BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Sering kita
jumpai didalam kehidupan sehari-hari beberapa orang yang mengalami stres, baik
dalam kehidupan sosial maupun dilingkungan kerja. Pekerjaan yang terlalu sulit
serta keadaan sekitar yang monoton juga akan dapat menyebabkan stres dalam
bekerja di beberapa Perusahaan.
Masalah Stres
kerja di dalam kehidupan organisasi perusahaan menjadi gejala yang penting
diamati sejak mulai timbulnya tuntutan untuk efisien di dalam pekerjaan. Akibat
adanya stres kerja tersebut yaitu orang menjadi nervous, merasakan kecemasan
yang kronis, peningkatan ketegangan pada emosi, proses beriikir dan kondisi
fisik individu. Selain itu, sebagai hasil dari adanya stres kerja karyawan
mengalami beberapa gejala stres yang dapat mengancam dan mengganggu pelaksanaan
kerja mereka, seperti : mudah marah dan agresi, tidak dapat relaks, emosi yang
tidak stabil, sikap tidak mau bekerja sama, perasaan tidak mampu terlibat,dan kesulitan dalam
masalah tidur.
Banyak juga
orang yang kurang menyadari gejala timbulnya stres tersebut dalam kehidupannya
padahal apabila kita mengetahui lebih dini mengenai gejala stres tersebut kita
dapat mencegahnya. Upaya pencegahan ini dapat dilakukan dengan maksud agar
terjaminnya keamanan dan kenyamanaan dalam bekerja. Apabila seseorang sedang
yang mengalami stres dan melakukan pekerjaan itu, maka akan mengganggu keamanan
dan kenyamanaan dalam bekerja.
Untuk menjaga
keamanan dan kenyamanaan kerja tersebut psikologi seseorang juga harus stabil
agar terjadi hubungan yang harmonis antara faktor kejiwaan serta kondisi yang
terjadi. Jadi kita harus memperhatikan secara lebih baik lingkungan yang dapat
mempengaruhi psikologi (kejiwaan) seseorang sehingga stres dapat diminimalisir.
Namun tidak
dapat disangkal bahwa stres dalam bekerja pasti akan terjadi pada setiap
individu karyawan. Mereka mengalami stres karena dipengaruhi dari pekerjaan itu
sendiri maupun lingkungan tempat dimana karyawan tersebut bekerja. Seseorang
yang mengalami stres dalam bekerja tidak akan mampu menyelesaikan pekerjaannya
dengan baik. Peran perusahaan disini muncul untuk memperhatikan setiap kondisi
kejiwaan (stres) yang dialami oleh karyawannya. Dalam hal ini
perusahaan harus menanganinya dengan baik bagi karyawan tersebut serta tidak
mengurangi kinerja karyawannya.
Melihat masalah
stres yang sering terjadi serta bagaimana penangannya yang baik kami akan
membahasanya dalam makalah ini agar kita bisa mengetahui bagaimana stres dan
penanggulangannya serta pencegahan stres itu terutama dalam lingkungan kerja.
Secara lebih jelas mengenai stres dan stres kerja akan kami bahas pada
berikutnya.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dapat dirumuskan sebagai
berikut:
1. Apa
yang dimaksud dengan stres kerja?
2. Apa
saja jenis-jenis stres?
3. Apa
yang menjadi penyebab stres?
4. Apa
saja sumber-sumber stres kerja?
5. Apa
saja dampak dari stres kerja?
6. Bagaimana
tahapan stres kerja?
7. Bagaimana
bentuk respon terhadap stres kerja?
8. Bagaimana
strategi mengelola stres?
9. Bagaimana
cara mencegah dan teknik pengelolaan stres?
C.
Tujuan
Adapun tujuan berdasarkan
rumusan masalah di atas adalah sebagai berikut:
1. Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan stres kerja.
2. Untuk
mengetahui apa saja jenis-jenis stres.
3. Untuk
mengetahui apa yang menjadi penyebab stres.
4. Untuk
mengetahui apa saja sumber-sumber stres kerja.
5. Untuk
mengetahui apa saja dampak dari stres kerja.
6. Untuk
mengetahui bagaimana tahapan stres kerja.
7. Untuk
mengetahui bagaimana bentuk respon terhadap stres kerja.
8. Untuk
mengetahui bagaimana strategi mengelola stres.
9. Untuk
mengetahui bagaimana cara mencegah dan teknik pengelolaan stres.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Stres Kerja
Stres mempunyai arti yang berbeda-beda bagi masing-masing
individu atau menurut beberapa ahli diantaranya: Menurut John Suprihanto,
Prakoso Hadi (2003:62), bahwa stres adalah konsekuensi setiap tindakan dan
situasi lingkungan yang menimbulkan tuntunan psikologis dan fisik yang berlebih
pada seseorang.
Menurut Charles D, Spielberger (dalam Ilandoyo, 2001:63)
menyebutkan bahwa stres adalah tuntutan-tuntutan eksternal yang
mengenai seseorang, misalnya obyek-obyek dalam lingkungan atau
suatu stimulus yang secara obyektif adalah berbahaya. Stres juga
biasa diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan yang
tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang.
Luthans (dalam Yulianti, 2000:10) mendefinisikan stres
sebagai suatu tanggapan dalam menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh perbedaan
individu dan proses psikologis, sebagai konsekuensi dari tindakan Hngkungan,
situasi atau peristiwa yang terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologis dan
fisik seseorang, Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stres kerja timbul
karena tuntutan lingkungan dan tanggapan setiap individu dalam menghadapinya dapat
berbeda.
Menurut
Davis dan Newstrom (1985), stres kerja adalah:
Kondisi
ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses pikiran, dan kondisi fisik
seseorang, apabila stres ini terlalu besar maka dapat mengancam kemampuan
seseorang dalam menghadapi lingkungan.[1]
Dalam
kehidupan sehari-hari stres dapat diartikan sebagai sesuatu yang membuat kita
mengalami tekanan mental atau beban kehidupan, suatu kekuatan yang mendesak
atau mencekam yang menimbulkan ketegangan, mengganggu keseimbangan karena
masalah atau tuntutan penyesuaian diri. Menurut Selye H. (2004): “Stres adalah
respon manusia yang bersifat nonspesifik terhadap setiap tuntutan kebutuhan
yang ada pada dirinya”[2]. Pendapat lain dikemukakan
oleh Donnelly (1985) mengenai stres kerja yang menyatakan bahwa:
Stres
kerja adalah suatu tanggapan adaptif, ditengahi oleh perbedaan individu
dan/atau proses psikologi, yaitu suatu konsekuensi dari setiap kegiatan
(lingkungan), situasi, atau kejadian eksternal yang membebani tuntutan
psikologis atau fisik yang berlebihan terhadap seseorang.[3]
Menurut
penelitian Datzer dan Kelley (2002): “Stres dihubungkan dengan daya tahan tubuh
yaitu berupa fisik, emosional dan perilaku”[4]. Pengaruh stres terhadap
daya tahan tubuh ditentukan oleh jenis, lamanya, dan frekuensi stres yang dialami
seseorang, jika stres yang dialami seseorang berjalan sangat lama maka akan membuat
letih daya tahan yang ada pada tubuh dan akhirnya melemahkan daya tahan itu
sendiri.
Dari
beberapa definisi di atas dapat dilihat bahwa stres kerja memberikan pengaruh yang
sangat besar pada kondisi psikologis maupun fungsi fisiologisnya, Semua orang
tidak akan bereaksi sama terhadap suatu stressor karena respon seseorang
terhadap stressor sangat dipengaruhi oleh ambang stres yang dimilikinya dan
beberapa faktor lainnya, selain itu stres kerja sangat mempengaruhi daya tahan
tubuh karena ditentukan oleh jenis, lamanya dan frekuensi stres yang dialami
seseorang.
B.
Jenis-Jenis
Stres
Menurut
Fawzi (2001): “Perhatian terhadap masalah stres harus dibedakan atas jenisnya
yaitu stres yang disebut eustres (yang berdampak positif) dan distress (yang
berdampak negatif)”.[5]
Stres
yang berdampak positif dapat menjadi sesuatu yang menyenangkan karena dapat
memberikan semacam rangsangan dan motivasi untuk memecahkan suatu masalah
sehingga dapat mencapai hasil yang optimal, namun dalam kehidupan sehari-hari
stres yang dialami kebanyakan adalah distress yaitu stres yang mengakibatkan
dampak merugikan bagi manusia seperti terganggunya kesehatan, kehidupan,
penampilan, tingkah laku, dan sikap. Reaksi yang diberikan seseorang dalam
menghadapi stressor menunjukkan karakter yang dimilikinya dan sampai dimana
batas kemampuan mereka untuk mengatasinya.
Lebih
jelasnya mengenai jenis-jenis stresa akan diuraiakan sebagai berikut:
1.
Eustress, yaitu hasil dari respon
terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat
membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi
yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan
tingkat performance yang tinggi.
2.
Distress, yaitu hasil dari respon
terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat
merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi
seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang
tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian.
C. Penyebab
Stres
Setiap orang
mempunyai reaksi dan cara yang berbeda dalam menghadapi suatu situasi yang
sama. Berikut ini akan dijelaskan beberapa penyebab umum stres:
1. Penyebab Fisik
a. Kebisingan
Kebisingan yang
terus-menerus dapat menjadi sumber stres bagi banyak orang. Namun perlu
diketahui bahwa terlalu tenang juga dapat menyebabkan hal yang sama.
b. Kelelahan
Masalah
kelelahan ini dapat menyebabkan stres karena kemampuan untuk bekerja menurun.
Kemampuan bekerja menurun menyebabkan prestasi menurun dan tanpa disadari
menimbulkan stres.
c. Penggeseran
kerja
Mengubah pola
kerja yang terus-menerus dapat menimbulkan stress. Hal ini disebabkan karena
seorang karyawan sudah terbiasa dengan pola kerja yang lama dan sudah terbiasa
dengan kebiasaan-kebiasaan lama.
d. Jet-lag
Jet-lag adalah
jenis kelelahan khusus yang disebabkan oleh perubahan waktu sehingga
mempengaruhi irama tubuh seseorang.
e. Suhu dan kelembaban
Bekerja dalam
ruangan yang suhunya terlalu tinggi dapat mempengaruhi tingkat prestasi
karyawan. Suhu yang tinggi harus dapat ditoleransi dengan kelembaban yang
rendah.
2. Beban Kerja
Beban kerja
yang terlalu banyak dapat menyebabkan ketegangan dalam diri seseorang sehingga
menimbulkan stres. Hal ini bisa disebabkan oleh tingkat keahlian yang dituntut
terlalu tinggi, kecepatan kerja mungkin terlalu tinggi, volume kerja mungkin
terlalu banyak dan sebagainya.
3. Sifat Pekerjaan
a. Situasi baru
dan asing
Menghadapi
situasi baru dan asing dalam pekerjaan atau organisasi, seseorang akan merasa
sangat tertekan sehingga dapat menimbulkan stres.
b. Ancaman pribadi
Suatu tingkat
kontrol (pengawasan) yang terlalu ketat dari atasan menyebabkan seseorang
merasa terancam kebebasannya.
c. Percepatan
Stres bisa
terjadi apabila ketidakmampuan seseorang untuk memacu pekerjaan.
d. Ambiguitas
Kurangnya
kejelasan terhadap apa yang harus dikerjakan (dwi arti), akan menimbulkan
kebingungan dan keraguan bagi seseorang untuk melaksanakan suatu pekerjaan.
e. Umpan balik
Standar kerja
yang tidak jelas dapat membuat karyawan tidak puas karena mereka tidak pernah
tahu prestasi mereka. Disamping itu, standar kerja tidak jelas juga dapat
dipergunakan untuk menekan karyawan.
4. Kebebasan
Kebebasan yang
diberikan kepada karyawan belum tentu merupakan hal yang menyenangkan. Ada
sebagian karyawan justru dengan adanya kebebasan membuat mereka merasa
ketidakpastian dan ketidakmampuan dalam bertindak. Hal ini dapat merupakan
sumber stres bagi seseorang.
5.
Kesulitan
Kesulitan-kesulitan yang dialami
dirumah, seperti ketidakcocokan suami-istri, masalah keuangan, perceraian dapat
mempengaruhi prestasi seseorang dan merupakan sumber stres bagi seseorang.
Reaksi
terhadap stres kerja bervariasi antara orang yang satu dengan yang lain,
perbedaan ini sering disebabkan oleh faktor psikologis dan sosial yang
tampaknya dapat merubah dampak stres bagi individu. Menurut Smet (1994) faktor
yang mempengaruhi pengalaman stres kerja menjadi lima (5), yaitu:[6]
1.
Variabel dalam
kondisi individu: umur, tahap perkembangan, jenis kelamin, temperamen, faktor
genetik, inteligensi, pendidikan, suku, kebudayaan, status ekonomi, dan kondisi
fisik.
2.
Karakteristik
kepribadian: introvert-ektrovert, stabilitas emosi secara umum, tipe
kepribadian A, locus of control, kekebalan dan ketahanan.
3.
Sosial-kognitif:
dukungan sosial yang dirasakan, jaringan sosial.
4.
Hubungan dengan
lingkungan sosial, dukungan sosial yang diterima.
a.
Emotion – Focused
Coping (fokus pada emosi) di gunakan untuk mengatur respon emosional terhadap
stres, dengan cara penghindaran, pengambilan jarak, perhatian yang bersifat
selektif, dan pengambilan makna dari kejadian-kejadian yang negatif.
b. Problem – Focused Coping (fokus pada pemecahan
masalah). Individu akan mengatasinya dengan mempelajari cara-cara atau
ketrampilan yang baru, individu akan cenderung melakukan strategi ini bila
dirinya yakin akan dapat mengubah situasi.
Menurut
Sarafino (1990) faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja terdiri dari:[8]
1.
Lingkungan fisik
yang terlalu menekan (kebisingan, temperature, udara yang lembab, penerangan
dikantor yang kurang terang.
2.
Kurang
control.
3.
Kurangnya hubungan
interpersonal.
4.
Kurangnya pengakuan
terhadap kemajuan kerja.
Menurut
Sunaryo (2004) faktor-faktor yang mempengaruhi stres adalah:[9]
1.
Faktor biologis,
herediter, konstitusi tubuh, kondisi fisik.
2.
Faktor
psikoedukatif / sosiocultural, perkembangan kepribadian, pengalaman, dan
kondisi yang mempengaruhi.
Dari
uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor variabel dalam kondisi
individu, karakteristik kepribadian, sosial-kognitif, hubungan dengan
lingkungan sosial dan strategi koping akan mempengaruhi stres kerja individu
itu sendiri.
D. Sumber-Sumber
Stres Kerja
Menurut
Wilkinson (2002):
Sumber
stres kerja dapat berasal dari lingkungan fisik maupun mental/psikologis, stressor
fisik misalnya: kuman penyakit, kecelakaan, dan kekurangan gizi sedangkan
stressor mental berupa frustrasi, konflik sosial, tekanan dan krisis.[10]
Cooper
dan Marshall (dalam Hidayat; 1998:233-237) mengidentifikasikan tujuh sumber
stres kerja yang utama, diantaranya, faktor yang melekat dalam pekerjaan, peran
dalam organisasi, hubungan-hubungan dalam organisasi, pengembangan karir,
struktur dan iklim organisasi, hubungan perusahaan/organisasi dengan pihak
luar, faktor yang ada dalam diri subyek.
Dari
ketujuh sumber tersebut jelas berhubungan dengan organisasi, sedang sisanya
merupakan kombinasi dan bersifat individu, tapi bila ditelusuri lebih jauh
ternyata faktor individu dan faktor organisasi merupakan suatu kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan.
Menurut
Robbins (1996): “Sumber stres kerja yang potensial berasal dari lingkungan,
organisasional, dan individual”[11]. Penjelasannya
adalah sebagi berikut:
1.
Lingkungan
Perubahan
dalam daur bisnis menciptakan ketidakpastian ekonomi ini sering diiringi dengan
pengurangan yang permanen tenaga kerja, pemberhentian masal sementara, gaji
yang dikurangi, pekan kerja yang lebih pendek dan semacamnya, selain itu
ketidakpastian politik dan ketidakpastian teknologi dapat menyebabkan stres
kerja.
2.
Organisasional
Faktor
yang menjadi sumber atau mempengaruhi stres kerja cukup banyak jumlahnya,
sebagai berikut: kekaburan peran dan konflik peran, kelebihan beban kerja (work
Overload), tanggung jawab terhadap orang lain (responsibility for people),
pengembangan karier (career development), kurangnya kohesi kelompok, dukungan
kelompok yang tidak memadai, struktur dan iklim organisasi (organizational
structure and climate), wilayah organisasi (Organizational territory),
karekteristik tugas (task characteristic), pengaruh kepemimpinan (leadership
influence).
3. Individual
Lazimnya
individu hanya bekerja 40 sampai 50 jam sepekan. Pengalaman dan masalah yang
dijumpai orang diluar jam kerja yang lebih dari 120 jam tiap pekan dapat
meluber ke pekerjaan, faktor ini mencakup isyu keluarga, masalah ekonomi
pribadi dan karakteristik kepribadian yang intern. Kesulitan pernikahan,
pecahnya suatu hubungan dan kedisiplinan merupakan contoh masalah hubungan yang
menciptakan stres bagi karyawan sehingga terbawa ke tempat kerja.
Menurut
Sutherland dan Cooper (1994) sumber stres kerja berasal langsung dari pekerjaan
dan interaksi antara lingkungan sosial dengan pekerjaan, meliputi:[12]
1.
Stressor yang ada
dalam pekerjaan itu sendiri. (contoh: beban kerja, fasilitas kerja yang kurang,
proses pengambilan keputusan yang lama)
2.
Konflik peran,
peran didalam kerja yang tidak jelas, tanggung jawab yang tidak jelas.
3.
Masalah dalam
hubungan dengan orang lain. (contoh: hubungan dengan atasan, rekan sejawat, dan
pola hubungan atasan dengan bawahan).
4.
Perkembangan
karir: under/ over – promotion, dan keselamatan kerja.
5.
Iklim dan struktur
organisasi.
6.
Adanya konflik
antara tuntutan kerja dengan tuntutan keluarga.
Berdasarkan
uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa sumber stres kerja berasal dari
lingkungan yang meliputi: ketidakpastian politik, ekonomi, dan teknologi.
Organisasi meliputi: kekaburan peran dan konflik peran, kelebihan beban kerja,
struktur dan iklim organisasi, dan lain-lain. Individu meliputi: tuntutan
keluarga, masalah ekonomi pribadi, konflik sosial.
E.
Dampak Stres
Pada umumnya stres kerja lebih banyak merugikan diri
karyawan maupun perusahaan. Pada diri karyawan, konsekuensi tersebut dapat
berupa menurunnya gairah kerja, kecemasan yang tinggi, frustrasi dan sebagainya
(Rice, 1999). Konsekuensi pada karyawan ini tidak hanya berhubungan dengan
aktivitas kerja saja, tetapi dapat meluas ke aktivitas lain di luar pekerjaan.
Seperti tidak dapat tidur dengan tenang, selera makan berkurang, kurang mampu
berkonsentrasi, dan sebagainya.
Sedangkan Arnold (1986) menyebutkan bahwa ada empat
konsekuensi yang dapat terjadi akibat stres kerja yang dialami oleh individu,
yaitu terganggunya kesehatan fisik, kesehatan psikologis, performance, serta
mempengaruhi individu dalam pengambilan keputusan.
Penelitian yang dilakukan Halim (1986) di Jakarta dengan
menggunakan 76 sampel manager dan mandor di perusahaan swasta menunjukkan
bahwa efek stres yang mereka rasakan ada dua. Dua hal tersebut adalah:
1.
Efek pada fisiologis mereka, seperti:
jantung berdegup kencang, denyut jantung meningkat, bibir kering, berkeringat,
mual.
2.
Efek pada psikologis mereka, dimana
mereka merasa tegang, cemas, tidak bisa berkonsentrasi, ingin pergi ke kamar
mandi, ingin meninggalkan situasi stres.
Bagi perusahaan, konsekuensi yang
timbul dan bersifat tidak langsung adalah meningkatnya tingkat absensi,
menurunnya tingkat produktivitas, dan secara psikologis dapat menurunkan
komitmen organisasi, memicu perasaan teralienasi, hingga turnover (Greenberg
& Baron, 1993; Quick & Quick, 1984; Robbins, 1993).
F.
Tahapan Stres kerja
Gangguan
stres biasanya timbul secara lamban, tidak jelas kapan mulainya dan sering kali
tidak menyadari, menurut Robert (dalam Hawari; 1999:50) tahapan stres
dikemukakan sebagai berikut:
1. Stres tingkat
pertama
Tahapan
ini merupakan tingkat stres yang paling ringan dan biasanya disertai dengan
perasaan-perasaan sebagai berikut: semangat besar, penglihatan tajam tidak
sebagaimana biasanya, kemampuan menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya
Tahapan ini biasanya menyenangkan sehingga orang bertambah semangat tanpa
disadari sebenarnya cadangan energinya sedang menipis.
2. Stres tingkat
kedua
Dalam
tahapan ini dampak stres yang menyenangkan sudah mulai hilang, keluhan yang
sering muncul adalah: merasa letih sewaktu bangun pagi, merasa lelah setelah
makan siang, merasa lelah menjelang sore hari, terkadang muncul gangguan sistem
pencernaan, perasaan tegang pada otot punggung dan tengkuk, perasaan tidak bisa
santai.
3. Stres tingkat
ketiga
Tahapan
ini keluhan keletihan mulai tampak disertai dengan gejala-gejala: gangguan usus
lebih terasa, otot lebih tegang, gangguan tidur, perasaan tegang semakin
meningkat, badan terasa goyang dan mau pingsan.
4. Stres tingkat
empat
Tahapan
ini menunjuk pada keadaan yang lebih buruk dengan ciri: sulit untuk
bertahan sepanjang hari, kegiatan yang semula menyenangkan kini terasa
sulit, kehilangan kemampuan untuk menanggapi, situasi, pergaulan sosial, dan
kegiatan-kegiatan lainya terasa berat, tidur semakin susah, perasaan
negativistik, kemampuan berkonsentrasi menurun tajam, perasaan takut yang tidak
dapat dijelaskan.
5. Stres tingkat
kelima
Tahap
ini lebih mendalam dari pada tahap keempat, yaitu: keletihan yang mendalam,
pekerjaan sederhana saja kurang mampu dikerjakan, gangguan sistem pencernaan,
perasaan yang mirip panik.
6. Stres tingkat
keenam
Tahap
ini merupakan keadaan gawat darurat tidak jarang penderita dibawa ke ICCU, gejala
tahap ini cukup mengerikan antara lain: debaran jantung yang amat kuat, sesak
nafas, badan gemetar, tubuh dingin, keringat bercucuran, dan pingsan.
Menurut
Selye (dalam Hidayat; 1998:231) stres kerja dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:
1.
Tahap Alarm Stage,
awal pengerahan dimana tubuh bertemu tantangan yang ditimbulkan penekanan. Jika
penekanan sudah dikenali, otak segera mengirim suatu pesan biokimia keseluruh
sistem dalam tubuh. Dengan tanda terjadinya dalam waktu yang sangat singkat,
mempunyai ketegangan yang tinggi, denyut jantung meningkat, tekanan darah naik.
2.
Tahap Resistance
(perlawanan), bila stres terus berlangsung maka gejala yang semula ada akan
menghilang karena terjadi penyesuaian dengan lingkungan dan peningkatan daya
tahan terhadap stres.
3.
Tahap
Kolaps/Exhaustion (kehabisan tenaga), tubuh tidak mampu mengatasi stres yang
dialami, energi menurun dan terjadi kelelahan, akhirnya muncul gangguan bahkan
sampai kematian. Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa tahapan
stres kerja menunjukkan manifestasi di bidang fisik dan psikis, di bidang fisik
berupa kelelahan sedangkan di bidang psikis berupa kecemasan dan depresi, hal
ini dikarenakan penyediaan energi fisik maupun mental yang mengalami defisit
terus-menerus semakin habis, sehingga daya tahan terhadap stres sangat
lemah.
G. Respon Terhadap
Stres Kerja
Setiap
individu memberikan respon yang berbeda-beda pada stressor dan juga daya tahan
individu dalam menghadapi stressor tersebut. Berkaitan dengan hal ini
Hardjana (1994) membagi menjadi empat (4) respon stres, yaitu:[13]
1.
Gangguan Emosional
Jika
seseorang stres, mereka akan memberikan respon yang bersifat cemas, gelisah,
mudah marah, mudah tersinggung, depresi, rasa harga diri menurun, mood berubah-ubah.
Namun tidak semua individu merasakan hal yang demikian, emosi yang berkaitan
dengan stres biasanya berlawanan dengan emosi positif seperti bahagia, senang,
dan cinta. Emosi stres yang paling umum terjadi adalah kecemasan dan depresi
yang ditandai dengan perasan takut, cemas, gelisah, pesimis, dan merasa tidak
berguna.
2.
Gangguan pada intelektual
Gangguan
ini berkaitan dengan berfikir, gangguan dalam konsentrasi, ingatan, sulit
mengambil keputusan, suka melamun, kehilangan rasa humor, prestasi kerja yang
menurun, mutu kerja rendah, dalam kerja bertambah jumlah kekeliruan yang dibuat
bertambah.
3.
Gangguan pada fisikal
Gangguan
ini berkaitan dengan sakit kepala atau pusing, susah tidur, sulit buang air
besar, tekanan darah naik atau serangan jantung, mengeluarkan keringat, berubah
selera makan, lelah atau kehilangan daya energi, bertambah banyak melakukan
kekeliruan atas kesalahan dalam kerja dan hidupnya.
4.
Gangguan pada interpersonal
Stres
ini mempengaruhi hubungan dengan orang lain baik di luar maupun di dalam,
antara lain kehilangan kepercayaan kepada orang lain, mudah mempersalahkan
orang lain, mudah membatalkan janji atau tidak memenuhinya, suka mencari-cari
kesalahan orang lain atau menyerang dengan kata-kata, mengambil sikap terlalu
membentengi atau mempertahankan diri, dan suka mendiamkan orang lain.
Menurut
Terry Beehr dan John Newman (2002)[14],
Wilkinson (2002)[15] dan Neil Hibler (1999)[16]
membagi respon stres kerja menjadi tiga (3) yaitu:
1.
Reaksi emosional,
meliputi: kecemasan, ketegangan, mudah marah, mengurung diri, lelah mental,
sulit mengambil keputusan, tidak dapat menikmati liburan.
2.
Reaksi fisik,
meliputi: otot tegang, meningkatnya detak jantung dan tekanan darah, lelah
fisik, gangguan kardiovaskuler, perubahan nafsu makan.
3.
Reaksi perilaku,
meliputi: menunda atau menghindari pekerjaan atau tugas, meningkatnya
penggunaan minuman keras dan mabuk, meningkatnya agresivitas dan kriminalitas,
meningkatnya frekuensi absensi, kehilangan kepercayaan kepada orang lain, mudah
mempersalahkan orang lain, mudah membatalkan janji, dan lain-lain.
Menurut
Everly dan Girndano (2001) individu yang mengalami stres biasanya mengalami
symptom fisiologis yang terbagi menjadi:[17]
1.
Mood (suasana
hati) hal ini berupa over excited, merasa cemas, sulit tidur pada malam hari,
menjadi mudah bingung dan lupa, menjadi gugup.
2.
Muscculoskeletal
symptom hal ini berupa sakit kepala, mulut terasa kering, perasaan tegang dan
gugup, tubuh terasa lemas, dada terasa nyeri, perasaan goyang, munculnya
ketegangan, kegoncangan, kelelahan, dan kesakitan.
3.
Symptomps of
visceral (symptom organ dalam) berupa muncul perasaan mual pada perut, tangan
dan kaki terasa dingin, kehilangan gairah seks, jantung berdebar-debar, napas
terasa sesak, perut kejang-kejang dan terasa gemetar.
Berdasarkan
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa respon yang saling
berinteraksi dan tidak dapat dipisah-pisahkan, yaitu respon terhadap stres
meliputi gangguan pada emosional, gangguan pada perilaku/ interpersonal,
gangguan pada fungsi pikir/ intelektual dan gangguan pada fungsi aktifitas
fisiologis/ fisik dengan demikian kita dapat mengetahui mana yang lebih sehat
antara individu yang satu dengan yang lain.
H. Strategi Mengelola Stres
Stres dalam
pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi tanpa memperoleh dampaknya
yang negatif. Manajemen
stres lebih daripada sekedar mengatasinya, yakni betajar menanggulanginya
secara adaplif dan efektif. Hampir sama pentingnya untuk mengetahui apa yang
tidak boleh dilakukan dan apa yang harus dicoba. Sebagian para pengidap stres
di tempat kerja akibat persaingan, sering melampiaskan dengan cara bekerja
lebih keras yang berlebihan. Ini bukanlah cara efektif yang bahkan tidak
menghasilkan apa-apa untuk memecahkan sebab dari stres, justru akan menambah
masalah lebih jauh. Sebelum masuk ke cara-cara yang lebih spesifik untuk
mengatasi stressor tertentu, harus diperhitungkan beberapa pedoman umum untuk
memacu perubahan dan penaggulangan. Pemahaman prinsip dasar, menjadi bagian
penting agar seseorang mampu merancang solusi terhadap masalah yang muncul terutama
yang berkait dengan penyebab stres dalam hubungannya di tempat kerja. Dalam
hubungannya dengan tempat kerja, stres dapat timbul pada beberapa tingkat,
berjajar dari ketidakmampuan bekerja dengan baik dalam peranan tertentu karena
kesalahpahaman atasan atau bawahan. Atau bahkan dari sebab tidak adanya
ketrampilan (khususnya ketrampilan manajemen) hingga sekedar tidak menyukai
seseorang dengan siapa harus bekerja secara dekat (Margiati, 1999:76).
Dari sudut
pandang organisasi, manajemen mungkin tidak khawatir jika karyawannya mengalami
stres yang ringan. Karena pada tingkat stres tertentu akan memberikan akibat
positif, hal ini akan mendesak mereka untuk melakukan tugas lebih baik. Tetapi
pada tingkat stres yang tinggi atau ringan yang berkepanjangan akan membuat
menurunnya kinerja karyawan.
Stres ringan
mungkin akan memberikan keuntungan bagi organisasi, tetapi dari sudut pandang
individu hal tersebut bukan merupakan hal yang diinginkan. Maka manajemen
mungkin akan berpikir untuk memberikan tugas yang menyertakan stres ringan bagi
karyawan untuk memberikan dorongan bagi karyawan, namun sebaliknya itu akan
dirasakan sebagai tekanan oleh karyawan. Maka diperlukan pendekatan yang tepat
dalam mengelola stres, ada dua pendekatan yaitu pendekatan individu dan pendekatan
organisasi.
Dalam
pendekatan individual seorang karyawan dapat berusaha sendiri untuk mengurangi
level stresnya. Strategi yang bersifat individual yang cukup efektif yaitu:
pengelolaan waktu, latihan fisik, latihan relaksasi dan dukungan sosial. Dengan
pengelolaan waktu yang baik maka seorang karyawan dapat menyelesaikan tugas
dengan baik, tanpa adanya tuntutan kerja yang tergesa-gesa. Dengan latihan
fisik dapat meningkatkan kondisi tubuh agar lebih prima sehingga mampu
menghadapi tuntutan tugas yang berat. Selain itu untuk mengurangi stres yang
dihadapi pekerja perlu dilakukan kegiatan-kegiatan santai. Dan sebagai strategi
terakhir untuk mengurangi stres adalah dengan mengumpulkan sahabat, kolega,
keluarga yang akan dapat memberikan dukungan dan saran-saran bagi dirinya.
Dari pendekatan
organisasional dapat dilihat bahwa beberapa penyebab stres adalah tuntutan dari
tugas dan peran serta struktur organisasi yang semuanya dikendalikan oleh
manajemen, sehingga faktor-faktor itu dapat diubah. Oleh karena itu
strategi-strategi yang mungkin digunakan oleh manajemen untuk mengatasi stres
karyawannya adalah melalui seleksi dan penempatan, penetapan tujuan, redesain
pekerjaan, pengambilan keputusan partisipatif, komunikasi organisasional dan
program kesejahteraan. Melalui strategi tersebut akan menyebabkan karyawan
memperoleh pekerjaan sesuai dengan kemampuannya dan mereka bekerja untuk tujuan
yang mereka inginkan serta adanya hbungan interpersonal yang sehat serta
perawatan terhadap kondisi fisik dan mental.
I.
Cara Mencegah dan Teknik Pengurangan
Stres
Dalam mengatasi stres terdapat
banyak teknik yang dapat dipergunakan untuk pengurangan stress yang terjadi.
Empat pendekatan yang paling sering digunakan adalah relaksasi otot,
biofeedback, meditasi dan restrukturisasi kognitif yang semuanya membantu para
karyawan mengatasi stress yang berkaitan dengan pekerjaan.
1.
Relaksasi Otot
Sebutan
persamaan yang umum dari berbagai teknik relaksasi otot adalah pernafasan yang
lambat dan dalam suatu usaha yang sadar untuk memulihkan ketegangan otot.
Diantara berbagai teknik yang tersedia, relaksasi progresif kontinjensi adalah
yang paling sering digunakan. Tehnik ini terdiri atas menenangkan dan
mengendurkan otot secara berulang-ulang yang diawali dari kaki dan terus
meningkat ke muka. Relaksasi dicapai dengan berkonsentrasi pada kehangatan dan
ketenangan yang berkaitan dengan otot yang dirileksasikan.
2.
Bio feedback
Dalam bio feedback, perubahan kecil
yang muncul dalam tubuh atau otak di deteksi, di perkuat dan di tunjukkan
kepada orang tersebut. Peran potensial dari biofeedback sebagai teknik
manajemen stress individu dapat di lihat dari fungsi tubuh hingga tekanan
tertentu yang di kendalikan secara sukarela atau sadar. Potensi
biofeedback adalah kemampuannya untuk membantu relaksasi dan
mempertahankan fungsi tubuh pada keadaan nonstress. Salah satu
keunggulan tehnik biofeedback di bandingkan dengan tehnik nonbiofeedback adalah
bahwa tehnik ini memberikan data yang tepat mengenai fungsi tubuh. Pelatihan
biofeedback telah bermanfaat dalam mengurangi kegelisahan, menurunkan
keasaman lambung, mengendalikan tekanan dan migren, dan secara umum mengurangi
manifestasi fisiologis negatif dari stres.
3.
Meditasi
Meditasi mengaktifkan suatu respons
relaksasi dengan mengarahkan ulang pemikiran seseorang jauh dari dirinya
sendiri. Respon relaksasi adalah kebalikan fisiologis dan psikologis dari respons
stress berperang atau lari. Herbert benson menganalisis banyak program meditasi
dan mendapatkan suatu respons relaksasi empat langkah. Keempat langkah tersebut
adalah:
a. Menemukan suatu lingkungan yang
tenang.
b. Menggunakan suatu perangkat mental
seperti suatu kata tang penuh dengan kesan yang menyenangkan untuk mengubah
fikiran dari pikiran yang berorientasi secara eksternal.
c. Mengabaikan pemikiran yang
mengganggu dengan bersandar pada suatu sikap yang pasif.
d. Mengasumsikan suatu posisi yang
nyaman.
Maharishi Mahes Yogi mendefinisikan
meditasi transcendental sebagai mengalihkan perhatian ke tingkat pemikiran yang
lebih dalam hingga masuk ke tingkat pemikiran yang paling dalam dan mencapai
sumber dari pemikiran. Tidak semua orang yang bermeditasi mengalami hasil yang
positif, akan tetapi sejumlah besar orang melaporkan meditasi sebagai hal yang
efektif dalam mengelola stres.
4.
Restrukturisasi Kognitif
Alasan
yang mendasari beberapa pendekatan individual dalam manajemen stres dikenal
sebagai restrukturisasi kognitif, adalah respons seseorang terhadap stressor
menggunakan sarana proses kognitif, atau pemikiran. Asumsi dasar dari teknik
ini adalah bahwa pikiran orang dalam bentuk ekspektasi, keyakinan dan asumsi
merupakan label yang mereka terapkan pada situasi, dan label ini menimbulkan
respons emosional terhadap situasi. Teknik kognitif dari manajemen stress
berfokus pada mengubah label atau kognisi sehingga orang tersebut menilai
situasi secara berbeda. Semua teknik kognitif memiliki tujuan yang serupa yaitu
untuk membantu orang memperoleh lebuh banyak kendali atas reaksi mereka
terhadap stressor dengan memodifikasi rasionalisasi mereka.
Selain
teknik pengurangan stres di atas ada beberapa kiat lagi yang dapat digunakan.
Agar stres tidak berkelanjutan, adapun beberapa kiat yang di kemukakan oleh
Alex:
1.
Sediakan Waktu
Rileks
Menurut
penelitian, stres yang berhubungan dengan pekerjaan dimulai sejak pagi, sebelum
Anda berangkat kerja. Daripada memikirkan beban pekerjaan (tapi tidak ada
solusinya), lebih baik digunakan waktu Anda yang terbatas tersebut untuk
melakukan relaksasi seperti meditasi dan yoga. Teknik pernapasan adalah teknik
relaksasi yang paling mudah untuk dilakukan. Caranya dengan menarik nafas
dalam-dalam, lalu hembuskan sampai tak ada lagi udara yang tersisa di
paru-paru. Lakukan minimal 3x sampai membayangkan beban Anda berkurang.
2.
Bersikap Lebih
Asertif
Kebanyakan
masalah pekerjaan berpangkal dari kurangnya kesempatan untuk membuat perubahan
atau keputusan. Karenanya, bicarakan dengan atasan tentang tugas Anda dan
tanggungjawab tambahan yang ingin Anda pegang. Dengan demikian, Anda bisa
menentukan pekerjaan yang bisa Anda lakukan dengan cara kerja seperti yang
diinginkan perusahaan.
3.
Bekerja Lebih
Efisien
Selalu
kekuragan waktu untuk menyelesaikan tugas bisa jadi buka disebabkan tugas yang
berlebihan, melainkan menyangkut waktu dan cara mengerjakannya. Alex memberikan
contoh seorang wartawan yang produktif di waktu malam akan merasa tertekan jika
memaksakan diri menulis di waktu siang hari. Untuk mengatasinya, sebaiknya
pekerjaan dibagi. Siang hari membuat outline dan mencari bahan, malam hari
menyelesaikan tulisan. Untuk bekerja secara lebih efisien.
Anda juga harus trampil menentukan prioritas. Adanya urutan prioritas dapat
membantu Anda mengatur strategi.
4.
Tingkatkan
Energi dengan Tidur
“Ketika lelah,
Anda lebih mudah merasa stres karena hal-hal yang sepele,” demikian tulis
Camile Anthony dalam “The Art of Napping at Work” (1999). Kesalahan juga akan
membuat perhatian Anda menurun sehingga mudah melakukan kesalahan. Dalam
keadaan demikian, Alex menganjurkan agar tidur. Tidur 15 menit di tengah waktu
kerja akan sama manfaatnya dengan tidur malam 3 jam. Anda bisa memanfaatkan
mushola kantor (tentu saja di luar waktu shalat) atau mobil Anda untuk
tidur. Jangan lupa pasang alarm agar tidak tidur terlalu lama.
Jika keduanya tidak tersedia, meja kerja Anda bisa jadi pilihan terakhir. Yang
penting, tingkatkan energi segera jika sudah merasa terlalu lelah. Tidur selama
30 menit atau kurang, menurut Anthony akan meningkatkan mood dan rasa humor
sehingga memperbaiki hubungan Anda dengan rekan kerja. Anthony menganjurkan
agar membatasi tidur selama 30 menit saja agar tidak sampai tertidur nyenyak,
yang akan membuat Anda lebih lelah ketika bangun.
5.
Atur Lingkungan
Kerja
Bagaimana
kondisi kerja Anda? Apakah meja kerja Anda berantakan atau ruangan kerja selalu
dipenuhi asap rokok? Hati-hati karena hal-hal yang tampaknya sepele tersebut
karena dapat mempengaruhi performa kerja sekaligus kesehatan Anda. Jika tidak
memungkinkan mengubah lingkungan kerja secara besar-besaran, ada baiknya Anda
memulainya dari meja Anda. Dalam feng shui, seni tata ruang dari Tiongkok,
tempat kerja yang teratur menunjukkan pikiran yang teratur. Jaga lingkungan
kerja, terutama maja, dari tumpukan kertas atau file. Simpan kertas-kertas Anda
dalam map dan dalam kotak file atau laci file. Anda juga bisa mencegah stres
dengan mengubah letak kursi sehingga bisa mengetahui siapa yang akan masuk ke
ruangan Anda. Jika memungkinkan pindahkan meja sehingga Anda dapat bekerja
dengan cahaya alami dari luar (matahari).
6.
Kembangkan Pola
Hidup Sehat
Pola hidup
sehat merupakan kunci untuk bebas stres. Pilihlah makanan dan minuman yang bisa
menurunkan stres yaitu makanan yang banyak mengandung vitamin B kompleks
seperti kacang-kacangan dan padi-padian. Kurangi makanan berlemak dan perbanyak
makan buah dan sayur.
Berolah raga
secara teratur. Olah raga yang cukup tidak saja menyehatkan badan tapi juga
memperbesar kapasitas badan tapi juga memperbesar kapasitas paru-paru sehingga
mampu menampung oksigen yang lebih besar. Dengan kadar oksigen tinggal di dalam
darah yang kemudian akan diedarkan ke seluruh tubuh Anda akan berpikir lebih
jenuh.
7.
Tingkatkan Ketrampilan
Tidak ada kata
terlambat untuk mempelajari ketrampilan baru. Jika Anda
merasa kurang mampu berkomunikasi, Anda bisa mempelajarinya melalui buku-buku
atau latihan kepemimpinan yang sering diadakan di kota-kota. Jika Anda
mempunyai minat terhadap komputer, kembangkan minat Anda. Peningkatan
ketrampilan akan membuat Anda menjadi karyawan yang lebih berharga.
8.
Lupakan Pekerjaan
Saat Libur
Membawa laptop
saat liburan keluarga? Tinggalkan saja kebisaan itu. Liburan sebaiknya
benar-benar digunakan untuk istirahat. Berlibur atau santai bukan berarti
membuang waktu. Selain mmeberikan energi tambahan yang akan membuat Anda lebih
kreatif, berlibur bersama akan mempererat hubungan Anda dengan keluarga.
9.
Pekerjaan Bukan Segalanya
Bekerja memang penting. Dengan sekaligus mendapat lahan
untuk aktualisasi diri. Tapi di luar pekerjaan, masih banyak
kegiatan lain yang dapat menimbulkan perasaan berguna bagi Anda. Dengan
mengikuti kegiatan di luar pekerjaan, stres Anda di tempat pekerjaan akan
berkurang. Anda dapat menyakinkan diri bahwa walaupun Anda tidak bisa
memperbaiki keadaan di tempat kerja, Anda bisa mengendalikan hal-hal penting
lainnya dalam kehidupan Anda. Perasaan mampu mengendalikan kehidupan Anda
sendiri adalah harta tak ternilai.
BAB
III
KESIMPULAN
Stres merupakan suatu kondisi yang dinamis saat seorang individu dihadapkan
pada peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang
dihasratkan oleh individu itu dan yang hasilnya dipandang tidak pasti dan
penting.
Stres kerja terdapat dua hal yaitu stres yang memberikan
respon bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun). Kedua
stres yang memberikan respon bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif
(bersifat merusak).
Stres kerja yang berlebihan akan menyebabkan karyawan
tersebut frustasi dan dapat menurunkan prestasinya, sehingga perlu dimotovasi
agar karyawan di perusahaan berprestasi dalam bekerja.
Stres kerja banyak sekali gejalanya antara lain gejala
psikologis, gejala fisiologis dan gejala perilaku dan stres kerja juga akan
menimbulkan dampak terhadap kinerja karyawan yaitu menurunnya gairah kerja,
kecemasan yang tinggi, frustrasi dan sebagainya,
Oleh karena
itu, perlu adanya strategi manajemen stres kerja dan pencegahanya yaitu
Strategi yang bersifat individual yang cukup efektif yaitu: pengelolaan waktu,
latihan fisik, latihan relaksasi dan dukungan sosial. Serta pencegahannya yaitu
ada empat
pendekatan yang paling sering digunakan adalah relaksasi otot, biofeedback,
meditasi dan restrukturisasi kognitif yang semuanya membantu para karyawan
mengatasi stress yang berkaitan dengan pekerjaan.
DAFTAR
PUSTAKA
Davis,
K. dan J.W. Newstrom. 1985. Perilaku
Dalam Organisasi. Jakarta: Erlangga.
Donnelly,
G.I.. 1985. Organisasi: Perilaku,
Struktur, Proses. Jakarta: Erlangga.
Fawzi,
I.L. Stres Kerja Pada Programmer Komputer
Di lingkungan Kerja Bank, Jurnal Pengembangan Kualitas SDM dari Perspektif
PIO, (Jakarta: Psikologi Industri dan Organisasi Fakultas Psikologi UI, 2001).
Hager,
W.D. dan L.C. Hager. 1999. Stres dan
Tubuh Wanita. Batam: Interaksa.
Hardjana,
A.M. 1994. Stres Tanpa Distres (Seni
Mengelola Stres). Jakarta: Kanisius.
http://artikelbaden.blogspot.com/2012/12/strategi-manajemen-stress-kerja.html, diakses pada
tanggal 20 Februari 2015.
Munandar,
A.S. 2001. Psikologi Industri dan
Organisasi. Jakarta: Universitas Indonesia.
Robbins,
S.P. 1996. Perilaku Organisasi: Konsep,
Kontrofesi, Aplikasi Jilid II, Alih Bahasa Hadayana Pujaatmaka. Jakarta:
Prenhallindo.
Sarafino,
E.P. 1990. Health Psychology:
Biopsychosocial Interactions. Singapura: Wiley.
Smet,
B. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta:
PT. Grasindo.
Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Wilkinson,
G. 2002. Stres. Jakarta: Dian Rakyat.
[1] K. Davis dan J.W.
Newstrom, Perilaku Dalam Organisasi
(Jakarta: Erlangga, 1985), p 195
[2] Sunaryo, Psikologi Untuk Keperawatan (Jakarta:
Buku Kedokteran EGC, 2004), p. 214
[3] G.I. Donnelly, Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses
(Jakarta: Erlangga, 1985), p. 204
[5] I.L. Fawzi, Stres Kerja Pada Programmer Komputer Di
lingkungan Kerja Bank, Jurnal Pengembangan Kualitas SDM dari Perspektif PIO,
(Jakarta: Psikologi Industri dan Organisasi Fakultas Psikologi UI, 2001), p.
394
[6] B. Smet, Psikologi Kesehatan (Jakarta: PT.
Grasindo, 1994), p. 131
[8] E.P. Sarafino, Health Psychology: Biopsychosocial
Interactions (Singapura: Wiley, 1990), p. 94
[9] Sunaryo, Op. cit., p. 216
[10] G. Wilkinson, Stres (Jakarta: Dian Rakyat, 2002), p.
12
[11] S.P. Robbins, Perilaku Organisasi: Konsep, Kontrofesi,
Aplikasi Jilid II, Alih Bahasa Hadayana Pujaatmaka (Jakarta: Prenhallindo,
1996), p. 224
[12] B. Smet, Psikologi Kesehatan (Jakarta: PT.
Grasindo, 1994), p. 119
[13] A.M. Hardjana, Stres Tanpa Distres (Seni Mengelola Stres)
(Jakarta: Kanisius, 1994), p. 24 - 26
[14] J.F. Rini, op. cit., p. 2
[15] G. Wilkinson, op. cit., p.16
[16] W.D Hager dan L.C.
Hager, Stres dan Tubuh Wanita (Batam:
Interaksa, 1999), p. 27
[17] A.S. Munandar, Psikologi Industri dan Organisasi
(Jakarta: Universitas Indonesia, 2001), p. 379