Jumat, 04 Juni 2021

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN KEPUASAN KERJA PADA KARYAWAN PT. XXX

Ani Atih

8105118050

 

DP 1: ..................

DP 2: ............

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.     Latar Belakang Masalah

Sukses tidaknya suatu organisasi, sangat tergantung dari aktivitas dan kreatifitas sumber daya manusianya. Untuk itu hal utama yang harus diperhatikan oleh manajer suatu perusahaan adalah bagaimana membuat karyawan merasa puas dengan pekerjaannya. Untuk dapat meningkatkan kepuasan kerja karyawan pihak manajemen perusahaan harus dapat mengambil kebijakan yang bertitik tolak pada pemahaman faktor-faktor yang dapat berpengaruh pada kepuasan kerja karyawan, dan ini dapat dijadikan dasar dalam mengambil kebijakan dalam pengembangan sumber daya manusia.

 

Pembahasan mengenai kepuasan kerja perlu didahului oleh penegasan bahwa masalah kepuasan kerja bukanlah hal yang sederhana, baik dalam arti konsepnya maupun arti analisisnya, karena kepuasan mempunyai konotasi yang beranekaragam.

 

Accenture, sebuah lembaga konsultasi bisnis dan manajemen asal Amerika Serikat mengeluarkan hasil studi terbaru mereka pada 8 Maret 2012. Studi yang mempelajari tingkat kepuasan kerja pada karyawan menunjukan, hanya 18 persen dari kelompok responden karyawan di Indonesia yang menyatakan puas dengan kualitas kehidupan serta kebahagiaannya di tempat kerja. Ini menempatkan Indonesia di posisi paling bawah tingkat kepuasan para pekerjanya.[1]

 

Berdasarkan hasil survei di atas adalah diperoleh fakta bahwa sebagian besar tenaga kerja di Indonesia tidak merasa puas dengan pekerjaannya. Hal perlu menjadi perhatian mengingat kepuasan kerja mempunyai peranan yang sangat penting bagi suatu perusahaan. Kasus ini juga terjadi pada PT. XXX dimana sebagian besar karyawannya belum merasa puas dengan pekerjaannya. 

 

PT. XXX merupakan perusahaan yang bergerak dibidang jasa pengurusan transportasi meliputi kegiatan mewakili kepentingan pemilik barang untuk mengurus semua kegiatan yang diperlukan bagi terlaksananya pengurusan dan penerimaan barang melalui transportasi, pengepakan, penandaan, pengukuran, penimbangan, pengurusan, penyelesaian, dokumen, penerbitan dokumen angkutan, perhitungan biaya angkutan, klaim, asuransi atas pengiriman barang serta penyelesaian tagihan dan biaya-biaya lainnya berkenaan dengan pengiriman barang-barang tersebut sampai diterimanya barang oleh yang berhak menerimanya.

 

Setelah melakukan wawancara dan survei awal tentang kepuasan kerja karyawan, peneliti menemukan bahwa kepuasan kerja karyawan PT. XXX masih sangat rendah. Banyak faktor yang mendorong mengapa hal tersebut dapat terjadi. Faktor yang pertama adalah tingginya jam kerja karyawan, sehingga waktu karyawan banyak dihabiskan di tempat kerja.  Akibatnya, karyawan kurang bisa mengaktualisasikan dirinya untuk kegiatan lain termasuk waktu bersama keluarga. Ketidakseimbangan antara waktu bekerja dan waktu bersama keluarga dapat menjadikan kepuasan kerja pada karyawan rendah. Jam kerja karyawan secara rinci dapat dilihat pada tabel I.1 berikut ini.

 

Tabel I.1

Jam Kerja Karyawan PT. XXX

No.

Bagian

Jam Kerja

Keterangan

1.       

Karyawan Kantor

(Staff dan OB)

Senin-Jumat

Pukul 09.00-18.00 WIB

Hari minggu libur. Jam kerja bisa bertambah sesuai banyaknya pekerjaan.

Sabtu

Pukul 09.30-15.00 WIB

2.       

Gudang, Maintenance, Checker

Setiap Hari

Shift 1: Pukul 09.00-21.00 WIB

Shift 2: 21.00-09.00 WIB

Hari libur hanya pada saat perpindahan shift.

3.       

Kurir, Driver

Menyesuaikan

 

Sumber: PT. XXX

 

Berdasarkan tabel I.1 di atas dapat terlihat bahwa jam kerja karyawan di PT. XXX sangat tinggi dan berbeda dengan jam kerja pada umumnya. Hal ini dikarenakan karena kegiatan perusahaan sendiri yang bergerak dibidang ekspedisi.

 

Faktor yang kedua yang menyebabkan kepuasan kerja karyawan di PT. XXX masih rendah adalah faktor gaji yang masih rendah. Setelah melakukan wawancara dengan beberapa karyawan, ternyata sebagian besar gaji karyawan masih berada di bawah upah minimum regional (UMR), dan hanya staff kantor saja yang gajinya sudah mencapai UMR. Perbandingan jumlah karyawan gaji karyawan yang sudah dan belum mencapai UMR dapat dilihat pada tabel I.2 berikut.

 

Tabel I.2

Perbandingan Gaji Karyawan Berdasarkan UMR

Sumber: Data diolah peneliti

 

Faktor gaji tersebut menyebabkan banyak karyawan yang tidak bisa terdaftar sebagai peserta jaminan tenaga kerja di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJSTK). Hal tesebut juga merupakan faktor ketiga yang menyebabkan karyawan yang merasa kurang puas dengan pekerjaannya, yaitu bagi karyawan yang gajinya belum mencapai UMR tidak bisa terdaftar sebagai peserta BPJSTK. Dengan demikian karyawan bagian gudang, maintenance, OB, kurir, checker, driver tidak terlindungi oleh jaminan tenaga kerja. Padahal pekerjaan yang dilakukan mempunyai resiko yang cukup tinggi.

 

Faktor yang terakhir adalah rendahnya kesempatan karyawan untuk mendapatkan kesempatan promosi. Hal ini dikarenakan PT. XXX merupakan perusahaan keluarga yang seluruh direksi atau pimpinannya pun masih satu keluarga. Sehingga sangat kecil kemungkinannya bagi bawahan untuk bisa menduduki posisi tersebut. Selain itu, struktur organisasi perusahaan juga masih sangat kecil dan hanya terdapat dua manajer, yaitu manajer operasional dan manajer finance dan membawahi beberapa staff.

 

PT. XXX juga kurang memperhatikan karakteristik individu dari karyawannya, terutama tingkat pendidikan. Terbukti ketika peneliti meminta data berkaitan dengan tingkat pendidikan karyawan, data tidak tersedia di bagian HRD perusahaan. Sehingga saat itu juga peneliti melakukan rekap tentang pendidikan karyawan. Pada karyawan bagian tertentu misalnya bagian gudang dan driver, tingkat pendidikan karyawan bukan hal yang paling utama untuk dilihat sebagai syarat menjadi karyawan, hal yang terpenting adalah kemampuan dan pengalaman karyawan yang sesuai dengan bidangnya.

 

Berdasarkan uraian di atas, maka pada kesempatan kali ini peneliti tertarik dan bermaksud untuk meneliti mengenai masalah kepuasan kerja pada karyawan di PT. XXX.

 

B.     Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dikemukakan bahwa rendahnya kepuasan kerja karyawan, dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:

 

1.      Rendahnya gaji karyawan.

2.      Rendahnya keseimbangan antara kehidupan pribadi dengan pekerjaan.

3.      Rendahnya tingkat promosi karyawan.

4.      Perusahaan kurang memperhatikan jaminan kerja karyawan.

5.      Perusahaan kurang menyadari karakteristik-karaktersitik yang terdapat pada diri individu karyawan.

 

C.     Pembatasan Masalah

Dari identifikasi masalah di atas, ternyata masalah kepuasan kerja karyawan memiliki penyebab yang sangat luas. Karena keterbatasan yang dimiliki peneliti dari segi dana dan waktu, maka penelitian ini dibatasi hanya pada masalah: “Hubungan antara karakteristik individu dilihat dari faktor tingkat pendidikan karyawan dengan kepuasan kerja pada karyawan”.

 

D.     Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dapat dirumuskan sebagai berikut: “Apakah terdapat hubungan antara karakteristik individu dilihat dari faktor tingkat pendidikan karyawan dengan kepuasan kerja pada karyawan?”

 

E.     Kegunaan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

 

1.      Peneliti

Untuk menambah pengetahuan peneliti mengenai hubungan antara karakteristik individu dengan kepuasan kerja pada karyawan.

 

2.      PT. XXX

Sebagai salah satu masukan bagi perusahaan untuk mengatasi masalah kepuasan kerja pada karyawan yang disebabkan oleh kurangnya perusahaan menyadari karakteristik-karaktersitik pada diri individu karyawan.

 

 

3.      Fakultas Ekonomi UNJ

Sebagai salah satu masukan bagi Fakultas Ekonomi UNJ untuk meningkatkan kualitas lulusan sebagai sumber daya manusia yang siap menghadapi tantangan dunia kerja.

 

BAB II

KAJIAN TEORETIK

 

A.     Deskripsi Konseptual

1.      Kepuasan Kerja

Pada dasarnya, kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individu dan setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda tergantung dengan kebutuhan yang diinginkan, dimiliki, dicapai, dan dinikmati. Robbins mengemukakan pendapatnya tentang kepuasan kerja yaitu: “Suatu sikap umum seorang individu terhadap pekerjaanya”.[2]

 

Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Brayfield, Arthur H. dan Harold F. Rothe, yang beranggapan bahwa: “Kepuasan kerja dapat diduga dari sikap seseorang terhadap pekerjaannya”.[3]

 

Kedua definisi tersebut sangat luas. Sikap umum dan anggapan yang muncul dari individu dapat berupa negatif ataupun positif. Seorang karyawan yang menunjukan sikap positif terhadap pekerjaannnya berarti karyawan tersebut memiliki tingkat kepuasan yang tinggi terhadap pekerjaannya. Begitupun sebaliknya, ketika karyawan tidak merasakan kepuasan pada pekerjaannya maka karyawan tersebut akan menunjukan sikap yang negatif terhadap pekerjaannya.

 

Sondang P. Siagian menyatakan lebih jelas mengenai hal tersebut, yaitu: “Kepuasan kerja merupakan suatu cara pandang seseorang, baik yang bersifat positif maupun bersifat negatif tentang pekerjaannya”.[4]

 

Sama halnya dengan Schemerhorn et. al, menyatakan bahwa:

 

Kepuasan kerja didefinisikan sebagai suatu kondisi tentang sejauh mana karyawan merasakan secara positif atau negatif dari berbagai ragam dimensi dari tugas-tugas yang terkait dengan pekerjaannya.[5]

 

Handoko juga manyatakan bahwa: “Kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan ketika karyawan memandang pekerjaan mereka”.[6]

 

Ketiga pendapat ahli di atas menyatakan hal yang sama tentang kepuasan kerja, bahwa kepuasan kerja adalah sikap positif atau menyenangkan dan sikap negatif atau tidak menyenangkan yang dicerminkan dari sikap karyawan terhadap pekerjaannya. Sikap positif yang ditunjukan oleh karyawan dapat berupa kinerja yang lebih baik dalam bekerja, tingkat kehadiran yang tinggi, semangat dalam bekerja, dan keinginan berpindah yang rendah. Sedangkan sikap negatif dapat ditunjukan dengan sikap yang sebaliknya yaitu, kinerja yang rendah, tingkat kehadiran yang rendah, kurang semangat dalam bekerja, dan keinginan berpindah yang tinggi.

 

Untuk menganalisis kepuasan kerja merupakan hal yang tidak sederhana. Meskipun secara teori dijelaskan bahwa kepuasan kerja pada karyawan dapat dinilai dari sikap karyawan terhadap pekerjaannya, namun banyak faktor yang perlu mendapat perhatian dalam menganalisis kepuasan kerja pada karyawan. Dengan kata lain, pemahaman yang lebih tentang kepuasan kerja akan terwujud apabila mengaitkan faktor-faktor lain yang berhubungan dan dapat dijadikan landasan untuk menganalisis tingkat kepuasan kerja pada karyawan.

 

Locke memberikan definisi komprehensif dan menyatakan bahwa: “Kepuasan kerja adalah keadaan emosi yang senang atau emosi positif yang berasal dari penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang”.[7] Kemudian, Mathis dan Jackson: “Job satisfaction is a positive emotional state resulting one’s job experience.[8] (Kepuasan kerja merupakan pernyataan emosional yang positif yang merupakan hasil evaluasi dari pengalaman kerja).

 

Pendapat di atas lebih spesifik lagi dalam menyatakan kepuasan kerja, bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang bersifat positif atau menyenangkan yang berasal dari penilaian pekerjaan karyawan. Pendapat tersebut didasarkan bahwa kepuasan kerja pada intinya ditentukan atau dinilai dari hasil persepsi seorang karyawan tentang seberapa baik seorang karyawan mencapai hal yang diinginkan terhadap pekerjaannya dan seberapa baik pula pekerjaan mereka memberikan hasil yang dinilai penting bagi karyawan.

 

Untuk menilai secara jelas tentang kepuasan kerja pada karyawan, maka diperlukan adanya faktor-faktor dari pekerjaan yang dapat merepresentasikan tingkat kepuasan kerja pada karyawan. Dengan adanya faktor-faktor tersebut, diharapkan perusahaan atau pimpinan akan lebih mudah dalam menilai kepuasan kerja pada karyawan.

Faktor-faktor tersebut haruslah sesuatu yang sifatnya dianggap penting oleh karyawan sehingga dapat menilai dengan akurat tingkat kepuasan pada karyawan.

 

Beberapa ahli sudah banyak yang mengemukakan dimensi atau faktor yang dapat digunakan untuk menilai kepuasan kerja pada karyawan. Teori yang paling banyak digunakan adalah menurut Luthans yang menyatakan lima dimensi pekerjaan yang telah diidentifikasi untuk merepresentasikan karakteristik pekerjaan yang paling penting bagi karyawan. Kelima dimensi tersebut adalah:

 

a.       Pekerjaan itu sendiri. Dalam hal di mana pekerjaan memberikan tugas yang menarik, kesempatan untuk belajar, dan kesempatan untuk menerima tanggung jawab.

b.      Gaji. Sejumlah upah yang diterima dan tingkat di mana hal ini bisa dipandang sebagai hal yang dianggap pantas dibandingakan dengan orang lain dalam organisasi.

c.       Kesempatan promosi. Kesempatan untuk maju dalam organisasi.

d.      Pengawasan. Kemampuan penyelia untuk memberikan bantuan teknis dan dukungan perilaku.

e.       Rekan kerja. Tingkat di mana rekan kerja pandai secara teknis dan mendukung secara sosial.[9]

 

Kelima dimensi tersebut telah banyak digunakan oleh berbagai peneliti dalam melakukan penelitian mengenai kepuasan kerja. Dimensi yang pertama yaitu pekerjaan itu sendiri, ini berarti bahwa kepuasan kerja pada dasarnya ditentukan oleh karakteristik dari pekerjaan yang sedang atau akan dilakukan oleh karyawan. Berbagai sumber menyatakan bahwa pekerjaan yang dapat membuat karyawan merasa puas adalah pekerjaan yang menarik dan memberikan tantangan bagi karyawan. Dengan pekerjaan tersebut, maka karyawan tidak akan merasa bosan dalam berkerja dan dapat menciptakan kepuasan kerja bagi karyawan.

 

Dimensi yang kedua yaitu gaji. Faktor gaji merupakan hal yang paling banyak dibahas berkaitan dengan pekerjaan dan kepuasan kerja terutama di Indonesia. Banyak pekerja di Indonesia mengungkapkan ketidakpuasan gaji yang mereka terima di tempat kerja, hal ini dapat diindikasikan bahwa pekerja tersebut merasa tidak puas dengan pekerjaannya. Untuk itu, setiap perusahaan harus memperhatikan faktor gaji untuk menunjang kepuasan kerja karyawan.

 

Menurut Robbins, peningkatan upah atau gaji tidak selau dapat meningkatkan kepuasan kerja karyawan, penjelasan alternatifnya adalah bahwa peningkatan upah mencerminkan perbedaan jenis pekerjaan.

 

Robbins juga menyatakan bahwa:

 

Pekerjaan-pekerjaan berupah lebih tinggi umumnya mensyaratkan keterampilan lebih tinggi, memberikan tanggung jawab yang lebih besar kepada pengemban, lebih merangsang dan memberikan lebih banyak tantangan, dan memberikan kendali yang lebih besar kepada para pekerja.[10]

 

Berdasarkan pendapat di atas, maka terdapat kemungkinan bahwa hal-hal yang dapat meningkatkan kepuasan kerja bagi karyawan yang mempunyai gaji atau upah yang lebih baik mencerminkan tantangan dan kebebasan yang lebih besar yang mereka dapatkan dalam pekerjaan mereka, bukan hanya terletak pada upah atau gaji itu sendiri.

 

Dimensi yang ketiga adalah kesempatan promosi. Ketika sebuah perusahaan terbuka dalam memberikan kesempatan untuk promosi jabatan dalam organisasi tersebut, maka dimungkinkan karyawan akan melakukan pekerjaan mereka dengan sebaik mungkin. Selain itu, karyawan akan berusaha untuk menyenangi pekerjaan mereka, sehingga kepuasan kerja dapat terwujud.

 

Dimensi yang keempat yaitu pengawasan. Pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan dapat menimbulkan kepuasan kerja bagi karyawan. Hal ini dikarenakan seorang pimpinan yang senantiasa memperhatikan pekerjaan bawahannya secara tidak langsung dapat memberikan dukungan kepada karyawan dan dapat berdampak pada peningkatan kepuasan kerja.

 

Dimensi yang kelima yaitu rekan kerja. Rekan kerja dapat mempengaruhi kepuasan kerja pada karyawan, karena hubungan dengan rekan kerja dapat mempengaruhi suasana pekerjaan. Hubungan dengan rekan kerja yang baik dapat menimbulkan suasana pekerjaan yang menyenangkan. Suasana kerja yang menyenangkan tersebut dapat menjadikan karyawan merasa nyaman dan puas dengan pekerjaannya.

 

Kreitner dan Kinicki mengemukakan pendapat yang sama dengan Luthans mengenai dimensi kepuasan kerja, bahwa: “Aspek-aspek kepuasan kerja yang relevan terdiri atas kepuasan terhadap pekerjaan, gaji, promosi, rekan kerja, dan penyelia”.[11]

 

Pendapat Kreitner dan Kinicki mendukung pendapat yang dikemukakan oleh Robbis, bahwa yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja adalah pekerjaan itu sendiri, gaji, promosi, rekan kerja, dan penyelia. Namun, pada kenyataannya banyak karyawan tidak akan merasa puas pada kelima dimensi di atas sekaligus dan hanya puas pada salah satu atau beberapa dimensi saja.

 

Ahli lain mengemukakan pandangannya sedikit berbeda dari pendapat di atas. Menurut Robbins: “Faktor-faktor kepuasan kerja adalah suasana pekerjaan, pengawasan, tingkat upah saat ini, peluang promosi, dan hubungan dengan mitra kerja”.[12]

Pendapat yang sedikit berbeda adalah pada dimensi pertama yaitu suasana kerja, namun pada intinya suasana kerja timbul dari dimensi pekerjaan itu sendiri. Mangkunegara juga berpendapat bahwa kepuasan kerja tersusun dari beberapa faktor, yaitu: “Kondisi pekerjaan, hubungan rekan kerja, suvervisi, prestasi, dan kompensasi”.[13]

 

Jadi, kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa kepuasan kerja dapat dinilai melalui lima dimensi, yaitu: 1) Pekerjaan itu sendiri, 2) Gaji, 3) Kesempatan promosi, 4) Pengawasan, dan 5) Rekan kerja.

 

Sedangkan pengertian kepuasan kerja itu sendiri berdasarkan beberapa pendapat para ahli adalah sikap yang ditunjukan oleh seorang karyawan terhadap pekerjaannya, sikap tersebut bisa positif (menyenangkan) ataupun negatif (tidak menyenangkan).

 

2.      Karakteristik Individu

Sumber daya yang terpenting dalam organisasi adalah sumber daya manusia, yaitu orang-orang yang memberikan tenaga, bakat, kreativitas, dan usaha mereka kepada organisasi agar suatu organisasi dapat tetap menjaga eksistensinya. Setiap manusia memiliki karakteristik individu yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Berikut ini beberapa pendapat mengenai karakteristik individu.

 

Menurut Sopiah, ciri-ciri yang melekat pada individu yaitu: “Karakteristik biografis terdiri dari umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah tanggungan, dan masa kerja”.[14]

 

Pendapat Sopiah ini didukung oleh Robbins dan Nimran. Robbins mengemukakan bahwa karateristik individu adalah:

 

Faktor-faktor yang mudah didefinisikan dan tersedia, data yang dapat diperoleh sebagian besar dari informasi yang tersedia dalam berkas personalia seorang karyawan mengemukakan karakteristik individu meliputi usia, jenis kelamin, status perkawinan, banyaknya tanggungan dan masa kerja dalam organisasi.[15]

 

Sedangkan Nimran menjelaskan bahwa perilaku individu dapat dipahami  dengan mempelajari karakteristik individu, yaitu: “Ciri-ciri biografis yang melekat pada diri individu antara lain: Umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah atau banyaknya tanggungan dan masa kerja”.[16]

 

Terdapat kesamaan pendapat yang dikemukakan oleh ketiga tokoh di atas. Bahwa karakteristik individu terdiri dari usia, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah tanggungan, dan masa kerja. Menurut Sopiah karakteristik individu merupakan sesuatu yang melekat pada diri individu yang dapat membedakan individu satu dengan individu lainnya. Menurut pendapat Robbins, karakteristik individu seorang karyawan dapat  diketahui dari berkas personalia yang ada di perusahaan. Maka dalam hal ini perusahaan perlu memiliki data-data yang lengkap mengenai karakteristik individu yang melekat pada karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut. Data tentang karaktersitik individu pada karyawan memudahkan pihak personalia ataupun pihak perusahaan dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan karyawan. Didukung oleh pendapat Nimran yang menyatakan bahwa dengan mengetahui dan memahami karaktersitik individu karyawan,  maka pihak perusahaan atau manajer akan lebih mudah mengidentifikasii perilaku karyawan.

 

Panggabean mengemukakan pendapatnya yang lebih beragam mengenai karakteristik individu, yaitu: “Karakteristik individu terdiri atas jenis kelamin, tingkat pendidikan, usia, masa kerja, status perkawinan, jumlah tanggungan, dan posisi”.[17]

 

Panggabean menambahkan dua unsur pada karakteristik yang melekat pada individu, yaitu tingkat pendidikan dan posisi seorang karyawan dalam perusahaan/ organisasi. Pendapat ini di dasarkan pada banyak penelitian yang telah dilakukan mengenai karakteristik individu dan hubungannya dengan sikap dan perilaku karyawan dan diperoleh kesimpulan bahwa karaktersitik individu terdiri dari jenis kelamin, tingkat pendidikan, usia, masa kerja, status perkawinan, jumlah tanggungan, dan posisi.

 

Menurut John M. Ivancevich et. al. variabel individu di klasifikasikan sebagai faktor keturunan dan keanekaragaman, kepribadian, kemampuan dan keterampilan, persepsi dan sikap.

 

Berhubungan dengan konsep keturunan, keanekaragaman berkenaan dengan atribut yang menjadikan orang berbeda dari orang lain. Enam dimensi utama (dan stabil) mencakup usia, etnis, gender, atribut fisik, ras dan orienstasi seksual. Dimensi kedua (dan dapat berubah) mencakup latar belakang pendidikan, status pernikahan, keyakinan agama, kesehatan, dan pengalaman kerja.[18]

 

Menurut John M. Ivancevich et. al. menyatakan bahwa karakteristik individu merupakan hal-hal yang membuat individu satu dengan individu lainnya berbeda dilihat dari beberapa faktor, yaitu keturunan dan keanekaragaman, kepribadian, kemampuan dan keterampilan, persepsi dan sikap. Faktor-faktor tersebut ada pada setiap diri individu dan semua individu tidak dapat memiliki kesamaan pada semua faktor. John M. Ivancevich et. al. juga menggolongkan karaktersitik individu yang berasal dari faktor keturunan dan keanekaraman kedalam dua dimensi, yaitu dimensi yang tetap atau stabil misalnya usia dan jenis kelamin, dan dimensi yang sifatnya dapat diubah misalnya pendidikan dan status perkawinan.

 

Pendapat lainnya dikemukakan oleh Steers, yaitu: “Karakteristik individu meliputi masa kerja, tingkat pendidikan dan kebutuhan berprestasi”.[19]

 

Steers menyebutkan bahwa karakteristik individu terdiri dari tiga, yaitu masa kerja, tingkat pendidikan dan kebutuhan berprestasi. Dari beberapa pendapat tokoh di atas, terdapat hal berbeda yang dikemukakan oleh Steers mengenai karakteristik individu yaitu kebutuhan berprestasi. Faktor ini juga memang harus diperhatikan oleh perusahaan dimana setiap karyawannya mempunyai kebutuhan untuk berprestasi yang berbeda-beda.

 

Agar lebih jelas mengenai karaktersitik individu yang telah disimpulkan dari beberapa pendapat ahli, maka akan diuraikan satu-persatu sebagai berikut:

 

a.       Usia

Dalam banyak kasus, terbukti secara empiris bahwa usia seorang karyawan dapat menentukan perilaku karyawan tersebut. Usia juga menentukan kemampuan seseorang untuk bekerja. Menurut Siagian:

 

Terdapat korelasi anatara kepuasan kerja dengan usia seorang karyawan. Artinya, kecenderungan yang sering terlihat ialah bahwa semakin lanjut usia karyawan, tingkat kepuasan kerjanya pun biasanya semakin tinggi.[20]

 

Berbagai alasan dikemukakan untuk menjelaskan mengapa hal tersebut dapat terjadi, diantaranya bahwa dimungkinkan bagi karyawan yang sudah lanjut usia akan semakin sulit untuk memulai karier di tempat yang baru, sehingga mereka akan cukup merasa puas dengan karier yang sudah ada. Sebaliknya, bagi karyawan yang usianya lebih muda, keinginan untuk berpindah masih sangat besar.

 

b.      Jenis kelamin

Pada hakikatnya Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan berbeda. Tuhan juga memberikan peran, tugas, dan tanggung jawab yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Karena kodratnya, karyawan wanita bisa lebih sering tidak masuk kerja dibandingkan dengan karyawan laki-laki. Miasalnya karena hamil, melahirkan, dll. Walaupun demikian, karyawan wanita memiliki sejumlah kelebihan dibandingkan dengan karyawan laki-laki. Karyawan wanita cenderung lebih sabar, rajin, teliti, dan lebih disisplin.

 

c.       Masa kerja

Masa kerja seseorang yang semakin lama tidak dapat membuktikan bahwa tingkat produktivitas karyawan tersebut akan semakin tinggi. Namun, banyak penelitian yang menyimpulkan bahwa semakin lama karyawan bekerja maka akan semakin kecil kemungkinan karyawan tersebut akan meninggalkan pekerjaannya.

 

 

 

d.      Tingkat pendidikan

Pendidikan merupakan faktor penting yang terdapat dalam diri individu. Tingkat pendidikan seorang karyawan memberikan gambaran yang penting tentang sejauhmana kemampuan karyawan tersebut untuk melaksanakan pekerjaan. Seorang manajer atau pemiliki perusahaan harus memperhatikan tingkat pendidikan karyawan agar dapat memberikan tugas yang sesuai dengan kemampuaanya.

 

Yustina Rostiawati menyatakan bahwa: “Tingkat pendidikan adalah jenjang taraf secara kronologis yang ada pada pendidikan formal dan pendidikan disekolah”.[21]

 

Menurut pendapat di atas, tingkat pendidikan merupakan jenjang taraf secara kronologis yang dapat dilihat dari pendidikan formal seseorang dan dalam hal ini adalah karyawan.

 

Sedangkan menurut Fuad Hasan,

 

Tingkat pendidikan adalah pendidikan berkelanjutan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tingkat kerumitan bahan pengajaran dan cara menyajikan bahan pengajaran. Tingkat pendidikan sekolah terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan tinggi.[22]

 

Menurut Fuad Hasan, tingkat pendidikan adalah pendidikan yang dilakukan secara berkelanjutan yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik. Dengan kata lain tingkat pendidikan dimulai dengan pengajaran yang lebih mudah terlebih dahulu kemudian semakin tinggi tingkat pendidikan tersebut, maka tingkat pengajarannya pun akan semakin rumit. Dengan demikian, kemamampuan seseorang juga akan meningkat seiring dengan semakin tingginya tingkat pendidikan yang dimiliki.

 

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, ditinjau dari sudut tingkatan, jenjang pendidikan terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan tinggi:

1)      Pendidikan dasar, terdiri dari:

a)      Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah

b)      Sekolah Menengah Pertaman/ Madrasah Tsanawiyah

2)      Pendidikan menengah, terdiri dari:

a)      Sekolah Menengah Atas/ Madrasah Aliyah

b)      Sekolah menengah Kejuruan/ Madrasah Aliyah Kejuruan

3)      Pendidikan tinggi, terdiri dari:

a)      Akademi

b)      Institut

c)      Sekolah Tinggi

d)      Universitas [23]

 

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, sudah sangat jelas bahwa tingkat atau jenjang pendidikan terdiri dari tiga, yaitu: Pendidikan dasar, pendidikan menegah, dan pendidikan tinggi. Dari tingkatan tersebut, dapat diketahui bahwa pendidikan dimulai dari sekolah dasar samapi dengan perguruan tinggi.

 

e.       Status perkawinan

Karyawan yang belum/ tidak menikah dengan karyawan yang sudah menikah akan memmpunyai perbedaan dalam menilai pekerjaan mereka. Begitupun dengan tingkat kepuasan kerja karyawan tersebut.  Karyawan yang sudah menikah akan menilai penting pekerjaannya karena dia sudah memiliki tanggungan.

 

f.       Jumlah tanggungan

Jumlah tanggungan dapat menentukan tingkat produktivitas seorang karyawan. Beberapa hasil penelitian menyimpulkan bahwa semakin banyak jumlah tanggungan dalam keluarga seorang karyawan, maka tingkat absensi akan semakin tinggi. Karena banyak alasan yang dapat menjadikan karyawan untuk tidak hadir di tempat kerja.

 

g.       Posisi

Posisi atau tingkat kedudukan seseorang dalam organisasi dapat menentukan tingkat kepuasan kerjanya. Menurut Siagian menyatakan bahwa: “Semakin tinggi tingkat kedudukan seseorang dalam suatu organisasi, pada umumnya tingkat kepuasannya pun cenderung lebih tinggi pula”.[24]

 

Hal ini dikarenakan dengan posisi atau tingkat kedudukan yang tinggi maka pengahasilan seseorang akan menjamin taraf hidup yang layak dan dapat meningkatkat status sosial yang lebih tinggi di masyarakat.

 

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka karakteristik individu merupakan hal-hal yang terdapat pada diri individu karyawan meliputi usia, jenis kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan, masa kerja, jumlah tanggungan dan posisi atau tingkat jabatan seseorang dalam organisasi.

 

Dengan demikian, karakteristik individu dapat diukur dengan salah satu dari indikator di atas, meliputi: Usia, jenis kelamin, masa kerja, tingkat pendidikan, status perkawinan, jumlah tanggungan, dan posisi.

 

B.     Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian tentang karakteristik individu dengan kepuasan kerja pada karyawan telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya, diantaranya oleh:

 

 

 

1.      Dimas Kumorojati Alumni Fakultas Ekonomi, Universitas Muhammadiyah Purwokerto, dan Hermin Endratno, Dosen Fakultas Ekonomi, Universitas Muhammadiayah Purwokerto pada tahun pada tahun 2014 dengan judul “Pengaruh Karakteristik Individu, Karakteristik Pekerjaan dan Budaya Organisasi terhadap Kepuasan Kerja Karyawan yang Dimediasi oleh Motivasi Kerja (Studi pada Karyawan KUD di Kabupaten Banyumas)”. Jurnal Bisnis dan Manajemen (JBIMA) vol. 2, No, 1, Maret 2014. Hal. 58-72. ISSN: 2338-9729.

 

Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui apakah karakteristik individu, karakteristik pekerjaan, dan budaya organisasi berpengaruh signifikan secara parsial terhadap kepuasan kerja karyawan; (2) Untuk mengetahui apakah karakteristik individu, karakteristik pekerjaan, dan budaya organisasi berpengaruh signifikan secara parsial terhadap motivasi kerja karyawan; (3) Untuk mengetahui apakah motivasi kerja berpengaruh signifikan secra parsial terhadap kepuasan kerja karyawan; (4) Untuk mengetahui apakah karakteristik individu, karakteristik pekerjaan, ddan budaya organisasi berpengaruh signifikan secara parsial terhadap kepuasan kerja karyawan yang dimediasi oleh motivasi kerja.

 

Metode analisis yang digunakan adalah regresi intervening, koefisien determinasi ganda, dan uji t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Karakteristik individu berpengaruh signifikan secara parsial terhadap kepuasan kerja, karakteristik pekerjaan tidak berpengaruh secara parsial terhadap kepuasan kerja, budaya organisasi berpengaruh secara parsial terhadap kepuasan kerja, karakteristik inidvidu dan budaya organisasi bernilai lebih besar dan berpengaruh secara parsial dari pasa melalui mediasi motovasi.

 

Dari hasil perhitungan menunjukkan: (1) Karakteristik individu memiliki nilai sebesar 3,96 artinya responden memiliki karakteristik individu yang baik mempunyai nilai yang baik secara dari rata-rata, namun yang sangat baik hanya bernilai 43,8%. Sedangkan dari skor kepuasan kerja 4,13 mempunyai nilai yang baik secara rata-rata, namun dari nilai yang menyatakan puas hanya 53,4%. Hal ini menunjukan bahwa perusahaan perlu meningkatkan atau memperhatikan karakteristik individu agar dapat meningkatkan kepuasan kerja; (2) Karakteristik pekerjaan mempunyai nilai skor sebesar 4,02 mempunyai nilai baik secara rata-rata, namun yang sangat baik hanya bernilai 68,5%; (3) Rata-rata nilai budaya organisasi sebesar 4,35 yang menunjukan sudah baik dan juga dibuktikan dengan nilai keseluruhan budaya organisasi sebesar 89,0%; (4) Nilai rata-rata skor motivasi 4,03 dan nilai keseluruhan motivasi sebesar 50,7% sehingga motivasi karyawan perlu ditingkatkan kembali untuk meningkatkan kepuasan kerja.

 

Pengujian hipotesis H1, H2, H3, dan H4 dalam penelitian ini menggunakan rumus uji t. (1) Berdasarkan analisis data terbukti bahwa secara simultan karakteristik individu, karakteristik pekerjaan, dan budaya organisasi berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. Hal ini ditunjukan dengan nilai signifikan uji F sebesar 0,000 kurang dari 0,05. Nilai adjusted R2 sebesar 0,763 (76,3%), hal ini berarti varaibel karakteristik individu, karaktersitik  pekerjaan, dan budaya organisasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja sebesar 76,3% sedangkan sisanya 23,7% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini; (2) Hipotesis  kedua menunjukan bahwa secara simultan karakteristik individu, karakteristik pekerjaan, dan budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap motvasi kerja karyawan. Hal ini ditunjukan dengan nilai signifikan uji F sebesar 0,000 kurang dari 0,05. Nilai adjusted R2 sebesar 0,753 (75,3%) hal ini berarti variabel karakteristik individu, karakteristik pekerjaan, dan budaya organisasi berpengaruh terhadap motivasi kerja sebesar 75,3%. Sedangkan sisanya sebesar 24,7% dipengaruhi oleh faktor lain yang  tidak diteliti dalam penelitian ini; (3) Nilai signifikan variabel motivasi sebesar 0,000 kurang dari  0,05 maka dapat disimpulkan bahwa motivasi berpengaruh langsung terhadap kepuasan kerja. Nilai adjusted R2 sebesar 0,781 (78,1%) hal ini berarti variabel motivasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja sebesar 78,1%  sedangkan sisanya 21,9%  dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalamm penelitian ini; (4) Hipotesis keempat yang menyatakan bahwa karaktersitik  individu, karakteristik pekerjaan dan budaya organisasi berpengaruh signifikan secara parsial terhadap kepuasan kerja dengan dimediasi oleh kepuasan kerj, ditolak. Hal inni karena hanya karakteristik pekerjaan yang baik dimediasi oleh motivasi, sedangkan karakteristik individu dan budaya organisasi lebih baik tanpa  melalui mediasi.

 

2.      Zaenal Arifin S., dari Universitas Muslim Indonesia Makassar, dan Eka Afnan Troena, Armanu Thoyib dan Umar Nimran dari Universitas Brawijaya Malang, pada tahun 2010 melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Karaktersitik Individu, Stress Kerja, Kepercayaan Organisasional terhadap Intention To Stay melalui Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisai (Studi pada Dosen Tetap Yayasan PTS Makassar)”. Terakreditasi SK Dirjen DIKTI No. 43/DIKTI/KEP/2008. ISSN: 1693-5241.

 

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Pengaruh karaktersitik inidividu terhadap kepuasan kerja; (2) Pengaruh kepercayaan organisasi terhadap kepuasan kerja; (3) Pengaruh karakteristik individu terhadap komitmen organisasi; (4) Pengaruh stres kerja terhadap komitmen organisasi; (5) Pengaruh kepuasan kerja terhadap komitmen organisasi; (6) Pengaruh kepuasan kerja terhadap intention to stay; (7) Pengaruh komitmmen organisasi terhadap intention to stay; (8) Pengaruh stres kerja terhadap kepuasan kerja; (9) Pengaruh kepercayaan oragnisasi terhadap komitmen organisasi.

 

Analisis statistik dengan menggunakan statistik inferensial untuk menguji pengaruh antara varaibel independen dan variabel dependen. Analisi yang digunakan untuk menjawab hipotesis dalam penelitian ini menggunakan Model Persamaan Struktur (Structure Equation Model atau SEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Karakteristik individu mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja; (2) Kepercayaan organisasi mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja; (3) Karakteristik individu mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi; (4) Stres kerja mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi; (5) Kepuasan kerja mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi; (6) Kepuasan kerja mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap intention to stay; dan  (7) Komitmen organisasi mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap intention to stay.

 

Dari hasil perhitungan menunjukkan 7 hipotesis berpengaruh positif dan signifikan dan 2 hipotesis tidak berpengaruh positif dan signifikan. Hipotesis yang menujukan adanya pengaruh positif dan signifikan diantaranya adalah: (1) Karaktersitik inidividu berpengaruh terhadap kepuasan kerja; (2) Kepercayaan organisasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja; (3) Karakteristik individu berpengaruh terhadap komitmen organisasi; (4) Stres kerja berpengaruh terhadap komitmen organisasi; (5) Kepuasan kerja berpengaruh terhadap komitmen organisasi; (6) Kepuasan kerja berpengaruh terhadap intention to stay; (7) Komitmmen organisasi berpengaruh terhadap intention to stay. Sedangkan 2 hipotesis yang menujukan tidak ada pengaruh positif dan signifikan adalah: (1) Stres kerja terhadap kepuasan kerja; (2) Kepercayaan oragnisasi terhadap komitmen organisasi.

 

3.      Ni Putu Nursiani (Mahasiswa Program MM PPSUB), Armanu  Thoyib dan Achmad Sudiro (Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UB) melakukan penelitian yang berjudul, “Karakteristik Pembentuk Motivasi Kerja dan Hubungannya dengan Kepuasan Kerja Pegawai pada Pemerintah Kabupaten Bandung-Bali”. Wacana Vol. 13 No. 3. Juli 2010. ISSN: 1411-0199.

 

Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Untuk menganalisis pengaruh dari karaktersitik individu terhadap motivasi kerja pegawai; (2) Untuk menganalisis pengaruh dari karaktersitik pekerjaan terhadap motivasi kerja pegawai; (3) Untuk menganalisis pengaruh dari karaktersitik organisasi terhadap motivasi kerja pegawai; (4) Untuk menganalisis pengaruh dari karaktersitik individu terhadap kepuasan kerja pegawai; (5) Untuk menganalisis pengaruh dari karaktersitik pekerjaan terhadap kepuasan kerja pegawai; (6) Untuk menganalisis pengaruh dari karaktersitik organisasi terhadap kepuasan kerja pegawai; (7) Untuk menganalisis hubungan antara motivasi kerja dengan kepuasan kerja pegawai.

 

Teknik analisis yang dugunakan adalah Structural Equation Modelling (SEM) yang merupakan pendekatan terintegrasi antara analisis faktor, model struktural dan analisis path. Hasil perhitungan hipotesis menunjukkan sebagai berikut: (1) Hipotesis 1 yang menyatakan ada pengaruh positif dan signifikan antara karakteristik individu dengan motivasi kerja diterima karena dari hasil pengujian menghasilkan pengaruh positif dan signifikan (p=0,123); (2) Hipotesis 2 yang menyatakan ada pengaruh positif dan signifikan antara karakteristik pekerjaan dengan motivasi kerja ditolak karena dari hasil pengujian menghasilkan pengaruh negatif dan tidak signifikan (p=0,290); (3) Hipotesis 3 yang menyatakan ada pengaruh positif dan signifikan antara karakteristik organisasi dengan motivasi kerja diterima karena dari hasil pengujian menghasilkan pengaruh positif dan signifikan (p=0,050); (4) Hipotesis 4 yang menyatakan ada pengaruh positif dan signifikan antara karakteristik individu dengan kepuasan kerja diterima karena dari hasil pengujian menghasilkan pengaruh positif dan signifikan (p=0,058); (5) Hipotesis 5 yang menyatakan ada pengaruh positif dan signifikan antara karakteristik pekerjaan dengan kepuasan kerja ditolak karena dari hasil pengujian menghasilkan pengaruh negatif tetapi signifikan (p=0,086); (6) Hipotesis 6 yang menyatakan ada pengaruh positif dan signifikan antara karakteristik organisasi dengan kepuasan kerja diterima karena dari hasil pengujian menghasilkan pengaruh positif dan signifikan (p=0,041); (7) Hipotesis 7 yang menyatakan ada hubungan positif dan signifikan antara motivasi kerja dengan kepuasan kerja ditolak karena dari hasil pengujian menghasilkan hubungan positif tetapi tidak signifikan (p=0,417).

 

C.     Kerangka Teoretik

Kepuasan kerja pada karyawan merupakan hal harus diperhatikan oleh perusahaan. Untuk itu, pihak manajer ataupun perusahaan harus mengetahui dengan baik hal-hal apa saja yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja pada karyawan.

 

DeSantis dan Durst, mengemukakan bahwa kepuasan kerja dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang dapat dikelompokkan ke dalam 4 kelompok, yaitu: 1) Monetary, nonmonetary, 2) Karakteristik pekerjaan (job characteristic), 3) Karakteristik kerja (work characteristic), 4) Karakteristik individu.[25]

 

Menurut DeSantis dan Durst, terdapat empat faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja. Faktor yang pertama yaitu monetary dan nonmonetary, yaitu bahwa kepuasan kerja dapat di pengaruhi oleh hal-hal yang berhubungan dengan uang dan hal-hal yang tidak berhubungan dengan uang.

 

Faktor yang kedua dan ketiga adalah karakteristik pekerjaan dan karakteristik kerja. Kedua istilah tersebut terlihat memiliki pengertian yang sama, namun karakteristik pekerjaan berbeda dengan karaktersitik kerja. Karaktersitik pekerjaan berkaitan dengan pekerjaan itu sendiri dimana hal tersebut berkaitan dengan cara bagaimana karyawan menilai tugas-tugas yang ada dalam pekerjaannya. Sedangkan karakteristik kerja adalah factor yang didua dapat membantu atau menghalangi karyawan dalam pelaksanaan tugas-tugasnya.

 

Faktor yang keempat adalah karakteristik individu. Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa karakteristik individu merupakan hal-hal yang terdapat pada diri individu yang membedakan individu satu dengan yang lainnya. Berdasarkan perbedaan yang dimiliki oleh individu tersebut, maka setiap individu juga akan memiliki kepuasan keja yang berbeda-beda dan hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor yang ada pada diri individu.

 

Selanjutnya, Glison dan Durick juga Rousseau mengemukakan bahwa:

 

Variabel-variabel yang berkaitan dengan faktor-faktor kepuasan kerja dapat dikelompokan ke dalam tiga (3) kelompok, yaitu karakteristik pekerjaan, karakteristik organisasi, dan karakteristik individu.[26]

 

Menurut pendapat ketiga tokoh di atas, bahwa terdapat tiga kelompok yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu karakteristik pekerjaan, karakteristik organisasi, dan karakateristik individu. Hal ini berarti, kepuasan kerja dapat dipengaruhi oleh bagaimana pekerjaan itu sendiri, bagaimana keadaan oragnisasi atau perusahaan tempat karyawan bekerja, dan bagaimana karakter bawaaan yang terdapat dalam diri karyawan sebagai inidividu.

 

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Yusniar Lubis, memperoleh hasil: Terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial, baik secara langsung maupun tidak langsung dari variabel karakteristik individu karyawan terhadap kepuasan kerja karyawan”.[27]

 

Penelitian lain yang dilakukan oleh Eva L. Tumewu, Bode Lumanauw dan Imelda Ogi, menyatakan bahwa: “Karakteristik individu berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja karyawan”.[28]

 

Kedua penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menunjukan bahwa karakteristik individu berpengaruh positif, parsial, langsung maupun tidak langsung dengan kepuasan kerja karyawan. Hal ini berarti, bahwa karaktersitik individu dapat mempengaruhi kepuasan kerja pada karyawan dan telah didukung oleh penelitian-penelitian terdahulunya.

 

Nicholson menyatakan bahwa: “Hubungan antara kepuasan kerja dengan ketidakhadiran pada umumnya dapat dipengaruhi oleh karakteristik individu, misalnya usia dan masa kerja”.[29]

 

Nicholson menyatakan bahwa kepuasan kerja dipengaruhi oleh karaktersitik individu, dan secara tegas menyatakan bahwa karakteristik individu yang dimaksud adalah usia dan masa kerja. Banyak para ahli menyatakan bahwa usia mempengaruhi kepuasan kerja pada karyawan. Karyawan yang sudah lanjut usia biasnya akan merasa lebih puas dibanding dengan karyawan yang masih muda. Begitu juga masa kerja, karyawan yang sudah lam bekerja cenderung tidak akan berpindah dari pekerjaannya dan akan merasa puas.

 

Mangkunegara mengemukakan lebih rinci mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, bahwa:

 

Ada dua faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu faktor yang ada pada diri karyawan dan faktor pekerjaannya. Faktor yang ada pada diri karyawan yaitu kecerdasar (IQ), kecakapan khusus, umur, jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian, emosi, cara berfikir, persepsi,  dan sikap kerja. Sedangkan faktor pekerjaan yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat (golongan), kedudukan, mutu pengawasan, jaminan keuangan, kesempatan promosi jabatan, interaksi sosial, dan hubungan kerja.[30]

 

Menurut mangkunegara, faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja terdiri dari dua faktor, yaitu faktor yang terdapat dalam diri karyawan dan faktor yang berasal dari pekerjaan.

 

Selanjutnya, Kreitner dan Kinicki menyatakan bahwa: “Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan mempengaruhi pola pikir yang nantinya berdampak pada tingkat kepuasan kerja”.[31]

 

Tingkat pendidikan seseorang dapat mempengaruhi kepuasan kerja, hal ini dikarenakan semikin tingginya tingkat pendidikan seseorang maka kemampuannya pun akan bertambah. Tingkat pendidikan dan kepuasan kerja berbanding terbalik. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka tingkat kepuasan kerjanya pun akan semakin rendah.  Sebaliknya, karyawan yang tingkat pendidikannya relatif rendah akan lebih cepat merasa puas. Pendapat tersebut didukung oleh pendapat yang dikemukakan oleh Wexley dan Yukl, menyebutkan bahwa: “Semakin tinggi tingkat pendidikan maka tuntutan-tuntutan terhadap aspek-aspek kepuasan kerja di tempat kerjanya akan semakin meningkat”.[32]

 

Wexley dan Yukl menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin besar pula tuntutan-tuntunan terhadap pekerjaannya, hal ini bisa dijadikan sebagai salah satu faktor tingkat kepuasan kerja menjadi rendah.

 

 

D.     Perumusan Hipotesis

Terdapat hubungan yang negatif antara karakteristik individu yang dinilai melalui tingkat pendidikan dengan kepuasan kerja pada karyawan, artinya semakin tinggi tingkat pendidikan seorang karyawan, maka akan semakin rendah tingkat kepuasan kerjanya.

 

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

 

A.     Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah-masalah yang peneliti rumuskan, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendapat pengetahuan yang tepat (sahih, benar, valid) dan dapat dipercaya (dapat diandalkan, reliabel) tentang hubungan antara karakteristik individu dengan kepuasan kerja pada karyawan PT. XXX.

 

B.     Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada karyawan PT. XXX yang beralamat di Ruko Bumi Satria Kencana No. C-6, Jalan Raya Kalimalang Bekasi Selatan 17144. Peneliti memilih PT. XXX karena memiliki banyak informasi dan data yang mendukung serta sesuai dengan penelitian.

 

Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan terhitung pada bulan Maret 2015 sampai dengan bulan April 2015. Waktu tersebut dipilih karena dinilai cukup kondusif bagi peneliti untuk melakukan penelitian.

 

C.     Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan pendekatan korelasional untuk mengetahui hubungan antara variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat.

 

Penelitian survei merupakan suatu penelitian kuantiatif dengan menggunakan pertanyaan terstruktur/sistematis yang sama kepada banyak orang, untuk kemudian seluruh jawaban yang diperoleh peneliti dicatat, diolah, dan dianalisis. Pertanyaan terstruktur/sistematis tersebut dikenal denngan istilah kuesioner.[33]

 

            Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas (Variabel X) adalah karakteristik individu dan variabel terikatnya (Variabel Y) adalah kepuasan kerja sebagai variabel yang dipengaruhi.

 

Kemudian, dibuat konstelasi hubungan antar variabel yang digunakan untuk memberikan arah atau gambaran dari penelitian. Konstelasi hubungan antar variabel digambarkan sebagai berikut:

 

Gambar III.1

Konstelasi Hubungan Antar Variabel


 

 

 


Keterangan:

X      = Variabel Bebas (Karakteristik Individu)

Y       = Variabel Terikat (Kepuasan Kerja)

          = Arah Hubungan

 

Dengan asumsi:

Variabel bebas (X) akan berhubungan dengan variabel terikat (Y), yaitu apabila terjadi perubahan pada variabel X, maka akan diikuti perubahan pada variabel Y. Adapun perubahan yang terjadi bersifat negatif. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang diajukan, yaitu terdapat hubungan negatif antara variabel X terhadap variabel Y.

 

D.     Populasi dan Teknik Sampling

Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah karyawan PT. XXX sebanyak 162 orang. Berdasarkan tabel Isaac dan Michael dengan tingkat kesalahan sebesar 5%, maka sampel yang diambil adalah 110 orang.

 

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik sampel acak proporsional (Proportional Random Sampling), yaitu sampel yang diambil diwakili sesusai dengan perbadingan (proporsi) frekuensinya di dalam populasi keseluruhan. Perhitungan pengambilan sampel penelitian dapat dilihat pada tabel III.1 berikut:

 

Tabel III.1

Perhitungan Jumlah Sampel Penelitian





Sumber: Data diolah peneliti

 

E.     Teknik Pengumpulan Data

1.      Kepuasan Kerja

a.       Definisi Konseptual

Kepuasan kerja adalah sikap yang ditunjukan oleh seorang karyawan terhadap pekerjaan itu sendiri, gaji, kesempatan promosi, pengawasan, dan rekan kerja, sikap tersebut bisa positif (menyenangkan) ataupun negatif (tidak menyenangkan).

 

b.      Definisi Operasional

Kepuasan kerja merupakan data primer yang diukur menggunakan skala likert yang mencerminkan dimensi, yaitu: 1) Pekerjaan itu sendiri, 2) Gaji, 3) Kesempatan promosi, 4) Pengawasan, dan 5) Rekan kerja.

 

 

 

 

 

 

 

c.       Kisi-Kisi Instrumen Kepuasan Kerja

 

Tabel III.1

Kisi-Kisi Instrumen Kepuasan Kerja

Variabel Y

Dimensi

Kepuasan Kerja

Pekerjaan itu sendiri

 

Gaji

 

Kesempatan promosi

 

Pengawasan

 

Rekan kerja

 

 

Pengisian kuesioner menggunakan skala likert dengan 5 alternatif jawaban yang telah disediakan. Dari 5 alternatif jawaban tersebut, mempunyai nilai 1 sampai dengan 5 dengan kriteria sebagai berikut:

 

Tabel III.2

Skala Penilaian terhadap Kepuasan Kerja

No.

Alternatif Jawaban

Bobot Skor

Positif

Negatif

1. 

Sangat Setuju

5

1

2. 

Setuju

4

2

3. 

Ragu-Ragu

3

3

4. 

Tidak Setuju

2

4

5. 

Sangat Tidak Setuju

1

5

 

2.      Karakteristik Individu

a.       Definisi Konseptual

Karakteristik individu merupakan hal-hal yang terdapat pada diri individu karyawan meliputi usia, jenis kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan, masa kerja, jumlah tanggungan dan posisi atau tingkat jabatan seseorang dalam organisasi.

 

b.      Definisi Operasional

Karakteristik individu



merupakan


data sekunder yang di dapat dari data perusahaan kemudian diolah oleh peneliti. Indikator yang digunakan adalah tingkat pendidikan dengan sub indikator pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

 

 

 

F.      Teknik Analisis Data

1.      Mencari Persamaan Regresi:

2.      Uji Persyaratan Analisis (Uji Normalitas Galat Taksiran)

3.      Uji Hipotesis

a.       Uji Keberartian Regresi

b.      Uji Linieritas Regresi

c.       Uji Koefisien Korelasi

d.      Uji Keberartian Koefisien Korelasi (Uji t)

e.       Uji Koefisien Determinasi

 



[1]Fandi Sido, Pekerja di Indonesia paling tidak puas. Menggapa? (http://m.kompasiana.com/post/read/450763/2/pekerja-di-indonesia-paling-tidak-puas-mengapa.html, 31 Meret 2012) diakses pada 17 Januari 2015.

[2] Stephen P. Robbins, Perilaku Organisasi Edisi 10, Alih Bahasa Banyamin Molan (Jakarta: Indeks, 2006), p. 103

[3] Mutiara S. Panggabean, Manajemen Sumber Daya Manusia (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), p. 128

[4] Sondang P. Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), p. 295

[5] Didit Darmawan, Prinsip-Prinsip Perilaku Organisasi (Surabaya: Pena Semesta, 2013), p. 58

[6] Ibid., p. 58

[7] Fred Luthans, Perilaku Organisasi Edisi 10, Terjemah Vivin Andhika, dkk (Yogyakarta: ANDI, 2006), p. 243

[8] Sopiah, Perilaku Organisasi (Yogyakarta: ANDI, 2008), p. 170

[9] Fred Luthans, op. cit., p. 243

[10] Stephen P. Robbins, op. cit., p. 105

[11] Mutiara S. Panggabean, op. cit., p. 129

[12] Stephen P. Robbins, op. cit., p. 103

[13] Didit Darmawan, op. cit., p. 5

[14] Sopiah, op. cit., p. 14-15

[15] Stephen P. Robbins, op. cit., p. 47

[16] Akhmad Subkhi dan Mohammad Jauhar, Pengantar Teori dan Perilaku Organisasi (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2013), p. 24-27

[17] Mutiara S. Panggabean, op. cit., p. 18

[18] John M. Ivancevich, Robert Konopaske, dan Michael T. Matteson, Perilaku dan Manajemen Organisasi, Edisi ke-7, Jilid 1, Alih Bahasa Gina Gania (Jakarta: Erlangga, 2007), p. 84

[19] Gibson et. al., Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses, edisi ke-5 cetakan ke-5 (Jakarta: Erlangga, 2007), p. 223

[20] Sondang P. Siagian, op. cit., p. 298

[21] Yustina Rostiawati, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002), p. 5

[22] Fuad Hasan, Dasar-Dasar Kependidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), p. 22

[23] Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), p. 53

[24] Sondang P. Siagian, loc, cit.

[25] Mutiara S. Panggabean. op. cit., p. 130

[26] Mutiara S. Panggabean. op. cit., p. 129

[27] Yusniar Lubis, Pengaruh Karakteristik Individu, Karakteristik Pekerjaan, Iklim Organisasi terhadap Kepuasan dan Kinerja Karyawan, Trikonomika Volume 11, No. 2, Desember 2012, Hal. 212–228. ISSN 1411-514X. Fakultas Pascasarjana Universitas Pasundan

[28] Eva L. Tumewu, et. al., Karakteristik Individu, Karakteristik Pekerjaan, dan Karakteristik Organisasi terhadap Kepuasan Kerja Karyawan pada Event Organizer Reborn Creative Center Manado. Jurnal EMBA Vol.2 No.1 Maret 2014, Hal. 532-542. ISSN 2303-1174

[29] Mutiara S. Panggabean. op. cit., p. 142

[30] Mangkunegara, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), p. 120

[31] Robert Kreitner dan Angelo Kinicki, Perilaku Oraganisasi (Jakarta: Salemba Empat, 2003), p. 277

[32] Wexley, Kenneth N. dan Gary A. Yukl, Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), p. 149

[33] Bambang Prasetyo, Lina Miftahul Jannah, Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2011), p. 143

Tidak ada komentar:

Posting Komentar