BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
”Let us take care of employment,
employment will take care of growth.” (Mahbub Ul-Hag,1970) Lebih dari 30 tahun lalu, Mahbub
Ul-Haq, seorang ekonomkenamaan dari
India,mengingatkan pentingnya fokus padaketenagakerjaan pada setiap persoalan.Ketenagakerjaan menyangkut banyak aspek yang tidakmelulu ekonomi, tetapi juga sosial, politik, dan
kebahagiaanindividu secara umum. Peringatan Mahbub ini kembali bergaungsaat ini ketika krisis mendera di banyak negara,
termasukIndonesia. Krisis ekonomi
yang berdampak rata pada hampir semua sektor mengharuskan pengambil
kebijakan untuk memilihprioritas kebijakan
mengingat terbatasnya sumber daya. Prioritasyang tepat bagi Mahbub, yang juga saya amini, adalahpengatasan masalah pengangguran.Dari
literatur empiris, dampak krisis pada pengangguran dinegara berkembang biasanya tidak separah seperti di Negara maju di mana terdapat berbagai asuransi sosial
dan perlindunganpekerja. Sebaliknya,
kejatuhan nilai output akibat krisiscenderung lebih dalam di negara
berkembang ketimbang negaramaju.Kejatuhan
nilai output lebih dari 13% pada krisis 1997/1998di Indonesia, misalnya, hanya diiringi kenaikan tingkatpengangguran terbuka sekitar 0,5%.
Dengan kata lain, hukumOkun (Arthur
Okun, 1962) yang menyatakan bahwa setiappeningkatan pengangguran akan diiringi oleh penurunan
tingkatoutput berlipat ganda lebih menemukan
aplikasinya di negaraberkembang
ketimbang negara maju. Dari krisis
1997/1998, ada beberapa alasan untuk hal ini. Pertama, adanya fenomena labour
hoarding di mana pengusahacenderung menahan pekerja yang dimiliki meski ada
kejatuhanpermintaan. Rasio produktivitas
akan menurun yang membuatoutput tertekan,sementara jumlah pekerja
konstan.Satu hal yangdisebabkan sulitnya
mencari pekerja dengan skill danketerampilan
spesifik (Manning,2000).Kedua,negara berkembang seperti Indonesia memiliki
katuppengaman berupa sektor informal
yang lebih luas ketimbang negara
maju. Apa yang terobservasi sekadar perpindahanpekerja dari sektor formal ke sektor informal, bukannyapeningkatan angka pengangguran.Ketiga,pendapatan relatif pekerja di negara
berkembang jauh lebih rendah ketimbang pekerja di negara
maju.Pekerja dinegara berkembang juga
biasanya tidak memiliki banyaktabungan
sehingga tidak bekerja bukanlah satu pilihan untukmempertahankan keberlangsungan hidup.Keempat, terkait dengan hal teknis statistik,
pekerja yangterkena PHK akan berhenti
mencari kerja dan memilih untukmelakukan hal lain seperti kembali bersekolah
atau sekadar mengurus rumah
tangga. Dengan kata lain, mereka berhentimenjadi angkatan kerja dan tidak terhitung secara statistiksebagai pengangguran. Akan tetapi, kecenderungan ini agaknya tidak akanberlanjut.
Berbagai estimasi,termasuk dari ILO danINDEF,menunjukkan
akan terdapat peningkatan jumlahpenganggur antara 650.000 sampai dengan
1 juta orang pada2009. Ini belum termasuk tambahan jumlah penganggur dari pekerja Indonesia di luar negeri
yang menurut estimasi MigrantCare berkisar
500.000 sampai dengan 1 juta orang.Dengan kata lain, merujuk pada angka
angkatan kerja pada2008, akan terdapat
peningkatan angka pengangguran antara 1–2% pada 2009. Data-data awal
juga mengindikasikan keseriusanpersoalan
yang ada. Badan Litbang Depnakertrans, misalnya,menunjukkan sudah terdapat
sekitar 90.000 orang yang akanatau sudah terkena PHK hingga akhir
Januari 2009 pada sektor formal.
Ledakan pengangguran pada sektor formal dipastikanakan berdampak pada sektor informal serta
mengikis pendapatanriil pekerja.Mereka yang diberhentikan pada sektor
formal akan pindahbekerja pada sektor
informal dan mengakibatkan penurunanproduktivitas
yang menekan tingkat upah. Kondisi ini akanmengamplifikasi gejala informalisasi pasar kerja yang sudahterjadi selama lima tahun terakhir.Pada saat ini,
sekitar duapertiga dari pekerja
bekerja di sektor informal yang umumnyaminim
perlindungan dan memiliki produktivitas rendah.Melemahnya permintaan akibat krisis global akanmeningkatkan rasio pekerja informal. Informalisasi
pasar kerja
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusam masalah berdasarkan latar belakang
diatas adalah sebagai berikut:
1. Apa
penyebab terjadinya pengangguran?
2. Bagaimana
dampak pengangguran terhadap pembangunan nasional?
3. Bagaimana
cara mengatasi pengangguran?
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui penyebab terjadinya
pengangguran.
2. Untuk
mengetahui dampak pengangguran terhadap
pembangunan nasional.
3. Untuk
mengetahui cara mengatasi pengangguran.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian
Pengangguran
Menurut Ida
Bagoes Mantra, pengangguran adalah bagian dari angkatan kerja yang sekarang ini
tidak bekerja dan sedang aktif mencari pekerjaan. Konsep ini sering diartikan
sebagai keadaan pengangguran terbuka.
Menurut
Dumairy Pengangguran adalah orang yang tidak mempunyai pekerjaan, lengkapnya
orang yang tidak bekerja dan (masih atau sedang) mencari pekerjaan.
Masalah yang
sering dihadapi adalah masalah setengah menganggur atau pengangguran tidak
kentara, yang pengertiannya adalah sebagai berikut :
1. Setengah
menganggur
Keadaan
setengah menganggur (underemployment) terletak antara full employment dan sama
sekali menganggur. Pengertian yang digunakan ILO, Underemployment yaitu
perbedaan antara jumlah pekerjaan yang betul dikerjakan seseorang dalam
pekerjaannya dengan jumlah pekerjaan yang secara normal mampu dan ingin
dikerjakannya.
Konsep ini
dibagi dalam:
a.
Setengah menganggur yang kentara
Setengah menganggur yang kentara (visible
underemployment) adalah jika seseorang bekerja tidak tetap (part time) di luar
keinginannya sendiri, atau bekerja dalam waktu yang lebih pendek dari biasanya.
b.
Setengah menganggur yang tidak kentara
Setengah menganggur yang tidak kentara (invisible
underemployment) adalah jika seseorang bekerja secara penuh (full time) tetapi
pekerjannya itu dianggap tidak mencukupi karena pendapatannya terlalu rendah
atau pekerjaan tersebut tidak memungkinkan ia untuk mengembangkan seluruh
keahliannya.
2. Pengangguran tidak kentara
Pengangguran
tidak kentara (disguised unemployment), dalam angkatan kerja mereka dimasukkan
dalam kegiatan bekerja, tetapi sebetulnya mereka menganggur jika dilihat dari
segi produktivitasnya. Jadi di sini mereka sebenarnya tidak mempunyai
produktivitas dalam pekerjaannya. Misalnya mereka terdiri dari 4 orang yang
bersama-sama bekerja dalam jenis pekerjaan yang sesungguhnya dapat dikerjakan
oleh 3 orang sehingga 1 orang merupakan ‘disguised unemployment’.
3. Pengangguran
friksional
Pengangguran
friksional yaitu pengangguran yang terjadi akibat pindahnya seseorang dari
suatu pekerjaan ke pekerjaan lain, dan akibatnya harus mempunyai waktu tenggang
dan berstatus sebagai penganggur sebelum mendapatkan pekerjaan yang lain
tersebut.
Menurut
Lincolin Arsyad (1999: 35), untuk memperoleh pengertian sepenuhnya tentang arti
penting dari masalah ketenagakerjaan (employment) di perkotaan, kita harus
memperhitungkan pula maslah pertambahan pengangguran terbuka yang jumlahnya
lebih besar yaitu mereka yang kegiatannya aktif bekerja tetapi secara ekonomis
sebenarnya mereka tidak bekerja secara penuh (underutilized). Untuk
mengelompokkan masing-masing pengangguran, menurut Edgar O. Edward (tahun 1974
) buku Ekonomi Pembangunan (Lincolin Arsyad, 1999: 35) perlu diperhatikan
dimensi-dimensi:
a.
Waktu (banyak di antara mereka yang bekerja lebih
lama, misalnya jam kerjanya per hari, per minggu, atau per tahun).
b.
Produktivitas (kurangnya produktivitas seringkali
disebabkan oleh kurangnya sumber daya-sumber daya komplementer Untuk melakukan
pekerjaan).
c.
Intensitas pekerjaan (yang berkaitan dengan kesehatan
dan gizi makanan)
B. Jenis-jenis Pengangguran
1.
Jenis Pengangguran Menurut Faktor Penyebab Terjadinya
Berdasarkan faktor penyebab terjadinya,
pengangguran dapat dibagi menjadi pengangguran konjungtur (siklis), struktural,
friksional, dan musiman.
a. Pengangguran
konjungtur/siklis (cyclical unemployment) adalah pengangguran yang berkaitan
dengan turunnya kegiatan perekonomian suatu negara. Pada masa resesi,
tingkat pengangguran siklis akan semakin meningkat karena dua faktor berikut.
a)
Jumlah orang yang kehilangan pekerjaan terus meningkat
b)
Dibutuhkan waktu yang lebih lama lagi untuk
mendapatkan pekerjaan.
b. Pengangguran
struktural adalah pengangguran yang terjadi karena perubahan
struktur atau perubahan komposisi perekonomian. Perubahan struktur tersebut
memerlukan keterampilan baru agar dapat menyesuaikan diri dengan keadaan baru.
Sebagai contoh, adanya peralihan perekonomian dari sektor pertanian ke sektor
industri.
c. Pengangguran
friksional adalah pengangguran yang terjadi karena kesulitan temporer
dalam mempertemukan pemberi kerja dan tenaga kerja. Kesulitan-kesulitan
temporer ini antara lain adalah waktu yang diperlukan dalam proses pelamaran
dan seleksi oleh pemberi kerja.
d. Pengangguran
musiman adalah pengangguran yang terjadi karena pergantian musim. Contohnya, di
sektor pertanian, umumnya setelah habis panen sampai musim tanam, petani tidak
ada pekerjaan. Dalam keadaan ini, petani tersebut adalah penganggur musiman.
Jenis
2. Jenis pengangguran menurut lama waktu kerja
Berdasarkan lama waktu kerja,
pengangguran dapat dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu pengangguran
terbuka, setengah menganggur, dan pengangguran terselubung.
a. Pengangguran
terbuka (open unemployment) adalah situasi dimana orang sama
sekali tidak bekerja dan berusaha mencari pekerjaan. Pengangguran terbuka bisa
disebabkan karena lapangan kerja yang tidak tersedia, ketidakcocokan antara
kesempatan kerja dan latar belakang pendidikan, dan tidak mau bekerja.
b. Setengah
menganggur (underemployment) adalah situasi di mana orang bekerja,
tapi tenaganya kurang termanfaatkan diukur dari curahan jam kerja,
produktifitas kerja, dan penghasilan yang diperoleh. Misalnya, orang yang
bekerja sebagai tenaga kerja lepas (freelance) di mana dia tidak ada
kepastian mengerjakan pekerjaan pada waktu tertentu.
c. Pengangguran
terselubung (disguised unemployment) terjadi karena tenaga kerja tidak
bekerja secara optimal. Kondisi ini disebabkan adanya ketidaksesuaian antara pekerjaan
dengan bakat dan kemampuannya. Misalnya, seorang lulusan D-3 keperawatan
bekerja sebagai sekretaris sebuah perusahan. Dia tidak bisa menjalankan fungsi
kesekretariatan dengan baik, sehingga menghambat proses kerja yang ada.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Penyebab
Terjadinya Pengangguran
Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan
kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan pekerjaan yang
mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian
karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat
akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial
lainnya.
Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan
jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan
kerja yang dinyatakan dalam persen.
Ketiadaan
pendapatan menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang
menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang
berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis
yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya.
Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat
menyebabkan kekacauan politik, keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat
jangka panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara.
Di negara-negara berkembang seperti Indonesia,
dikenal istilah "pengangguran terselubung" di mana pekerjaan yang
semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh lebih
banyak orang.
B. Dampak
Pengangguran Terhadap Pembangunan Nasional
Pengangguran
berdampak besar terhadap pembangunan nasional. Dampak pengangguran terhadap pembangunan
nasional dapat dilihat melalui hubungan antara pengangguran dan
indikator-indikator berikut ini.
1. Pendapatan
Nasional dan Pendapatan per Kapita
Upah
merupakan salah satu komponen dalam perhitungan pendapatan nasional. Apabila
tingkat pengangguran semakin tinggi, maka nilai komponen upah akan semakin
kecil. Dengan demikian, nilai pendapatan nasional pun akan semakin kecil.
Pendapatan
per kapita adalah pendapatan nasional dibagi jumlah penduduk. Oleh karena itu,
nilai pendapatan nasional yang semakin kecil akibat pengangguran akan
menurunkan nilai pendapatan per kapita.
2. Penerimaan
Negara
Salah satu
sumber penerimaan negara adalah pajak, khususnya pajak penghasilan. Pajak
penghasilan diwajibkan bagi orang-orang yang memiliki pekerjaan. Apabila
tingkat pengangguran meningkat, maka jumlah orang yang membayar pajak
penghasilan berkurang. Akibatnya penerimaan negara pun berkurang.
3. Beban
Psikologis
Semakin lama
seseorang menganggur, semakin besar beban psikologis yang harus ditanggung.
Secara psikologis, orang yang menganggur mempunyai perasaan tertekan, sehingga
berpengaruh terhadap berbagai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Dampak
psikologis ini mempunyai efek domino di mana secara sosial, orang menganggur
akan merasa minder karena status sosial yang tidak atau belum jelas.
4. Biaya
Dengan
semakin besarnya jumlah penganggur, semakin besar pula biaya sosial yang harus
dikeluarkan. Biaya sosial itu mencakup biaya atas peningkatan tugas-tugas
medis, biaya keamanan, dan biaya proses peradilan sebagai akibat meningkatnya
tindak kejahatan.
Untuk
mengatasi beberapa dampak tersebut, perlu adanya terpadu dalam bidang
kesempatan kerja.
C. Cara-cara
Mengatasi Pengangguran dan Usaha Peningkatan Mutu Tenaga Kerja
1. Cara
Mengatasi Pengangguran Siklis
Untuk
mengatasi pengangguran siklis diperlukan beberapa langkah-langkah antara lain
peningkatan daya beli masyarakat. Daya beli masyarakat dapat meningkat apabila
mereka mendapat tambahan penghasilan. Pemerintah harus membuka proyek yang
bersifat umum, seperti, membangun jalan, jembatan, irigasi, dan kegiatan
lainnya. Cara lain adalah dengan mengarahkan pemirntaan masyarakat untuk
membeli barang dan jasa, serta memperluas pasar barang dan jasa. Misalnya,
membuka pasar baru di luar negeri yang dapat menambah permintaan.
2. Cara Mengatasi
Pengangguran Struktural
Untuk mengatasi pengangguran struktural
diperlukan berbagai langkah seperti pengadaan pendidikan dan pelatihan sebagai
persiapan untuk berkarier pada pekerjaan yang baru, memindahkan tenaga kerja
dari tempat yang tidak membutuhkan ke tempat yang membutuhkan, meningkatkan
mobilitas tenaga kerja dan modal yang ada, dan mendirikan industri yang
bersifat padat karya, sehingga mampu menampung tenaga kerja yang menganggur.
3. Cara
Mengatasi Pengangguran Friksional
Pada
dasarnya pengangguran friksional tidak dapat dihilangkan sama sekali dan hanya
dapat dikurangi. Cara mengatasi pengangguran ini adalah mengusahakan informasi
yang lengkap tentang permintaan dan penawaran tenaga kerja, sehingga proses
pelamaran, seleksi, dan pengambilan keputusan menerima atau tidak berlangsung
lebih cepat. Cara lain adalah menyusun rencana penggunaan tenaga kerja sebaik
mungkin.
4. Cara
Mengatasi Pengangguran Musiman
Pengangguran
seperti ini dapat diatasi dengan pemberian informasi yang jelas tentang adanya lowongan
kerja pada bidang lain dan melatih seseorang agar memiliki keterampilan untuk
dapat bekerja pada "masa menunggu" musim tertentu.
D. Usaha
Peningkatan Mutu Tenaga Kerja
Permasalahan pengangguran tidak akan
mungkin bisa diatasi oleh pemerintgah sendiri. Pemerintah memerlukan dukungan
dari piha lain seperti pihak swasta (perusahaan) dan individu yang bersangutan.
Masing-masing pihak perlu mengambil langkah konkret untuk memecahkan masalah
pengangguran. Salah satu langkah awalnya adalah meningkatkan mutu tenaga kerja.
Tidak bisa dipungkiri bahwa
kecenderungan dunia usaha saat ini adalah menerima tenaga kerja yang siap
pakai. Ini berarti sebelum memasuki dunia kerja, seorang tenaga kerja harus
sudah memiliki sejumlah “nilai lebih” berupa tingkat pendidikan dan
keterampilan tertentu. Sementara itu masih banyak tenaga kerja di pasaran yang
berpendidikan rendah. Ini berarti tenaga kerja tersebut belum siap pakai. Untuk
itu, perlu ada usaha meningkatkan mutu tenaga kerja dari pihak
pemerintah,swasta (perusahaan), dan individu.
1.
Pemerintah
Upaya
pemerintah untuk meningkatkan mutu tenaga kerja anatar laindengan mendirikan
berbagai pusat latihan kerja. Upaya ini bertujuan untuk melatih orang menjadi
manusia terampil,berinisiatif, dan kreatif. Usaha ini disertai pula dengan
usaha peningkatan mutu sekolah kejuruan, penciptaan kondisi yang kondusif bagi
penanaman modal, transmigrasi, dan keluarga berencana.
2.
Pihak Swasta (Perusahaan)
Langkah
yang dapat diambil oleh pihak swasta untuk ikut serta dalam upaya meningkatkan
mutu tenaga kerja adalah bekerja sama dengansekolah atau kampus adalah
menyediakan kesempatan bagi para siswa dan mahasiswa untuk kerja praktik atau
magang di perusahaan yang bersangkutan. Program magang ini akan memberi
pemahaman secara lebih baik kepada calon tenaga kerja mengenai dunia kerja yang
sesungguhnya.
Dengan
demikian, para calon tenaga kerja tersebut dapat mempersiapkan dirinya dengan
berbagai kemampuan dan keterampilan yang memang dibutuhkan oleh dunia usaha.
3.
Individu
Beberapa
langkah yang harus diambil oleh setiap individu dalam meningkatkan mutu dirinya
adalah sebagai berikut.
a. Membekali diri dengan berbagai hal
yang dikehendaki oleh perusahaan.
Dalam mencari kerja, seseorang harus membekali diri dengan
berbagai keterampilan dan pengetahuan yang disyaratkan oleh perusahaan secara
umum, seperti keterampilan komputer, bahasa inggris, dan keahlian khusus sesuai
peerjaan yang ditawarkan.
b. Menanamkan jiwa wirausaha.
Bekerja bukan hanya berarti bergabung dengan suatu instansi
atau perusahaan. Bila belum atau tidak bekerja pada instansi atau perusahaan,
seseorang bisa bekerja secara mandiri dengan berwirausaha, seperti berternak
ayam, budidaya anggrek,atau berdagang.
Setiap individu harus bisa mengembangkan kemampuan atau
bakatnya untuk mengenali peluang, seperti membuat produk baru, menentukan cara
produksi baru, menyusun operasi untuk pengadaan produk baru,memasarkan, dan
mengatur permodalan operasinya.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengangguran
adalah orang yang tidak mempunyai pekerjaan, sedang mencari pekerjaan, atau
sedang mempersiapkan suatu usaha baru. Jika peningkatan jumlah angkatan kerja
di suatu negara tidak diimbangi dengan peningkatan daya serap lapangan kerja,
maka tingkat pengangguran di negara tersebut tinggi. Begitupun sebaliknya.
Di
indonesia, berdasarkan tingkat pendidikan, jumlah penganggur didominasi oleh
lulusan SLTA ke bawah (SLTA, SLTP, SD, di bawah SD). Pada tahun 2005, jumlah
penganggur SLTA ke bawah mencapai 93% dari jumlah penganggur sebesar 10.854.254
orang.
Pengangguran
merupakan salah satu masalah ketenagakerjaan di Indonesia dewasa ini. Apabila
masalah ini tidak cepat di atasi maka pengangguran akan terus menjadi
"hantu" dalam perekonomian Indonesia.
B. Saran
Berikut ini
saran-saran yang dapat penulis sampaikan kepada para pembaca pada umumnya,
khususnya kepada angkatan kerja di Indonesia diantaranya:
1. Angkatan kerja hendaknya
berinovasi untuk menciptakan lapangan kerja sendiri atau berwiraswasta.
2. Meningkatkan mutu tenaga
kerja sehingga dapat menggantikan tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
S,
Alam. 2007. Ekonomi untuk SMA dan MA Kelas XI Jilid 2. Jakarta: Esis.
Rahardja,
Pratama, dan Mandala Manurung. 2008. Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi dan
Makroekonomi) Edisi Ketiga. Jakarta: LP-FEUI.
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus