BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Di dalam pendidikan terdapat bermacam-macam alat penilaian
yang dapat digunakan untuk menilai proses dan hasil pendidikan yang telah
dilakukan terhadap peserta didik. Dalam setiap masalah yang timbul berbeda-beda
juga cara mengatasinya.
Pembahasan kali ini penulis ingin mengutarakan bagaimana
cara membuat sebuah tes bagi peserta didik dan cara mengarjakannya.
Untuk melaksanakan evaluasi hasil belajar dan mengajar,
seorang guru dapat menggunakan dua macam tes, yakni tes yang telah distandarkan
(standardized) dan tes buatan guru itu sendiri (teacher-made test).
Suatu tes dapat disebut valid, jika tes itu benar-benar
menilai apa yang harus dinilai. Tes tersebut jika digunakan dapat mencapai
sasaran sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan sebelumnya.
Untuk memperjelas pembahasan tersebut, maka dalam makalah
ini, akan membahas tentang tes tertulis untuk prestasi belajar, beserta hal-hal
yang berkaitan lainnya.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Adapun rumusan masalah berdasarkan
latar belakang masalah di atas adalah sebagai berikut:
2. Apa saja macam-macam tes objektif?
3. Bagaimana pengukuran ranah afektif?
4. Bagaimana pengukuran ranah
psikomotor?
C.
TUJUAN
Adapun tujuan berdasarkan rumusan maslah di atas dalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bentuk-bentuk tes.
2. Untuk mengetahui macam-macam tes
objektif.
3. Untuk mengetahui bagaimana
pengukuran ranah afektif.
4. Untuk mengetahui bagaimana
pengukuran ranah psikomotor.
BAB II
PEMBAHASAN
Telah dibicarakan sebelum ini bahwa di sekolah seringkali
digunakan tes buatan guru (bukan standardized
test). Tes ini disebut tes buatan guru (teacher
made test). Tes yang dibuat oleh guru ini terutama menilai kemajuan siswa
dalam hal pencapaian hasil yang dipelajari. Dalam hal ini bentuk tes dibedakan
atas dua bentuk, yaitu sebagai berikut:
1.
Tes Subjektif
Tes subjektif pada umumnya berbentuk essay (uraian). Tes
bentuk esai adalah sejenis tes kemajuan belajar yang memerlukan jawaban yang
bersifat pembahasan atau uraian kata-kata. Menurut Asmawi Zaenul dan Noehi
Nasution, tes bentuk uraian adalah butir soal yang mengandung pertanyaan atau
tugas yang jawaban atau pengerjaan soal tersebut harus dilakukan dengan cara
mengekspresikan pikiran peserta tes. Ciri khas tes uraian adalah jawaban
terhadap soal tersebut tidak disediakan oleh penyusun soal, tetapi harus
disusun oleh peserta tes. Dalam tes uraian bentuk tesnya diawali dengan
kata-kata seperti: uraikan, jelaskan, mengapa, bagaimana, dibandingkan,
simpulkan, dan sebagainya.
Soal-soal bentuk uraian ini menuntut kemampuan peserta tes
untuk dapat mengingat-ingat dan mengenal kembali, dan terutama harus mempunyai
daya kreativitas yang tinggi dalam pengerjaannya.
a. Kelebihan
Tes Subjektif
§ Mudah disiapkan dan disusun.
§ Tidak memberi banyak kesempatan
untuk berspekulasi atau untung-untungan.
§ Mendorong siswa untuk berani
mengemukakan pendapat serta menyusun dalam bentuk kalimat yang bagus.
§ Memberi kesempatan kepada siswa
untuk mengutarakan maksudnya dengan gaya bahasa dan caranya sendiri.
§ Dapat diketahui sejauh mana siswa
mendalami sesuatu masalah yang diteskan.
b. Kelemahan
Tes Subjektif
§ Kadar validitas dan realibilitas
rendah karena sukar diketahui segi-segi mana dan dari pengetahuan siswa yang
betul-betul telah dikuasai.
§ Kurang representif dalam mewakili
seluruh scope bahan pelajaran yang akan di tes karena soalnya hanya
beberapa saja (tebatas).
§ Cara memeriksanya banyak dipengaruhi
oleh unsur-unsur subyektif.
§ Pemeriksaannya lebih sulit sebab
membutuhkan pertimbangan individual lebih banyak dari penilai.
§ Waktu untuk koreksinya lama dan
tidak dapat diwakilan kepada orang lain. Mudah menimbulkan kecurangan dan
pemalsan jawaban.
c. Petunjuk
Penyusunan
Untuk
menghasilkan butir soal tes uraian yang baik, bagi penyusun tes diharapkan
memerhatikan hal-hal berikut:
§ Hendaknya soal-soal tes dapat
meliputi ide-ide pokok dari materi yang diujikan, dan kalau mungkin disusun
soal yang sifatnya komprehensif yang mampu mewakili materi pokok dalam materi
pelajaran yang diujikan.
§ Hendaknya soal tidak mengambil
kalimat-kalimat yang disalin langsung dari buku atau catatan.
§ Pada waktu menyusun, soal-soal sudah
dilengkapi dengan kunci jawaban serta pedoman penilaiannya.
§ Hendaknya diusahakan agar
pertanyaannya bervariasi antara “Jelaskan” “Mengapa”, “Bagaimana”, agar dapat
diketahui seberapa jauh penguasaan siswa terhadap bahan.
§ Hendaknya rumusan soal dibuat
sedemikian rupa sehingga mudah dipahami oleh tercoba.
§ Hendaknya ditegaskan model jawaban
apa yang dikehendaki oleh penyusunan tes. Untuk ini pertanyaan tidak boleh
terlalu umum, tetapi harus spesifik.
Contoh:
Coba jelaskan tentang peringatan
Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI!
Pertanyaan
ini kurang spesifik. Sebaiknya diambah penjelasan sehingga menjadi:
Coba jelaskan tentang peringatan
Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI yang diadakan di kantor kabupaten tanggal 17
Agustus 2013 yang lalu, ceritakan mengenai:
a.
Pengaturan
tempat
b.
Pejabat
dan undangan yang hadir
c.
Acara
peringatan
d.
Atraksi
yan disuguhkan
e.
Hidangan
yang diberikan
2.
Tes
Objektif
Tes Objektif adalah tes yang dibuat dengan sedemikian rupa
sehingga hasil tes itu dapat dinilai secara objektif, yaitu dapat dinilai oleh
siapapun akan dapat menghasilkan skor yang sama. Karena sifatnya yang objektif
ini maka tidak perlu harus dilakukan oleh manusia. Pekerjaan tersebut dapat
dilakukan oleh mesin, misalnya mesin scanner.
a.
Kelebihan
Tes Objektif
§ Tes objektif lebih banyak mengandung
segi-segi yang positif, misalnya lebih representatif mewakili isi dan luas
bahan, lebih obyektif, dapat dihindari campur tangannya unsur-unsur subyektif
baik dari segi siswa maupun segi guru yang memeriksa.
§ Tes objektif lebih mudah dan cepat
cara memeriksanya karena dapat menggunakan kunci tes bahkan alat-alat hasil
kemajuan teknologi.
§ Dalam pemeriksaannya dapat
diserahkan kepada orang lain.
§ Dalam pemeriksaan, tidak ada unsur
subyektif yang mempengaruhi.
b.
Kelemahan Tes Objektif
§ Membutuhkan persiapan yang lebih
sulit daripada tes esai karena butir soal atau item tesnya banyak dan harus
diteliti untuk menghindari kelemahan-kelemahan yang lain.
§ Butir-butir soal cenderung hanya
mengungkap ingatan dan pengenalan kembali (recalling) saja, dan sukar
untuk mengukur kemampuan berpikir yang tinggi seperti sintesis maupun
kreativitas.
§ Banyak kesempatan bagi siswa untuk
spekulasi atau untung-untungan (guessing) dalam menjawab soal tes.
§ Kerja sama antar siswa pada waktu
mengerjakan soal tes lebih terbuka.
B.
MACAM-MACAM
TES OBJEKTIF
1.
Tes
Benar-Salah (True False Test)
Tes tipe benar salah (true false test) adalah tes
yang butir soalnya terdiri dari pernyataan yang disertai dengan alternatif
jawaban yaitu jawaban atau pernyataan yang benar dan yang salah. Orang yang
ditanya bertugas untuk menandai masing-masing pernyataan itu dengan melingkari
huruf “B” jika pernyataan itu betul menurut pendapatnya dan melingkari huruf
“S” jika pernyataan tersebut menurut pendapatnya salah.
Contoh:
B
– S Kabupaten pekalongan terletak di provinsi Jawa Tengah.
Tes bentuk obyektif banyak memberi peluang testee untuk
bermain spekulasi. Bentuk benar salah ada dua macam (dilihat dari segi
mengerjakan/menjawab soal), yakni:
1) Dengan pembetulan (without correction), yaitu siswa diminta membetulkan
bila ia memilih jawaban yang salah.
2) Tanpa pembetulan (without correction), yaitu
siswa hanya diminta melingkari huruf B atau S tanpa memberikan jawaban yang
betul.
a. Kebaikan Tes Benar-Salah
1)
Dapat
mencakup bahan yang luas dan tidak banyak memakan tempat karena biasanya
pertanyaan-pertanyaannya singkat saja.
2)
Mudah
menyusunnya
3)
Dapat
digunakan berkali-kali
4)
Dapat
dilihat secara cepat dan objektf
5)
Petunjuk
cara mengerjakannya mudah dimengerti
b. Keburukan Tes Benar-Salah
1)
Sering
membingungkan
2)
Mudah
ditebak/diduga
3)
Banyak
masalah yang tidak dapat dinyatakan hanya dengan dua kemungkinan benar atau
salah
4)
Hanya
dapat mengungkap daya ingatan dan pengenalan kembali
c. Petunujuk penyusunan
1)
Tulislah
huruf B-S pada permulaan masing-masing item dengan maksud untuk mempermudah
mengerjakan dan menilai (scoring).
2)
Usahakan
agar jumlah butir soal yang harus dijawab B sama dengan butir soal yang harus
dijawab S. Dalam hal ini hendaknya pola jawaban tidak bersifat teratur misalnya
B-S-BS-B-S atau SS-BB-SS-BB-SS.
3)
Hindari
item yang masih bisa diperdebatkan:
Contoh:
B-S. Kelayakan lebih penting
daripada kepandaian.
4)
Hindari
pertanyaan-pertanyaan yang persis dengan buku
5)
Hindari
kata-kata yang menunjukan kecenderungan memberi saran seperti yang dikehendaki
oleh item yang bersangkutan, misalnya: semuanya, tidak selalu, tidak pernah,
dan sebagainya.
d. Cara
mengolah skor
§ Dengan denda, dengan rumus:
S = R – W
S = Skor yang diperoleh.
R = right (jawaban yang
benar)
W = wrong (jawaban yang
salah)
Contoh:
Jumlah soal tes = 20 buah
A menjawab betul 16 buah dan salah 4
buah. Maka skor A adalah
16 - 4 = 12
Dengan menggunakan rumus ini maka
akan ada kemungkinan seorang siswa memperoleh skor negatif.
§ Tanpa denda, dengan rumus:
S = R
Yang dihitung hanya betul.
(Untuk soal yang tidak dikerjakan
nilainya 0).
2.
Tes
Pilihan Ganda (Multiple ChoiceTest)
Tes pilihan ganda adalah tes dimana setiap butir soalnya
memiliki jumlah alternatif jawaban lebih dari satu. Tes ini terdiri atas suatu
keterangan atau pemberitahuan tentang suatu pengertian yang belum lengkap. Dan
untuk melengkapinya harus memilih satu dari beberapa kemungkinan jawaban yang
telah disediakan.
Setiap tes pilihan ganda terdiri dari dua bagian, yaitu: (1)
Pernyataan atau disebut juga stem, dan (2) alternatif pilihan jawaban
atau disebut pula options.
Contoh:
Stem
atau pokok soal:
Di jawa tengah terdapat beberapa
buah candi. Salah satu candi tersebut mempunyai ciri fisik yang berbeda dari
candi lainnya lain, karena candi ini termasuk salah satu keajaiban dunia. Candi
manakah yang dimaksud?
Pilihan
jawaban:
a.
Candi
Borobudur
b.
Candi
Prambanan
c.
Candi
Mendut
d.
Candi
Roro jonggrang
e.
Komplek
candi Dieng
Dari contoh diatas stem atau pokok soal dapat terdiri
dari pertanyaan. Sedangkan pilihan jawaban (options) terdiri dari
alternatif pilihan jawaban. Salah satu dari alternatif pilihan itu adalah jawaban
yang benar terhadap pertanyaan. Dalam hal ini ditandai dengan asteriks (*). Jawaban
tersebut dinamakan kunci jawaban. Alternatif jawaban yang bukan kunci dinamakan
pengecoh atau distractors. Jadi dalam pilihan (options) ada
pilihan yang bukan kunci.
a. Penggunaan tes pilihan ganda
Tes
bentuk pilihan ganda ini merupakan bentuk tes objektif yang paling banyak
digunakn karena banyak sekali materi yang dapat dicakup.
Bentuk-bentuk
soal yang digunakan di dalam Ujian Akhir Nasional maupun SNMPTN ada 4 variasi:
§ Pilihan ganda biasa
§ Hubungan antarhal
(pernyataan-SEBAB-pernyataan)
§ Kasus (dapat muncul dalam berbagai
bentuk)
§ Asosiasi
Contoh soal bentuk asosiasi:
Petunjuk Pilihan.
(A) Jika (1), (2), dan (3) betul
(B)
Jika
(1) dan (3) betul
(C)
Jika
(2) dan (4) betul
(D) Jika hanya (4) yang betul
(E)
Jika
semuanya betul
Soal:
Ditinjau dari tata bentuk kata, maka
gabungan kata yang betul di antara 4 (empat) gabungan kata berikut adalah:
(1) Perserikatan bangsa-bangsa
(2) Para alumnus
(3) Suatu pemikiran-pemikiran
(4) Dewan gereja
Contoh bentuk soal sebab akbat
antarahal yang terdiri dari dua buah pernyataan dengan kata “sebab” di antara
keduanya, sudah disajikan sebagai contoh soal analisis.
b. Petunjuk penyusunan
Pada dasarnya, soal bentuk pilihan
ganda ini adalah soal bentuk benar salah juga, tetapi dalam bentuk jamak.
Tercoba (testee) diminta membenarkan atau menyalahkan setiap stem dengan tiap pilihan jawab.
Kemungkinan jawaban itu biasanya sebanyak tiga atau empat buah, tetapi
adakalanya dapat juga lebih banyak (untuk tes yang akan diolah dengan computer
banyaknya option diusahakan 4 (empat)
buah.
Contoh:
Kambing dapat digolongkan sebagai:
a. Kata sifat
b. Kata bilangan
c. Kaa benda
d. Kata kerja
Cara menulis soal di atas adalah
lebih baik daripada jika pilihan jawaban disusun ke samping.
Contoh:
1. She (go, going, went, has gone) to
school yesterday.
2. I have (to be, was, been) working
since early in the morning.
Hal
demikian akan mempersukar dan menghambat jalannya pemeriksaan. Cara
mengatasinya ialah dengan menyediakan tempat tersendiri untuk menuliskan
jawaban-jawaban itu.
Cara
memilih jawaban dapat dilakukan dengan jalan:
a)
Mencoret
kemungkinan jawaban yang tidak benar
b)
Memberi
garis bawah pada jawaban yang benar (dianggap benar)
c)
Melingkari
atau memberi tanda kurung pada huruf di depan jawaban yang dianggap benar.
d)
Membubuhkan
tanda kali (x) atau tambah (+) di dalam kotak atau tanda kurung di depan
jawaban yang telah disediakan.
e)
Menuliskan
jawaban pada tempat yang telah disediakan.
c. Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam tes pilihan ganda
1)
Instruksi
pengerjaannya harus jelas, dan bila dipandang perlu baik disertai contoh
mengerjakannya.
2)
Dalam
tes pilihan ganda, hanya ada “satu” jawaban yang benar. Jadi tidak mengenal
tingkatan-tingkatan benar, misalnya benar nomor satu, benar nomor dua, dan
sebagainya.
3)
Kalimat
pokok hendaknya mencakup dan sesuai dengan rangkaian manapun yang dapat
dipilih.
4)
Kalimat
pada tiap butir soal hendaknya sesingkat mungkin.
5)
Usahakan
menghindarkan penggunaan bentuk negatif dalam kalimat pokoknya.
6)
Kalimat
pokok dalam setiap butir soal hendaknya tidak tergantung pada butir-butir soal
lain.
7)
Gunakan
kata-kata: “manakah jawaban yang paling baik”, pilihlah satu yang pasti lebih
baik dari yang lain”, bilamana terdapat lebih dari satu jawaban yang benar.
8)
Jangan
membuang bagian pertama dari suatu kalimat.
Contoh: _____ kita sudah merdeka
kita bekerja sama _____ kita masing-masing.
a. Andaikata _____ maka _____
b. Meskipun _____ boleh _____
c. Negara ________ maka _____
d. Walaupun _____ tidak seharusnya
_____
e. Tahun 1945 ____ dan ____
9)
Dilihat
dari segi bahasanya, butir-butir soal jangan terlalu sukar.
10)
Tiap
butir soal hendaknya hanya mengandung satu ide. Meskipun ide tersebut dapat
kompleks.
11)
Bila
dapat disusun urutan logis antarpilihan-pilihan, urutkanlah (misalnya: urutan
tahun, urutan alphabet, dan sebagainya).
12)
Susunlah
agar jawaban mana pun mempunyai kesesuaian tata bahadsa dengan kalimat
pokoknya.
13)
Alternatif
yang disajikan hendaknya agak seragam dalam panjangnya, sifat uraian maupun
taraf teknis.
14)
Alternatif-alternatif
yang disajikan hendaknya agak bersifat homogen mengenai isinya dan bentuknya.
15)
Buatlah
jumlah alternative pilihan ganda sebanyak empat. Bilaman terdapat kesukaran,
buatlah pilihan-pilihan tambahan untuk mencapai jumlah empat tersebut.
Pilihan–pilihan tambahan hendaknya jangan terlalu gampang diterka karena
bentuknya atau isinya.
16)
Hindarkan
pengualangan suara atau pengulangan kata pada kalimat pokok di
alternatif-alternatif, karena anak akan cenderung memilih alternatif yang
mengandung penulangan tersebut. Hal ini disebabkan karena dapat diduga itulah jawaban
yang benar.
17)
Hindarkan
menggunakan susunan kalimat dalam buku pelajaran. Karena yang terungkap mungkin
bukan pengertiannya melainkan hafalannya.
18)
Alternatif-alternatif
hendaknya jangan janagn inklusif dan jangan sinonim.
19)
Jangan
gunakan kata-kata indicator seperti selalu, kadang-kadang, pada umumnya.
d. Cara mengolah skor:
§ Dengan denda, dengan rumus:
S = skor yang diperoleh peserta tes (Raw
Score)
R = jumlah jawaban yang betul
W = jumlah jawaban yang salah
O = banyaknya pilihan (option)
1 = bilangan tetap
Contoh:
murid menjawab betul 17 soal dari 20
soal. Soal bentuk multiple choice ini dengan menggunakan option sebanyak 4
buah.
Skor =
§ Tanpa denda, dengan rumus:
S = R
Jadi, yang
dihitung hanya jawaban yang benar saja.
3.
Tes
Menjodohkan (Matching Test)
Matching test dapat kita ganti dengan istilah mempertandingkan,
mencocokkan, memasangkan atau menjodohkan. Matching test terdiri atas
satu seri pertanyaan dan satu seri jawaban. Masing-masing pertanyaan mempunyai
jawabannya yang tercantum dalam seri jawaban.Tugas peserta tes adalah mencari
dan menempatkan jawaban-jawaban, sehingga sesuai atau cocok dengan
pertanyaannya.
Contoh:
“Pasangkanlah
pertanyaan yang ada pada lajur kiri dengan pernyataan yang ada pada lajur kanan
dengan cara menempatkan huruf yang terdapat di muka pernyataan lajur kiri pada
titik-titik yang disediakan pada lajur kanan.”
a.
|
Transmigrasi
…….
b. Imigrasi ………….
c. Emigrasi …………
d. …………………...
Cara
menjawabnya dapat ditulis:
1.
Transmigrasi : Pindahnya
penduduk antar pulau dalam suatu negara.
2.
Imigrasi : Masuknya penduduk dari negara
lain.
3.
Emigrasi : Pindahnya penduduk ke negara
lain
Atau dengan
menulis huruf depannya:
1.
Transmigrasi : (4)
2.
Imigrasi : (1)
3.
Emigrasi : (2)
Kiranya
cara yang kedua ini lebih efisien; baik dipandang dari segi guru yang akan memeriksa
pekerjaan tersebut. Bentuk matcing test ini dapat pula dipandang sebagai multiple choice berganda.
Petunjuk-petunjuk
yang perlu diperhatikan dalam menyusun tes bentuk ini adalah:
1)
Seri pertanyaan-pertanyaan
dalam matcing test hendaknya tidak
lebih dari sepuluh soal (item). Sebab pertanyaan-pertanyaan yang banyak itu
akan membingungkan murid. Juga kemungkinan akan mengurangi homogenitas antar
item-item itu. Jika itemnya cukup banyak, lebih baik dijadikan dua seri.
2)
Jumlah jawaban
yang harus dipilih, harus lebih banyak daripadajumlah soalnya (lebih kurang 1 kali).
Dengan demikian murid dihadapkan kepada banyak pilihan, yang semuanya mempunyai
kemungkinan benarnya, sehingga murid terpaksa lebih mempergunakan pikirannya.
3)
Antara item-item
yang tergabung dalam satu seri matcing
test harus merupakan pengertian-pengertian yang benar-benar homogen.
Cara
mengolah skor:
Rumus
untuk mencari skor dalam tes tipe menjodohkan adalah:
S
= R
Dimana,
S = skor yang diperoleh peserta tes (Raw Score)
R = jumlah jawaban yang betul
Jadi,
yang dihitung adalah yang jawabannya benar saja, sedangkan yang jawabannya
salah tidak dihitung atau diberi skor.
4.
Tes Isian (Completion Test)
a. Pengertian
Completion
test
biasa kita sebut dengan istilah tes isian, tes menyempurnakan, atau tes
melengkapi. Completion test terdiri
atas kalimat-kalimat yang ada bagian-bagiannya yang dihilangkan. Bagian yang
dihilangkan atau yang harus diisi oleh murid ini adalah merupakan pengertian
yang kita minta dari murid.
Contoh:
1. Columbus
menemukan Benua Amerika pada tahun ______
2. Air
akan membeku pada suhu ______ derajat Fahrenheit
Ada
juga completion test yang tidak
berbentuk kalimat-kalimat pendek seperti di atas, tetapi merupakan kalimat-kalimat
berangkai dan memuat banyak isian.
Contoh:
Di mulut,
makanan dikunyah dan dicampur dengan _____ (1) yang mengandung _____ (2)
berguna untuk menghancurkan _____ (3) kemudian ditelan melalui _____ (4) masuk ke _____ (5) Di sini dicampur lagi dengan (6)
______ dan seterusnya.
Jawaban-jawaban tidak
perlu ditulis di tempat yang dikosongkan, sebab cara demikian akan menyukarkan
pemeriksaan. Tetapi sediakanlah tempat tersendiri dengan nomor unit ke bawah.
Oleh karena itu, dalam membuat soal, tempat-tempat isian harus diberi nomor
seperti di atas.
Contoh tempat jawaban:
1. ……………………
2. ……………………
3. ……………………
4. ……………………
5. ……………………
6. ……………………
7. ……………………
Dengan demikian akan mempermudah dan
mempercepat waktu pemeriksaan. Perlu diperhatikan bahwa dalam menyusun soal-soal
melengkapi, jangan lupa memberikan “kunci pembuka” untuk dapatnya soal-soal itu
dikerjakan.
Misalnya :
______
menemukan ______ pada tahun ______
Soal
di atas adalah tidak memberikan kunci pembuka. Oleh karena itu, tidak dapat
dikerjakan, atau dapat dikerjakan dengan berbagai macam jawaban. Tetapi dengan
membubuhkan completion test, “Columbus” ataupun “Edison” di bagian muka, maka
menjadi tegaslah jawabannya.
Cara
scoring : S = R
(sama
dengan bentuk matching).
b. Petunjuk penyusunan
Saran-saran dalam menyusun tes
bentuk isian ini adalah sebagai berikut:
1) Perlu
selalu inget diingat bahwa kita tidak dapat merencanakan lebih dari satu
jawaban yang kelihatan logis.
2) Jangan
mengutip kalimat / pernyataan yang tertera pada buku / catatan.
3) Diusahakan
semua tempat kosong hendaknya sama panjang.
4) Diusahakan
hendaknya setiap pernyataan jangan mempunyai lebih sari satu tempat kosong.
5) Jangan
mulai dengan tempat kosong.
Misalnya:
Ibukota
Indonesia adalah _____ (lebih baik).
_____
adalah ibukota Indonesia (kurang baik).
c. Bilamanakah digunakan tes subjektif
?
Tes
bentuk esai digunakan apabila:
1) Kelompok
yang akan tes kecil, dan tes itu tidak akan digunakan berulang-ulang.
2) Tester
(guru) ingin menggunakan berbagai cara untuk mengetahui kemampuan siswa dalam
bentuk tertulis.
3) Guru
ingin mengetahui lebih banyak tentang sikap-sikap siswa dari pada hasil yang
telah dicapai.
4) Memiliki
waktu yang cukup banyak untuk menyusun tes.
d. Bilamanakah digunakan tes objektif
1) Kelompok
yang akan di tes banyak dan tesnya akan digunakan lagi berkali-kali.
2) Skor
yang diperoleh diperkirakan akan dapat dipercaya (mempunyai reliabilitas yang
tinggi).
3) Guru
lebih mampu menyusun tes bentuk objektif dari pada tes bentuk esai (uraian).
4) Hanya
mempunyai waktu sedikit untu koreksi dibandingkan dengan waktu yang digunakan
untuk menyusun tes. Pada umumnya, guru seyogianya menggunakan dua macam bentuk
tes ini dalam perbandingan 3 : 1, yaitu 3 bagian untuk tes objektif, dan 1
bagian untuk tes uraian.
C. PENGUKURAN RANAH AFEKTIF
Pengukuran ranah afektif tidaklah
semudah mengukur ranah kognitif. Pengukuran ranah afektif tidak dapat dilakukan
setiap saat (dalam arti pengukuran formal) karena perubahan tingkah laku siswa
tidak dapat berubah sewaktu—waktu. Pengubahan sikap seseorang memerlukan waktu
yang relatif lama. Demikian juga
pengembangan minat dan penghargaan serta nilai-nilai.
Di dalam Petunjuk Pelaksanaan Penilaian
Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) disebutkan bahwa penilaian ranah
kognitif bertujuan mengukur pengembangan penalaran, sedangkan tujuan penilaian
afektif adalah sebagai berikut.
1.
Untuk mendapatkan umpan balik
(feedback), baik bagi guru maupun siswa sebagai dasar untuk memperbaiki proses
belajar-mengajar dan mengadakan program perbaikan (remedial program) bagi anak
didiknya.
2.
Untuk mengetahui tingkat perubahan
tingkah laku anak didik yang dicapai, yang antara lain diperlukan sebagai bahan
untuk perbaikan tingkah laku anak didik, pemberian laporan kepada orang tua,
dan penentuan lulus tidaknya anak didik.
3.
Untuk menempatkan anak didik dalam
situasi belajar-mengajar yang tepat, sesuai dengan tingkat pencapaian dan
kemampuan serta karakteristik anak didik.
4.
Untuk mengenal latar belakang kegiatan
belajar dan kelainan tingkah laku anak didik. (Depdikbud, 1983; 2)
Sehubungan
dengan tujuan penilaiannya ini maka yang menjadi sasaran penilaian kawasan
afektif adalah perilaku anak didik, bukan pengetahuannya. Sebagai contoh, siswa
bukan dituntut untuk mengetahui sebab-sebab dibentuknya BPUPKI, tetapi
bagaimana sikapnya terhadap pembentukan BPUPKI tersebut.
Pertanyaan afektif tidak menuntut jawaban benar atau
salah, tetapi jawaban yang khusus tentang dirinya mengenai minat, sikap, dan
internalisasi nilai (oleh Cronbach dibedakan antara maximum performance dengan
typical performance attitude) (Cronbach. 1970).
Pertanyaan
“Bangsa Indonesia
dijajah oleh Belanda SS S TS STS BL
lebih kurang 31/2
abad karena
Kurangnya persatuan.”
SS = sangat setuju; S =
setuju; TS = tidak setuju; STS = sangat tidak setuju; BL = blangko.
Pertanyaan ini bukan
mengukur sikap, tetapi pengetahuan.
Mengapa?
Sebab apabila anak
mengisi TS dapat diketahui bahwa ia tidak tahu bahwa bangsa Indonesia dijajah 31/2
abad atau karena kurangnya persatuan. Setuju/tidak setuju menunjukkan:
benar/salah.
Sebelum melakukan penilaian terhadap aspek afektif, sama
hal nya dengan mengukur aspek kognitif, guru diharapkan mendaftar materi yang
dicakup dihubungkan dengan TIU dan TIK-nya. Sebagai pengganti TIU adalah yang
disebut sebagai nilai dasar. Di dalam
PSPB nilai-nilai dasar yang dimaksud adalah hasil jabaran dari konsep dasar
yang tercantum dalam GBHN 1983, yang kemudian dituangkan menjadi dasar
kebijaksanaan pokok tentang PSPB (Depdikbud, 1983, halaman 6). Selanjutnya
nilai dasar tersebut diuraikan ke dalam nilai
dan indikator. Untuk PSPB ada 4
(empat) nilai dasar yang akan dicapai, yaitu:
1.
Kesadaran Nasional sebagai suatu bangsa.
2.
Sikap patriot.
3.
Kreatif dan inovatif.
4.
Kepribadian yang berdasarkan nilai,
jiwa, dan semangat 1945 dan Pancasila.
Sebagai contoh penguraian menjadi nilai dan indikator
adalah sebagai berikut:
Nilai
dasar : Sikap patriot
Nilai : tahan
uji/ulet/tahan menderita
Indikatornya
antara lain:
§ Tidak
mau berhenti bekerja sebelum pekerjaan selesai;
§ Tidak
mudah putus asa menghadapi kesulitan dalam pekerjaannya;
JENIS-JENIS
SKALA SIKAP
Ada beberapa bentuk
skala yang dapat digunakan untuk mengukur sikap, antara lain :
1)
Skala Likert
Skala
ini disusun dalam bentuk suatu pernyataan dan diikuti oleh lima respons yang
menunjukkan tingkatan. Misalnya, seperti yang telah dikutip yaitu :
SS = sangat setuju;
S = setuju;
TB = tidak berpendapat;
TS = tidak setuju;
STS = sangat tidak setuju.
2)
Skala pilihan ganda
Skala
ini bentuknya seperti soal bentuk pilhan ganda, yaitu suatu pernyataan yang
diikuti oleh sejumlah alternatif pendapat.
Contoh:
Dalam
suatu upacara bendera:
a. Setiap
peserta harus dengan khidmat mengikuti jalannya upacara tanpa kecuali.
b. Peserta
diperbolehkan berbicara asal dalam batas-batas tertentu dan tidak mengganggu
jalannya upacara.
c. Dalam
keadaan terpaksa peserta boleh berbicara tetapi hanya dengan berbisik.
d. Peserta
boleh (merdeka) berbicara asal tertib.
Skala seperti ini dikembangkan oleh Inkels, seorang ahli
penilaian di Stanford University.
3)
Skala Thurstone
Skala
Thurstone merupakan skala mirip skala buatan Likert karena merupakan suatu
instrument yang jawabannya menunjukkan tingkatan.
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
11
|
A
|
B
|
C
|
D
|
E
|
F
|
G
|
H
|
I
|
J
|
K
|
very
favourable
|
|
neutral
|
|
|
very
unfavourable
|
Pernyataan yang
diajukan kepada responden disarankan oleh Thurstone kira-kira 10 butir, tetapi
tidak kurang dari 5 butir.
4)
Skala Guttman
Skala
ini sama dengan yang disusun oleh Bogardus, yaitu berupa tiga atau empat buah
pernyataan yang masing-masing harus dijawab “ya” atau “tidak”.
Pernyataan-pernyataan tersebut menunjukkan tingkatan yang berurutan sehingga
bila responden setuju pernyataan nomor 2, diasumsikan setuju nomor 1.
Selanjutnya jika responden setuju dengan pernyataan nomor 3, berarti setuju
pernyataan nomor 1 dan 2.
Contoh:
1. Saya
mengizinkan anak saya bermain ke tetangga.
2. Saya
mengizinkan anak saya pergi ke mana saja ia mau.
3. Saya
mengizinkan anak saya pergi kapan saja dan ke mana saja.
4. Anak
saya bebas pergi ke mana saja tanpa minta izin terlebih dahulu.
5)
Semantic differential
Instrumen
yang disusun oleh Osgood dan kawan-kawan ini mengukur konsep-konsep untuk tiga
dimensi. Dimensi-dimensi yang ada diukur dalam kategori: baik-tidak baik,
kuat-lemah, dan cepat-lambat atau aktif-pasif, atau dapat juga berguna-tidak
berguna. Dalam buku Osgood dikemukakan adanya 3 (tiga) faktor untuk
menganalisis skalanya:
a) Evaluation
(baik-buruk);
b) Potency
(kuat-lemah);
c) Activity
(cepat-lambat);
d) Familiarity
(tambahan Nunnally).
Contoh:
Main Musik
Baik
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
Tidak baik
|
Berguna
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
Tidak berguna
|
Aktif
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
Pasif
|
Cara ini dapat digunakan untuk
mengetahui minat atau pendapat siswa mengenai sesuatu kegiatan atau topik dari
suatu mata pelajaran.
6)
Pengukuran minat
Di
samping menggunakan skala seperti dicontohkan di atas, minat juga dapat diukur
dengan cara seperti di bawah ini:
A. Mengunjungi
perpustakaan:
SS S B AS TS STS
B. Sandiwara: SS S B AS TS STS
Pilihan: Senang sampai dengan sangat
tidak senang dapat ditentukan sendiri. Boleh juga diteruskan sampai 11 skala.
D.
PENGUKURAN
RANAH PSIKOMOTOR
Pengukuran
ranah psikomotor dilakukan terhadap hasil-hasil belajar yang berupa penampilan.
Namun demikian biasanya pengukuran ranah ini disatukan atau dimulai dengan
pengukuran ranah kognitif sekaligus. Misalnya, penampilannya dalam menggunakan
thermometer diukur mulai dari pengetahuan mereka mengenai alat tersebut,
pemahaman tentang alat dan penggunaannya (aplikasi), kemudian baru cara
menggunakannya dalam bentuk keterampilan. Untuk pengukuran yang terakhir ini
harus diperinci antara lain: cara memegang, cara meletakkan/menyelipkan ke
dalam ketiak atau mulut, cara membaca angka, cara mengembalikan ke dalam
tempatnya, dan sebagainya. Ini semua tergantung dari kehendak kita, asal tujuan
pengukuran dapat tercapai.
Instrumen
yang digunakan mengukur keterampilan biasanya berupa matriks. Ke bawah
menyatakan perperincian aspek (bagian keterampilan) yang akan diukur, ke kanan
menunjukkan besarnya skor yang dapat dicapai.
Contoh:
Instrumen untuk
mengamati keterampilan praktek memasak (dalam skala 5).
Nama
: A ………. Kelas …………
No.
|
Keterampilan
|
Skor
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
||
1
2
3
4
5
6
7
|
Terampil
menyiapkan alat
Tekun dalam bekerja
Menggunakan waktu sangat efektif
Mampu bekerja sama
Memperhatikan Keselamatan Kerja
Memperhatikan Kebersihan
Hasil Masakan Enak
|
|
x
|
x
x
x
|
x
|
x
x
|
Keseluruhan hasil
sesuai dengan skor yang diperoleh.
Untuk
A ini skornya adalah:
BAB III
PENUTUP
Ada
dua macam bentuk tes yang dilihat oleh guru dalam menilai kemajuan siswa:
1. Tes Subjektif, tes yang pada umumnya
berbentuk uraian atau esay. Dan yang dimaksud tes esay itu sendiri adalah tes
yang berbentuk pertanyaan-pertanyaan tulisan, yang memerlukan jawaban secara
uraian / dengan kata-kata yang panjang.Dalam bentuk tesnya diawali dengan kata
Mengapa, Bagaimana, dan lain sebagainya.
2. Tes Objektif, adalah tes yang dibuat
dengan sedemikian rupa sehingga hasil tes itu dapat dinilai secara objektif,
yaitu dapat dinilai oleh siapapun dan akan mendapatkan hasil / skor yang sama.
Bentuk tes objektif ada 3 macam yaitu :
o
Tes
benar-salah (true-false test)
o
Test
pilihan ganda (multiple choice test)
o
Tes
menjodohkan (matching test).
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,
Suharsimi. 2012. Dasar-dasar Evaluasi
Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
http://pekalonganbatiktv.blogspot.com/2013/07/tes-tertulis-untuk-prestasi-belajar.html, diakses pada tanggal 10 September 2013.