik individu.
Menurut
Sopiah, ciri-ciri yang melekat pada individu yaitu: “Karakteristik biografis
terdiri dari umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah tanggungan, dan
masa kerja”.[14]
Pendapat
Sopiah ini didukung oleh Robbins dan Nimran. Robbins mengemukakan bahwa
karateristik individu adalah:
Faktor-faktor yang mudah didefinisikan dan tersedia, data
yang dapat diperoleh sebagian besar dari informasi yang tersedia dalam berkas
personalia seorang karyawan mengemukakan karakteristik individu meliputi usia,
jenis kelamin, status perkawinan, banyaknya tanggungan dan masa kerja dalam
organisasi.[15]
Sedangkan Nimran menjelaskan bahwa perilaku
individu dapat dipahami dengan
mempelajari karakteristik individu, yaitu: “Ciri-ciri biografis yang melekat
pada diri individu antara lain: Umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah
atau banyaknya tanggungan dan masa kerja”.[16]
Terdapat kesamaan pendapat yang dikemukakan
oleh ketiga tokoh di atas. Bahwa karakteristik individu terdiri dari usia,
jenis kelamin, status perkawinan, jumlah tanggungan, dan masa kerja. Menurut
Sopiah karakteristik individu
merupakan sesuatu yang melekat pada diri individu yang dapat membedakan
individu satu dengan individu lainnya. Menurut pendapat Robbins, karakteristik
individu seorang karyawan dapat
diketahui dari berkas personalia yang ada di perusahaan. Maka dalam hal
ini perusahaan perlu memiliki data-data yang lengkap mengenai karakteristik
individu yang melekat pada karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut. Data
tentang karaktersitik individu pada karyawan memudahkan pihak personalia
ataupun pihak perusahaan dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan
karyawan. Didukung oleh pendapat Nimran yang menyatakan bahwa dengan mengetahui
dan memahami karaktersitik individu karyawan,
maka pihak perusahaan atau manajer akan lebih mudah mengidentifikasii
perilaku karyawan.
Panggabean mengemukakan pendapatnya yang lebih
beragam mengenai karakteristik individu, yaitu: “Karakteristik individu terdiri atas jenis kelamin, tingkat
pendidikan, usia, masa kerja, status perkawinan, jumlah tanggungan, dan
posisi”.[17]
Panggabean
menambahkan dua unsur pada karakteristik yang melekat pada individu, yaitu
tingkat pendidikan dan posisi seorang karyawan dalam perusahaan/ organisasi.
Pendapat ini di dasarkan pada banyak penelitian yang telah dilakukan mengenai
karakteristik individu dan hubungannya dengan sikap dan perilaku karyawan dan
diperoleh kesimpulan bahwa karaktersitik individu terdiri dari jenis kelamin,
tingkat pendidikan, usia, masa kerja, status perkawinan, jumlah tanggungan, dan
posisi.
Menurut
John M. Ivancevich et. al. variabel
individu di klasifikasikan sebagai faktor keturunan dan keanekaragaman,
kepribadian, kemampuan dan keterampilan, persepsi dan sikap.
Berhubungan
dengan konsep keturunan, keanekaragaman berkenaan dengan atribut yang
menjadikan orang berbeda dari orang lain. Enam dimensi utama (dan stabil)
mencakup usia, etnis, gender, atribut fisik, ras dan orienstasi seksual.
Dimensi kedua (dan dapat berubah) mencakup latar belakang pendidikan, status
pernikahan, keyakinan agama, kesehatan, dan pengalaman kerja.[18]
Menurut John M. Ivancevich et. al. menyatakan bahwa karakteristik individu merupakan hal-hal
yang membuat individu satu dengan individu lainnya berbeda dilihat dari
beberapa faktor, yaitu keturunan dan keanekaragaman, kepribadian, kemampuan dan
keterampilan, persepsi dan sikap. Faktor-faktor tersebut ada pada setiap diri
individu dan semua individu tidak dapat memiliki kesamaan pada semua faktor.
John M. Ivancevich et. al. juga
menggolongkan karaktersitik individu yang berasal dari faktor keturunan dan
keanekaraman kedalam dua dimensi, yaitu dimensi yang tetap atau stabil misalnya
usia dan jenis kelamin, dan dimensi yang sifatnya dapat diubah misalnya
pendidikan dan status perkawinan.
Pendapat lainnya dikemukakan oleh
Steers, yaitu: “Karakteristik individu meliputi masa kerja, tingkat pendidikan
dan kebutuhan berprestasi”.[19]
Steers menyebutkan bahwa
karakteristik individu terdiri dari tiga, yaitu masa kerja, tingkat pendidikan
dan kebutuhan berprestasi. Dari beberapa pendapat tokoh di atas, terdapat hal
berbeda yang dikemukakan oleh Steers mengenai karakteristik individu yaitu
kebutuhan berprestasi. Faktor ini juga memang harus diperhatikan oleh
perusahaan dimana setiap karyawannya mempunyai kebutuhan untuk berprestasi yang
berbeda-beda.
Agar
lebih jelas mengenai karaktersitik individu yang telah disimpulkan dari
beberapa pendapat ahli, maka akan diuraikan satu-persatu sebagai berikut:
a.
Usia
Dalam
banyak kasus, terbukti secara empiris bahwa usia seorang karyawan dapat
menentukan perilaku karyawan tersebut. Usia juga menentukan kemampuan seseorang
untuk bekerja. Menurut Siagian:
Terdapat korelasi anatara kepuasan kerja dengan
usia seorang karyawan. Artinya, kecenderungan yang sering terlihat ialah bahwa
semakin lanjut usia karyawan, tingkat kepuasan kerjanya pun biasanya semakin
tinggi.[20]
Berbagai
alasan dikemukakan untuk menjelaskan mengapa hal tersebut dapat terjadi,
diantaranya bahwa dimungkinkan bagi karyawan yang sudah lanjut usia akan
semakin sulit untuk memulai karier di tempat yang baru, sehingga mereka akan
cukup merasa puas dengan karier yang sudah ada. Sebaliknya, bagi karyawan yang
usianya lebih muda, keinginan untuk berpindah masih sangat besar.
b.
Jenis
kelamin
Pada
hakikatnya Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan berbeda. Tuhan juga
memberikan peran, tugas, dan tanggung jawab yang berbeda antara laki-laki dan
perempuan. Karena kodratnya, karyawan wanita bisa lebih sering tidak masuk
kerja dibandingkan dengan karyawan laki-laki. Miasalnya karena hamil, melahirkan,
dll. Walaupun demikian, karyawan wanita memiliki sejumlah kelebihan
dibandingkan dengan karyawan laki-laki. Karyawan wanita cenderung lebih sabar,
rajin, teliti, dan lebih disisplin.
c.
Masa
kerja
Masa
kerja seseorang yang semakin lama tidak dapat membuktikan bahwa tingkat
produktivitas karyawan tersebut akan semakin tinggi. Namun, banyak penelitian
yang menyimpulkan bahwa semakin lama karyawan bekerja maka akan semakin kecil
kemungkinan karyawan tersebut akan meninggalkan pekerjaannya.
d.
Tingkat
pendidikan
Pendidikan merupakan faktor
penting yang terdapat dalam diri individu. Tingkat pendidikan seorang karyawan
memberikan gambaran yang penting tentang sejauhmana kemampuan karyawan tersebut
untuk melaksanakan pekerjaan. Seorang manajer atau pemiliki perusahaan harus
memperhatikan tingkat pendidikan karyawan agar dapat memberikan tugas yang
sesuai dengan kemampuaanya.
Yustina Rostiawati menyatakan
bahwa: “Tingkat pendidikan adalah jenjang taraf secara kronologis yang ada pada
pendidikan formal dan pendidikan disekolah”.[21]
Menurut pendapat di atas, tingkat
pendidikan merupakan jenjang taraf secara kronologis yang dapat dilihat dari
pendidikan formal seseorang dan dalam hal ini adalah karyawan.
Sedangkan menurut Fuad Hasan,
Tingkat
pendidikan adalah pendidikan berkelanjutan yang ditetapkan berdasarkan tingkat
perkembangan peserta didik, tingkat kerumitan bahan pengajaran dan cara
menyajikan bahan pengajaran. Tingkat pendidikan sekolah terdiri dari pendidikan
dasar, pendidikan menengah, pendidikan tinggi.[22]
Menurut
Fuad Hasan, tingkat pendidikan adalah pendidikan yang dilakukan secara
berkelanjutan yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik.
Dengan kata lain tingkat pendidikan dimulai dengan pengajaran yang lebih mudah
terlebih dahulu kemudian semakin tinggi tingkat pendidikan tersebut, maka
tingkat pengajarannya pun akan semakin rumit. Dengan demikian, kemamampuan
seseorang juga akan meningkat seiring dengan semakin tingginya tingkat
pendidikan yang dimiliki.
Menurut
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional, ditinjau dari sudut tingkatan, jenjang pendidikan terdiri atas
pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan tinggi:
1)
Pendidikan
dasar, terdiri dari:
a)
Sekolah
Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah
b)
Sekolah
Menengah Pertaman/ Madrasah Tsanawiyah
2)
Pendidikan
menengah, terdiri dari:
a)
Sekolah
Menengah Atas/ Madrasah Aliyah
b)
Sekolah
menengah Kejuruan/ Madrasah Aliyah Kejuruan
3)
Pendidikan
tinggi, terdiri dari:
a)
Akademi
b)
Institut
c)
Sekolah
Tinggi
d)
Universitas
[23]
Menurut
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional, sudah sangat jelas bahwa tingkat atau jenjang pendidikan terdiri dari
tiga, yaitu: Pendidikan dasar, pendidikan menegah, dan pendidikan tinggi. Dari
tingkatan tersebut, dapat diketahui bahwa pendidikan dimulai dari sekolah dasar
samapi dengan perguruan tinggi.
e.
Status
perkawinan
Karyawan
yang belum/ tidak menikah dengan karyawan yang sudah menikah akan memmpunyai
perbedaan dalam menilai pekerjaan mereka. Begitupun dengan tingkat kepuasan
kerja karyawan tersebut. Karyawan yang
sudah menikah akan menilai penting pekerjaannya karena dia sudah memiliki
tanggungan.
f.
Jumlah
tanggungan
Jumlah
tanggungan dapat menentukan tingkat produktivitas seorang karyawan. Beberapa hasil
penelitian menyimpulkan bahwa semakin banyak jumlah tanggungan dalam keluarga
seorang karyawan, maka tingkat absensi akan semakin tinggi. Karena banyak
alasan yang dapat menjadikan karyawan untuk tidak hadir di tempat kerja.
g.
Posisi
Posisi
atau tingkat kedudukan seseorang dalam organisasi dapat menentukan tingkat
kepuasan kerjanya. Menurut Siagian menyatakan bahwa: “Semakin tinggi tingkat
kedudukan seseorang dalam suatu organisasi, pada umumnya tingkat kepuasannya
pun cenderung lebih tinggi pula”.[24]
Hal ini
dikarenakan dengan posisi atau tingkat kedudukan yang tinggi maka pengahasilan
seseorang akan menjamin taraf hidup yang layak dan dapat meningkatkat status
sosial yang lebih tinggi di masyarakat.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka
karakteristik individu merupakan hal-hal yang terdapat pada diri individu
karyawan meliputi usia, jenis kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan,
masa kerja, jumlah tanggungan dan posisi atau tingkat jabatan seseorang dalam
organisasi.
Dengan demikian, karakteristik individu dapat
diukur dengan salah satu dari indikator di atas, meliputi: Usia, jenis kelamin,
masa kerja, tingkat pendidikan, status perkawinan, jumlah tanggungan, dan
posisi.
B. Hasil
Penelitian yang Relevan
Penelitian
tentang karakteristik individu dengan kepuasan kerja pada karyawan telah banyak
dilakukan oleh peneliti sebelumnya, diantaranya oleh:
1.
Dimas
Kumorojati Alumni Fakultas Ekonomi, Universitas Muhammadiyah Purwokerto, dan
Hermin Endratno, Dosen Fakultas Ekonomi, Universitas Muhammadiayah Purwokerto
pada tahun pada tahun 2014 dengan judul “Pengaruh
Karakteristik Individu, Karakteristik Pekerjaan dan Budaya Organisasi terhadap
Kepuasan Kerja Karyawan yang Dimediasi oleh Motivasi Kerja (Studi pada Karyawan
KUD di Kabupaten Banyumas)”. Jurnal Bisnis dan Manajemen (JBIMA) vol. 2,
No, 1, Maret 2014. Hal. 58-72. ISSN: 2338-9729.
Tujuan
dari penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui apakah karakteristik individu,
karakteristik pekerjaan, dan budaya organisasi berpengaruh signifikan secara
parsial terhadap kepuasan kerja karyawan; (2) Untuk mengetahui apakah
karakteristik individu, karakteristik pekerjaan, dan budaya organisasi
berpengaruh signifikan secara parsial terhadap motivasi kerja karyawan; (3)
Untuk mengetahui apakah motivasi kerja berpengaruh signifikan secra parsial
terhadap kepuasan kerja karyawan; (4) Untuk mengetahui apakah karakteristik
individu, karakteristik pekerjaan, ddan budaya organisasi berpengaruh
signifikan secara parsial terhadap kepuasan kerja karyawan yang dimediasi oleh
motivasi kerja.
Metode
analisis yang digunakan adalah regresi intervening, koefisien determinasi
ganda, dan uji t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Karakteristik individu
berpengaruh signifikan secara parsial terhadap kepuasan kerja, karakteristik
pekerjaan tidak berpengaruh secara parsial terhadap kepuasan kerja, budaya
organisasi berpengaruh secara parsial terhadap kepuasan kerja, karakteristik
inidvidu dan budaya organisasi bernilai lebih besar dan berpengaruh secara
parsial dari pasa melalui mediasi motovasi.
Dari
hasil perhitungan menunjukkan: (1) Karakteristik individu memiliki nilai
sebesar 3,96 artinya responden memiliki karakteristik individu yang baik
mempunyai nilai yang baik secara dari rata-rata, namun yang sangat baik hanya
bernilai 43,8%. Sedangkan dari skor kepuasan kerja 4,13 mempunyai nilai yang
baik secara rata-rata, namun dari nilai yang menyatakan puas hanya 53,4%. Hal
ini menunjukan bahwa perusahaan perlu meningkatkan atau memperhatikan
karakteristik individu agar dapat meningkatkan kepuasan kerja; (2)
Karakteristik pekerjaan mempunyai nilai skor sebesar 4,02 mempunyai nilai baik
secara rata-rata, namun yang sangat baik hanya bernilai 68,5%; (3) Rata-rata
nilai budaya organisasi sebesar 4,35 yang menunjukan sudah baik dan juga
dibuktikan dengan nilai keseluruhan budaya organisasi sebesar 89,0%; (4) Nilai
rata-rata skor motivasi 4,03 dan nilai keseluruhan motivasi sebesar 50,7%
sehingga motivasi karyawan perlu ditingkatkan kembali untuk meningkatkan
kepuasan kerja.
Pengujian
hipotesis H1, H2, H3, dan H4 dalam
penelitian ini menggunakan rumus uji t. (1) Berdasarkan analisis data terbukti
bahwa secara simultan karakteristik individu, karakteristik pekerjaan, dan
budaya organisasi berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja
karyawan. Hal ini ditunjukan dengan nilai signifikan uji F sebesar 0,000 kurang
dari 0,05. Nilai adjusted R2
sebesar 0,763 (76,3%), hal ini berarti varaibel karakteristik individu,
karaktersitik pekerjaan, dan budaya
organisasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja sebesar 76,3% sedangkan sisanya
23,7% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini;
(2) Hipotesis kedua menunjukan bahwa
secara simultan karakteristik individu, karakteristik pekerjaan, dan budaya
organisasi berpengaruh signifikan terhadap motvasi kerja karyawan. Hal ini
ditunjukan dengan nilai signifikan uji F sebesar 0,000 kurang dari 0,05. Nilai adjusted R2 sebesar 0,753
(75,3%) hal ini berarti variabel karakteristik individu, karakteristik
pekerjaan, dan budaya organisasi berpengaruh terhadap motivasi kerja sebesar
75,3%. Sedangkan sisanya sebesar 24,7% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini; (3)
Nilai signifikan variabel motivasi sebesar 0,000 kurang dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa motivasi
berpengaruh langsung terhadap kepuasan kerja. Nilai adjusted R2 sebesar 0,781 (78,1%) hal ini berarti
variabel motivasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja sebesar 78,1% sedangkan sisanya 21,9% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak
diteliti dalamm penelitian ini; (4) Hipotesis keempat yang menyatakan bahwa
karaktersitik individu, karakteristik
pekerjaan dan budaya organisasi berpengaruh signifikan secara parsial terhadap
kepuasan kerja dengan dimediasi oleh kepuasan kerj, ditolak. Hal inni karena
hanya karakteristik pekerjaan yang baik dimediasi oleh motivasi, sedangkan
karakteristik individu dan budaya organisasi lebih baik tanpa melalui mediasi.
2.
Zaenal
Arifin S., dari Universitas Muslim Indonesia Makassar, dan Eka Afnan Troena,
Armanu Thoyib dan Umar Nimran dari Universitas Brawijaya Malang, pada tahun
2010 melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh
Karaktersitik Individu, Stress Kerja, Kepercayaan Organisasional terhadap Intention To Stay melalui Kepuasan Kerja
dan Komitmen Organisai (Studi pada Dosen Tetap Yayasan PTS Makassar)”.
Terakreditasi SK Dirjen DIKTI No. 43/DIKTI/KEP/2008. ISSN: 1693-5241.
Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Pengaruh karaktersitik
inidividu terhadap kepuasan kerja; (2) Pengaruh kepercayaan organisasi terhadap
kepuasan kerja; (3) Pengaruh karakteristik individu terhadap komitmen
organisasi; (4) Pengaruh stres kerja terhadap komitmen organisasi; (5) Pengaruh
kepuasan kerja terhadap komitmen organisasi; (6) Pengaruh kepuasan kerja
terhadap intention to stay; (7) Pengaruh
komitmmen organisasi terhadap intention
to stay; (8) Pengaruh stres kerja terhadap kepuasan kerja; (9) Pengaruh
kepercayaan oragnisasi terhadap komitmen organisasi.
Analisis
statistik dengan menggunakan statistik inferensial untuk menguji pengaruh
antara varaibel independen dan variabel dependen. Analisi yang digunakan untuk
menjawab hipotesis dalam penelitian ini menggunakan Model Persamaan Struktur (Structure Equation Model atau SEM).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Karakteristik individu mempunyai
pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja; (2) Kepercayaan
organisasi mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja;
(3) Karakteristik individu mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap
komitmen organisasi; (4) Stres kerja mempunyai pengaruh positif dan signifikan
terhadap komitmen organisasi; (5) Kepuasan kerja mempunyai pengaruh positif dan
signifikan terhadap komitmen organisasi; (6) Kepuasan kerja mempunyai pengaruh
positif dan signifikan terhadap intention
to stay; dan (7) Komitmen organisasi
mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap intention to stay.
Dari
hasil perhitungan menunjukkan 7 hipotesis berpengaruh positif dan signifikan
dan 2 hipotesis tidak berpengaruh positif dan signifikan. Hipotesis yang
menujukan adanya pengaruh positif dan signifikan diantaranya adalah: (1)
Karaktersitik inidividu berpengaruh terhadap kepuasan kerja; (2) Kepercayaan
organisasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja; (3) Karakteristik individu
berpengaruh terhadap komitmen organisasi; (4) Stres kerja berpengaruh terhadap
komitmen organisasi; (5) Kepuasan kerja berpengaruh terhadap komitmen
organisasi; (6) Kepuasan kerja berpengaruh terhadap intention to stay; (7) Komitmmen organisasi berpengaruh terhadap intention to stay. Sedangkan 2 hipotesis
yang menujukan tidak ada pengaruh positif dan signifikan adalah: (1) Stres
kerja terhadap kepuasan kerja; (2) Kepercayaan oragnisasi terhadap komitmen
organisasi.
3.
Ni Putu
Nursiani (Mahasiswa Program MM PPSUB), Armanu
Thoyib dan Achmad Sudiro (Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UB)
melakukan penelitian yang berjudul, “Karakteristik
Pembentuk Motivasi Kerja dan Hubungannya dengan Kepuasan Kerja Pegawai pada
Pemerintah Kabupaten Bandung-Bali”. Wacana Vol. 13 No. 3. Juli 2010. ISSN:
1411-0199.
Tujuan
dari penelitian ini adalah: (1) Untuk menganalisis pengaruh dari karaktersitik
individu terhadap motivasi kerja pegawai; (2) Untuk menganalisis pengaruh dari
karaktersitik pekerjaan terhadap motivasi kerja pegawai; (3) Untuk menganalisis
pengaruh dari karaktersitik organisasi terhadap motivasi kerja pegawai; (4)
Untuk menganalisis pengaruh dari karaktersitik individu terhadap kepuasan kerja
pegawai; (5) Untuk menganalisis pengaruh dari karaktersitik pekerjaan terhadap
kepuasan kerja pegawai; (6) Untuk menganalisis pengaruh dari karaktersitik
organisasi terhadap kepuasan kerja pegawai; (7) Untuk menganalisis hubungan
antara motivasi kerja dengan kepuasan kerja pegawai.
Teknik
analisis yang dugunakan adalah Structural
Equation Modelling (SEM) yang merupakan pendekatan terintegrasi antara
analisis faktor, model struktural dan analisis path. Hasil perhitungan
hipotesis menunjukkan sebagai berikut: (1) Hipotesis 1 yang menyatakan ada
pengaruh positif dan signifikan antara karakteristik individu dengan motivasi
kerja diterima karena dari hasil pengujian menghasilkan pengaruh positif dan
signifikan (p=0,123); (2) Hipotesis 2 yang menyatakan ada pengaruh positif dan
signifikan antara karakteristik pekerjaan dengan motivasi kerja ditolak karena
dari hasil pengujian menghasilkan pengaruh negatif dan tidak signifikan
(p=0,290); (3) Hipotesis 3 yang menyatakan ada pengaruh positif dan signifikan
antara karakteristik organisasi dengan motivasi kerja diterima karena dari
hasil pengujian menghasilkan pengaruh positif dan signifikan (p=0,050); (4)
Hipotesis 4 yang menyatakan ada pengaruh positif dan signifikan antara
karakteristik individu dengan kepuasan kerja diterima karena dari hasil
pengujian menghasilkan pengaruh positif dan signifikan (p=0,058); (5) Hipotesis
5 yang menyatakan ada pengaruh positif dan signifikan antara karakteristik
pekerjaan dengan kepuasan kerja ditolak karena dari hasil pengujian
menghasilkan pengaruh negatif tetapi signifikan (p=0,086); (6) Hipotesis 6 yang
menyatakan ada pengaruh positif dan signifikan antara karakteristik organisasi
dengan kepuasan kerja diterima karena dari hasil pengujian menghasilkan
pengaruh positif dan signifikan (p=0,041); (7) Hipotesis 7 yang menyatakan ada
hubungan positif dan signifikan antara motivasi kerja dengan kepuasan kerja
ditolak karena dari hasil pengujian menghasilkan hubungan positif tetapi tidak
signifikan (p=0,417).
C. Kerangka
Teoretik
Kepuasan kerja pada karyawan merupakan hal
harus diperhatikan oleh perusahaan. Untuk itu, pihak manajer ataupun perusahaan
harus mengetahui dengan baik hal-hal apa saja yang dapat mempengaruhi kepuasan
kerja pada karyawan.
DeSantis
dan Durst, mengemukakan bahwa kepuasan kerja dapat dipengaruhi oleh
faktor-faktor yang dapat dikelompokkan ke dalam 4 kelompok, yaitu: 1) Monetary, nonmonetary, 2) Karakteristik
pekerjaan (job characteristic), 3)
Karakteristik kerja (work characteristic),
4) Karakteristik individu.[25]
Menurut DeSantis dan Durst, terdapat empat
faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja. Faktor yang pertama yaitu monetary dan nonmonetary, yaitu bahwa kepuasan kerja dapat di pengaruhi oleh
hal-hal yang berhubungan dengan uang dan hal-hal yang tidak berhubungan dengan
uang.
Faktor yang kedua dan ketiga adalah
karakteristik pekerjaan dan karakteristik kerja. Kedua istilah tersebut
terlihat memiliki pengertian yang sama, namun karakteristik pekerjaan berbeda
dengan karaktersitik kerja. Karaktersitik pekerjaan berkaitan dengan pekerjaan
itu sendiri dimana hal tersebut berkaitan dengan cara bagaimana karyawan
menilai tugas-tugas yang ada dalam pekerjaannya. Sedangkan karakteristik kerja
adalah factor yang didua dapat membantu atau menghalangi karyawan dalam
pelaksanaan tugas-tugasnya.
Faktor yang keempat adalah karakteristik
individu. Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa karakteristik individu
merupakan hal-hal yang terdapat pada diri individu yang membedakan individu
satu dengan yang lainnya. Berdasarkan perbedaan yang dimiliki oleh individu
tersebut, maka setiap individu juga akan memiliki kepuasan keja yang
berbeda-beda dan hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor yang ada pada diri
individu.
Selanjutnya, Glison dan Durick juga Rousseau
mengemukakan bahwa:
Variabel-variabel
yang berkaitan dengan faktor-faktor kepuasan kerja dapat dikelompokan ke dalam
tiga (3) kelompok, yaitu karakteristik pekerjaan, karakteristik organisasi, dan
karakteristik individu.[26]
Menurut pendapat ketiga tokoh di atas, bahwa
terdapat tiga kelompok yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu karakteristik
pekerjaan, karakteristik organisasi, dan karakateristik individu. Hal ini
berarti, kepuasan kerja dapat dipengaruhi oleh bagaimana pekerjaan itu sendiri,
bagaimana keadaan oragnisasi atau perusahaan tempat karyawan bekerja, dan
bagaimana karakter bawaaan yang terdapat dalam diri karyawan sebagai inidividu.
Menurut
penelitian yang
dilakukan oleh Yusniar Lubis, memperoleh hasil: “Terdapat pengaruh
yang signifikan secara parsial, baik secara langsung maupun tidak langsung dari
variabel karakteristik individu karyawan terhadap kepuasan kerja karyawan”.[27]
Penelitian lain yang dilakukan oleh Eva L. Tumewu, Bode Lumanauw dan Imelda Ogi,
menyatakan bahwa: “Karakteristik individu berpengaruh positif
terhadap kepuasan kerja karyawan”.[28]
Kedua penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya menunjukan bahwa karakteristik individu berpengaruh positif,
parsial, langsung maupun tidak langsung dengan kepuasan kerja karyawan. Hal ini
berarti, bahwa karaktersitik individu dapat mempengaruhi kepuasan kerja pada
karyawan dan telah didukung oleh penelitian-penelitian terdahulunya.
Nicholson menyatakan bahwa: “Hubungan antara
kepuasan kerja dengan ketidakhadiran pada umumnya dapat dipengaruhi oleh
karakteristik individu, misalnya usia dan masa kerja”.[29]
Nicholson menyatakan bahwa kepuasan kerja
dipengaruhi oleh karaktersitik individu, dan secara tegas menyatakan bahwa
karakteristik individu yang dimaksud adalah usia dan masa kerja. Banyak para
ahli menyatakan bahwa usia mempengaruhi kepuasan kerja pada karyawan. Karyawan
yang sudah lanjut usia biasnya akan merasa lebih puas dibanding dengan karyawan
yang masih muda. Begitu juga masa kerja, karyawan yang sudah lam bekerja
cenderung tidak akan berpindah dari pekerjaannya dan akan merasa puas.
Mangkunegara mengemukakan lebih rinci mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, bahwa:
Ada
dua faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu faktor yang ada pada diri
karyawan dan faktor pekerjaannya. Faktor yang ada pada diri karyawan yaitu
kecerdasar (IQ), kecakapan khusus, umur, jenis kelamin, kondisi fisik,
pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian, emosi, cara berfikir,
persepsi, dan sikap kerja. Sedangkan
faktor pekerjaan yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat
(golongan), kedudukan, mutu pengawasan, jaminan keuangan, kesempatan promosi
jabatan, interaksi sosial, dan hubungan kerja.[30]
Menurut mangkunegara, faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja terdiri dari dua faktor, yaitu faktor yang terdapat
dalam diri karyawan dan faktor yang berasal dari pekerjaan.
Selanjutnya, Kreitner dan Kinicki
menyatakan bahwa: “Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan
mempengaruhi pola pikir yang nantinya berdampak pada tingkat kepuasan kerja”.[31]
Tingkat pendidikan seseorang
dapat mempengaruhi kepuasan kerja, hal ini dikarenakan semikin tingginya
tingkat pendidikan seseorang maka kemampuannya pun akan bertambah. Tingkat
pendidikan dan kepuasan kerja berbanding terbalik. Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang maka tingkat kepuasan kerjanya pun akan semakin
rendah. Sebaliknya, karyawan yang
tingkat pendidikannya relatif rendah akan lebih cepat merasa puas. Pendapat
tersebut didukung oleh pendapat yang dikemukakan oleh Wexley dan Yukl,
menyebutkan bahwa: “Semakin tinggi tingkat pendidikan maka tuntutan-tuntutan
terhadap aspek-aspek kepuasan kerja di tempat kerjanya akan semakin meningkat”.[32]
Wexley dan Yukl menyatakan bahwa
semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin besar pula
tuntutan-tuntunan terhadap pekerjaannya, hal ini bisa dijadikan sebagai salah
satu faktor tingkat kepuasan kerja menjadi rendah.
D. Perumusan
Hipotesis
Terdapat
hubungan yang negatif antara karakteristik individu yang dinilai melalui
tingkat pendidikan dengan kepuasan kerja pada karyawan, artinya semakin tinggi
tingkat pendidikan seorang karyawan, maka akan semakin rendah tingkat kepuasan
kerjanya.
BAB III
METODOLOGI
PENELITIAN
A. Tujuan
Penelitian
Berdasarkan masalah-masalah yang
peneliti rumuskan, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendapat pengetahuan
yang tepat (sahih, benar, valid) dan dapat dipercaya (dapat diandalkan,
reliabel) tentang hubungan antara karakteristik individu dengan kepuasan kerja
pada karyawan PT. XXX.
B. Tempat
dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada karyawan PT. XXX yang beralamat di Ruko Bumi
Satria Kencana No. C-6, Jalan Raya Kalimalang Bekasi Selatan 17144. Peneliti memilih PT. XXX
karena memiliki banyak informasi dan
data yang mendukung serta sesuai dengan penelitian.
Penelitian ini dilaksanakan
selama dua bulan terhitung pada bulan Maret 2015 sampai dengan bulan April
2015. Waktu tersebut dipilih karena
dinilai cukup kondusif bagi peneliti untuk melakukan penelitian.
C. Metode
Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode survei dengan pendekatan korelasional untuk mengetahui hubungan
antara variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat.
Penelitian
survei merupakan suatu penelitian kuantiatif dengan menggunakan pertanyaan
terstruktur/sistematis yang sama kepada banyak orang, untuk kemudian seluruh
jawaban yang diperoleh peneliti dicatat, diolah, dan dianalisis. Pertanyaan
terstruktur/sistematis tersebut dikenal denngan istilah kuesioner.[33]
Dalam
penelitian ini yang menjadi variabel bebas (Variabel X) adalah karakteristik individu dan variabel terikatnya
(Variabel Y) adalah kepuasan kerja sebagai variabel yang dipengaruhi.
Kemudian, dibuat konstelasi hubungan antar
variabel yang digunakan untuk memberikan arah atau gambaran dari penelitian.
Konstelasi hubungan antar variabel digambarkan sebagai berikut:
Gambar
III.1
Konstelasi
Hubungan Antar Variabel
Keterangan:
X =
Variabel Bebas (Karakteristik Individu)
Y =
Variabel Terikat (Kepuasan Kerja)
=
Arah Hubungan
Dengan
asumsi:
Variabel bebas (X) akan berhubungan dengan
variabel terikat (Y), yaitu apabila terjadi perubahan pada variabel X, maka
akan diikuti perubahan pada variabel Y. Adapun perubahan yang terjadi bersifat
negatif. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang diajukan, yaitu terdapat hubungan
negatif antara variabel X terhadap variabel Y.
D. Populasi
dan Teknik Sampling
Populasi yang diambil dalam
penelitian ini adalah karyawan
PT. XXX sebanyak 162
orang. Berdasarkan tabel Isaac
dan Michael dengan tingkat kesalahan sebesar 5%, maka sampel yang diambil adalah 110 orang.
Teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah teknik sampel acak proporsional (Proportional Random Sampling), yaitu sampel yang diambil diwakili
sesusai dengan perbadingan (proporsi) frekuensinya di dalam populasi
keseluruhan. Perhitungan pengambilan sampel penelitian dapat dilihat pada tabel
III.1 berikut:
Tabel
III.1
Perhitungan
Jumlah Sampel Penelitian
Sumber: Data diolah peneliti
E. Teknik
Pengumpulan Data
1. Kepuasan
Kerja
a. Definisi Konseptual
Kepuasan
kerja adalah sikap yang ditunjukan oleh seorang karyawan terhadap pekerjaan itu
sendiri, gaji, kesempatan promosi,
pengawasan, dan rekan kerja, sikap tersebut bisa positif (menyenangkan) ataupun
negatif (tidak menyenangkan).
b. Definisi Operasional
Kepuasan
kerja merupakan data primer yang diukur menggunakan skala likert yang mencerminkan dimensi,
yaitu: 1) Pekerjaan itu sendiri, 2)
Gaji, 3) Kesempatan promosi, 4) Pengawasan, dan 5) Rekan kerja.
c. Kisi-Kisi Instrumen Kepuasan
Kerja
Tabel III.1
Kisi-Kisi Instrumen Kepuasan
Kerja
Variabel
Y |
Dimensi |
|
Kepuasan
Kerja |
Pekerjaan itu sendiri |
|
Gaji |
|
|
Kesempatan promosi |
|
|
Pengawasan |
|
|
Rekan kerja |
|
Pengisian
kuesioner menggunakan skala likert dengan
5 alternatif jawaban yang telah disediakan. Dari 5 alternatif jawaban tersebut,
mempunyai nilai 1 sampai dengan 5 dengan kriteria sebagai berikut:
Tabel III.2
Skala Penilaian terhadap Kepuasan
Kerja
No. |
Alternatif
Jawaban |
Bobot
Skor |
|
Positif |
Negatif |
||
1. |
Sangat Setuju |
5 |
1 |
2. |
Setuju |
4 |
2 |
3. |
Ragu-Ragu |
3 |
3 |
4. |
Tidak Setuju |
2 |
4 |
5. |
Sangat Tidak Setuju |
1 |
5 |
2. Karakteristik
Individu
a. Definisi Konseptual
Karakteristik
individu merupakan hal-hal yang terdapat pada diri individu karyawan meliputi
usia, jenis kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan, masa kerja, jumlah
tanggungan dan posisi atau tingkat jabatan seseorang dalam organisasi.
b. Definisi Operasional
Karakteristik
individu
merupakan
data
sekunder yang di dapat dari data perusahaan kemudian diolah oleh peneliti.
Indikator yang digunakan adalah tingkat pendidikan dengan sub indikator
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
F. Teknik
Analisis Data
1. Mencari
Persamaan Regresi:
2. Uji
Persyaratan Analisis (Uji Normalitas Galat Taksiran)
3. Uji
Hipotesis
a.
Uji
Keberartian Regresi
b.
Uji
Linieritas Regresi
c.
Uji
Koefisien Korelasi
d.
Uji
Keberartian Koefisien Korelasi (Uji t)
e. Uji Koefisien Determinasi
[1]Fandi
Sido, Pekerja di Indonesia paling tidak
puas. Menggapa? (http://m.kompasiana.com/post/read/450763/2/pekerja-di-indonesia-paling-tidak-puas-mengapa.html,
31 Meret 2012) diakses pada 17 Januari 2015.
[2] Stephen P.
Robbins, Perilaku Organisasi Edisi 10,
Alih Bahasa Banyamin Molan (Jakarta: Indeks, 2006), p. 103
[3] Mutiara S.
Panggabean, Manajemen Sumber Daya Manusia
(Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), p. 128
[4] Sondang P.
Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia
(Jakarta: Bumi Aksara, 2012), p. 295
[5] Didit Darmawan, Prinsip-Prinsip Perilaku Organisasi
(Surabaya: Pena Semesta, 2013), p. 58
[6] Ibid., p. 58
[7] Fred Luthans, Perilaku Organisasi Edisi 10, Terjemah
Vivin Andhika, dkk (Yogyakarta: ANDI, 2006), p. 243
[8] Sopiah, Perilaku Organisasi (Yogyakarta: ANDI,
2008), p. 170
[9] Fred Luthans, op. cit., p. 243
[10] Stephen P.
Robbins, op. cit., p. 105
[11] Mutiara S.
Panggabean, op. cit., p. 129
[12] Stephen P.
Robbins, op. cit., p. 103
[13] Didit Darmawan, op. cit., p. 5
[14] Sopiah, op. cit., p. 14-15
[15] Stephen P.
Robbins, op. cit., p. 47
[16] Akhmad Subkhi
dan Mohammad Jauhar, Pengantar Teori dan
Perilaku Organisasi (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2013), p. 24-27
[17] Mutiara S.
Panggabean, op. cit., p. 18
[18] John M.
Ivancevich, Robert Konopaske, dan Michael T. Matteson, Perilaku dan Manajemen Organisasi, Edisi ke-7, Jilid 1, Alih Bahasa
Gina Gania (Jakarta: Erlangga, 2007), p. 84
[19] Gibson et. al., Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses, edisi ke-5 cetakan ke-5
(Jakarta: Erlangga, 2007), p. 223
[20] Sondang P.
Siagian, op. cit., p. 298
[21] Yustina
Rostiawati, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan,
(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002), p. 5
[22] Fuad Hasan, Dasar-Dasar Kependidikan (Jakarta:
Rineka Cipta, 2005), p. 22
[23] Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2008), p. 53
[24] Sondang P.
Siagian, loc, cit.
[25] Mutiara S.
Panggabean. op. cit., p. 130
[26] Mutiara S.
Panggabean. op. cit., p. 129
[27] Yusniar Lubis, Pengaruh Karakteristik Individu, Karakteristik
Pekerjaan, Iklim Organisasi terhadap Kepuasan dan Kinerja Karyawan, Trikonomika
Volume 11, No. 2, Desember 2012, Hal. 212–228. ISSN 1411-514X. Fakultas
Pascasarjana Universitas Pasundan
[28] Eva L.
Tumewu, et. al., Karakteristik Individu, Karakteristik Pekerjaan, dan Karakteristik
Organisasi terhadap Kepuasan Kerja Karyawan pada Event Organizer Reborn
Creative Center Manado. Jurnal
EMBA Vol.2 No.1 Maret 2014, Hal. 532-542. ISSN 2303-1174
[29] Mutiara S.
Panggabean. op. cit., p. 142
[30] Mangkunegara, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), p. 120
[31] Robert Kreitner
dan Angelo Kinicki, Perilaku Oraganisasi (Jakarta: Salemba Empat, 2003), p. 277
[32] Wexley, Kenneth
N. dan Gary A. Yukl, Perilaku Organisasi
dan Psikologi Personalia (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), p. 149
[33]
Bambang Prasetyo, Lina Miftahul Jannah, Metode
Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi (Jakarta: Rajagrafindo Persada,
2011), p. 143
Tidak ada komentar:
Posting Komentar