PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Belakangan
ini pengguaan bahasa Indonesia baik dalam kehidupan nyata maupun kehidupan
fiksi, sudah mulai mengalami interverensi dan mulai bergeser digantikan oleh
penggunaan bahasa gaul. Dengan pemakaian bahasa gaul pemakainya akan dikatakan
orang modern atau orang kota dan bukan orang daerah yang kurang modern.
Anggapan seperti ini jelas salah, karena bahasa gaul itu sangat dekat denagn
bahsa betawi yang tidak lain adalah salah satu daerah juga di Indonesia. Antara
bahasa indonesia dan bahasa gaul tentunya lebih modern dan lebih maju bahasa
Indonesia. Ini karena bahasa indonesia merupakan bahasa tingkat nasional yang
merupkan gabungan dari bahasa daerah di indonesia dan bahasa asing. Sedangkan
bahasa gaul merupakan bahasa tingkat daerah yang berasal dari daerah betawi.
Pengguna
bahasa gaul dalam masyarakat luas di indonesia tentunya berdampak negatif
terhadap pengguna bahasa indonesia secara baik dan benar pada saat ini dan masa
yang akan datang. Saat ini masyarakat sudah banyak menggunakan bahasa gaul dan
pareahnya lagi generasi muda indonesia tidak lepas dari penggunaan bahasa gaul
ini. Bahkan para generasi muda inilah yang paling banyak menggunakan bahasa
gaul daripada bahasa indonesia di krehidupan sehari-hari.
Penggunaan
bahasa gaul dikalangan remaja dan anak muda sudah sangat luas, dan sudah
memprihatinkan, karena bahasa gaul yang mereka gunakan sudah aneh-aneh.
Penggunaannya sudah tidak tahu tempat dan suasana, dengan siapa mereka
bicara.Dengan terjadinya hal ini, sudah merusak keaalian dan kebakuan bahasa
Indonesia.
Bahasa
Indonesia ialah bahasa yang terpenting di Negara Kesatuan Republik Indonesia
ini. Dengan menggunakan Bahasa indonesia dengan baik dan benar, berati kita
sudah menjunjung tinggi Bahasa Persatuan sebagaimana tercantum dalam Sumpah Pemuda
pada 28 Oktober 1928. Menjunjung tinggi bahasa Indonesia bukan berarti kita
melupakan bahasa daerah masing-masing.
Kita
lebih baik berbahasa daerah daripada berbahasa gaul dalam situasi yang tidak
resmi. Mengapa demikian?Karena dengan kita menggunakan bahasa daerah kita sudah
melestarikan bahasa daerah yang merupakan pemerkaya bahasa nasional yang
sekaligus pemerkaya bahasa Indonesia.
B. Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah berdasarkan
latar belakang masalah di atas adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana
penggunaan bahasa gaul di kalangan remaja?
2.
Bagaimana
pengaruh penggunaan bahasa gaul terhadap perilaku remaja?
C. Tujuan
Adapun tujuan berdasarkan rumusan
masalah di atas adalah sebagai berikut:
1.
Untuk
mengetahui bagaimana penggunaan bahasa gaul di kalangan remaja.
2.
Untuk
mengetahui bagaimana pengaruh penggunaan bahasa gaul terhadap perilaku remaja.
D. Metodologi
Penelitian
Pengumpulan data yang dilakukan
dalam penelitian ini adalah teknik studi pustaka sebagai teknik utama. Studi
pustaka dilakukan dengan cara mencari referensi sumber bacaan dari koran,
majalah, dan buku mengenai topik yang kami bahas, baik itu melalui perpustakaan
dan internet.
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Asal
Usul Bahasa
Hingga
kini belum ada suatu teori pun yang diterima luas mengenai bagaimana bahasa itu
muncul di permukaan bumi.Ada dugaan kuat bahasa nonverbal muncul sebelum bahasa
verbal. Teoretikus kontemporer mengatakan bahwa bahasa adalah ekstensi perilaku
sosial .Lebih dari itu, bahasa ucap bergantung pada perkembangan kemampuan
untuk menempatkan lidah secara tepat di berbagi lokasi dalam sistem milik
manusia yang memungkinkannya membuat berbagai suara kontras yang diperlukan
untuk menghasilkan ucapan.Kemampuan ini mungkin berhubungan dengan kemampuan
manusia lebih awal untuk mengartikulasikan isyarat-isyarat jari-jemari dan
tangan yang memudahkan komunikasi noverbal. Konon, hewan primata (kera, monyet,
gorila dan sejenisnya) berevolusi sejak kira-kira 70 juta tahun lalu, dimulai
dengan hewan mirip tikus kecil yang hidup sejaman dengan dinosaurus.
Dulu, nenek moyang kita
yang juga disebut Cro Magnon ini
tinggal di gua-gua. Mereka mempunyai sosok seperti kita, hanya saja lebih
berotot dan lebih tegap, mungkin karena hidup mereka peuh semangat dan makan
makanan yang lebih sehat. Mereka adalah pemburu dan pengumpul makanan yang
berhasil. Ketika mereka belum mapu berbahasa verbal, mereka berkomunikasi
dengan gambar-gambar yang mereka buat pada tulang, cadas dan dinding gua yang
banyak ditemukan di Spanyol dan Perancis Selatan. Mereka
menggambarkan bison, rusa kutub dan mamalia lainnya yang mereka buru. Inilah
sarana pertama yang dikenal manusia untuk merekan informasi.
Dalam tahap perkembangan berikutnya, antara 40.000 dan
35.000 tahun lalu Cro Magnon mulai
menggunakan bahasa lisan.Ini mungkin karena mereka punya struktur tengkorak,
lidah dan kotak suara yang mirip dengan yang kita miliki sekarang. Kelebihan homo sapiens dari makhluk sebelumnya
adalah kemampuan mereka untuk mengembangkan salah satu jenis tanda yang disebut
dengan simbol atau lambang. Sedangkan makhluk hidup sebelumnya lebih
mengandalkan ikon, sinyal atau indeks dalam komunikasi mereka.Kemampuan
berbahasa inilah yang membuat mereka terus bertahan hingga kini, tidak seperti
makhluk mirip manusia sebelumnya yang musnah. Karena Cro Magnon dapat berpikir lewat bahasa, mereka mampu membuat
rencana, konsep, berburu dengan cara yang keras dan cuaca yang buruk. Mereka
juga dapat mengawetkan makanan.
Sekitar 10.000 tahun Sebelum Makanan mereka menemukan
cara-cara bertani demi kelangsunagn hidup mereka. Pendek kata, homo sapiens semakin makmur dari abad ke
abad, karena mereka memiliki banyak pengetahuan untuk bertahan hidup dan
mengembangan budaya mereka, yang kemudian mereka wariskan kepada generasi
berikutnya. Mereka tidak hanya menggarap tanah dan beternak tetapi juga
mengembangkan teknologi termasuk penggunaan logam, anyaman.Roda, kereta dan
barang tembikar.Mereka juga punya waktu untuk bersenang-senang, membuat inovasi
dan berkontemplasi.Namun mereka belum dapat menulis.Sementara itu, bahasa pun
semakin beraneka ragam.Cara bicara baru berkembang ketika orang-orang menyebar
ke kawasan-kawasan baru tempat mereka menemukan dan mengatasi problem-problem
baru.Bahasa-bahasa lama pun terus berevolusi dari
generasi ke generasi.
Sekitar
5000 tahun lalu manusia melakukan transisi komunikasi dengan memasuki era
tulisan, sementara bahasa lisan pun terus berkembang. Transisi
paling dini dilakukan bangsa Sumeria dan bagsa Mesir kuno, lalu juga bangsa
Maya dan bangsa Cina yang mengembangkan sistem tulisan mereka secara
independen. Tahun 2000 Sebelum Masehi, papirus digunakan secara luas di Mesir
untuk menyampaikan pesan tertulis dan merekam informasi. Penyebaran sistem
tulisan itu akhirnya sampai juga ke Yunani.Bangsa Yunanilah yabg kemudian
menyempurnakan dan menyederhanakan sistem tulisan ini. Menjelang kira-kira 500
Sebelum Masehi, mereka telah menggunakan alfabet ini secara luas. Akhirnya
alfabet Yunani itu diteruskan ke Roma tempat sistem tulisan itu disempurnakan
lagi.Sistem tulisan dan bahasa lisan itu terus berkembang hingga kini.Kita pun
memasuki era pada abad ke 15, yang beberapa abad kemudian disusul oleh era
radio, era televisi dan kini era komputer.Kesemuanya merekam hasil peradaban
manusia untuk disempurnakan lagi oleh generasi-generasi mendatang lewat
kemampuan mereka dalam berbahasa.
B.
Pengertian
Bahasa
Secara
sederhana, bahasa dapat diartikan sebagai alat untuk menyampaikan sesuatu yang
terlintas di dalam hati.Namun, lebih jauh bahasa bahasa adalah alat untuk
beriteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan
pikiran, gagasan, konsep atau perasaan.Dalam studi sosiolinguistik, bahasa
diartikan sebagai sebuah sistem lambang, berupa bunyi, bersifat arbitrer,
produktif, dinamis, beragam dan manusiawi.[1]
Bahasa
adalah sebuah sistem, artinya, bahasa dibentuk oleh sejumlah komponen yang
berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan.Sistem bahasa berupa lambang-lambang
bunyi, setiap lambang bahasa melambangkan sesuatu yang disebut makna atau
konsep.Karena setiap lambang bunyi itu memiliki atau menyatakan suatu konsep
atau makna, maka dapat disimpulkan bahwa setiap suatu ujaran bahasa memiliki
makna.Contoh lambang bahasa yang berbunyi “nasi” melambangkan konsep atau makna
‘sesuatu yang biasa dimakan orang sebagai makanan pokok’.
C.
Karakteristik
Bahasa
Telah disebutkan bahwa bahasa
adalah sebuah sistem berupa bunyi, bersifat abritrer, produktif, dinamis, beragam
dan manusiawi.Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa di antara
karakteristik bahasa adalah abritrer, produktif, dinamis, beragam, dan
manusiawi.
a. Bahasa
Bersifat Abritrer
Bahasa bersifat abritrer
artinya hubungan antara lambang dengan yang dilambangkan tidak bersifat wajib,
bisa berubah dan tidak dapat dijelaskan mengapa lambang tersebut mengonsepi
makna tertentu.Secara kongkret, alasan “kuda” melambangkan ‘sejenis binatang
berkaki empat yang bisa dikendarai’ adalah tidak bisa dijelaskan.
Meskipun bersifat abritrer,
tetapi juga konvensional. Artinya setiap penutur suatu bahasa akan mematuhi
hubungan antara lambang dengan yang dilambangkannya. Dia akan mematuhi,
misalnya, lambang ‘buku’ hanya digunakan untuk menyatakan ‘tumpukan kertas
bercetak yang dijilid’, dan tidak untuk melambangkan konsep yang lain, sebab
jika dilakukannya berarti dia telah melanggar konvensi itu.
b.
Bahasa Bersifat Produktif
Bahasa bersifat produktif artinya,
dengan sejumlah besar unsur yang terbatas, namun dapat dibuat satuan-satuan
ujaran yang hampir tidak terbatas.Misalnya, menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia
susunan WJS. Purwadarminta bahasa Indonesia hanya mempunyai kurang lebih 23.000
kosa kata, tetapi dengan 23.000 buah kata tersebut dapat dibuat jutaan kalimat
yang tidak terbatas.
c. Bahasa
Bersifat Dinamis
Bahasa bersifat dinamis
berarti bahwa bahasa itu tidak lepas dari berbagai kemungkinan perubahan
sewaktu-waktu dapat terjadi. Perubahan itu dapat terjadi pada tataran apa saja:
fonologis, morfologis, sintaksis, semantic dan leksikon. Pada setiap waktu
mungkin saja terdapat kosakata baru yang muncul, tetapi juga ada kosakata lama
yang tenggelam, tidak digunakan lagi.
d. Bahasa
Bersifat Beragam
Meskipun bahasa mempunyai
kaidah atau pola tertentu yang sama, namun karena bahasa itu digunakan oleh
penutur yang heterogen yang mempunyai latar belakang sosial dan kebiasaan yang
berbeda, maka bahasa itu menjadi beragam, baik dalam tataran fonologis, morfologis,
sintaksis maupun pada tataran leksikon. Bahasa Jawa yang digunakan di Surabaya
berbeda dengan yang digunakan di Yogyakarta.Begitu juga bahasa Arab yang
digunakan di Mesir berbeda dengan yang digunakan di Arab Saudi.
e. Bahasa
Bersifat Manusiawi
Bahasa sebagai alat
komunikasi verbal, hanya dimiliki manusia.Hewan tidak mempunyai bahasa.Yang
dimiliki hewan sebagai alat komunikasi, yang berupa bunyi atau gerak isyarat,
tidak bersifat produktif dan dinamis. Manusia dalam menguasai bahasa bukanlah
secara instingtif atau naluriah, tetapi dengan cara belajar. Hewan tidak mampu
untuk mempelajari bahasa manusia, oleh karena itu dikatakan bahwa bahasa itu
bersifat manusiawi.
D.
Fungsi
Bahasa dalam Kehidupan Manusia
Fungsi bahasa yang mendasar adalah untuk menamai atau menjuluki
orang, objek dan peristiwa. Setiap orang punya nama untuk identifikasi sosial.
Orang juga dapat menamai apa saja, objek-objek yang berlainan, termasuk
perasaan tertentu yang mereka alami. Penamaan adalah dimensi pertama bahasa dan
basis bahasa dan pada awalnya itu dilakukan manusia sesuka mereka, yang lalu
menjadi konvensi.Mengapa mataharidisebut matahari? Karena ia disebut matahari!
Adalah keliru menganggap sesuatu itu mempunyai hanya satu nama yang benar.
Benda yang kita terima dari tukang pos kita sebut surat. Ketika isinya kita
ketahui menawarkan barang atau jasa kita sebut iklan.Karena kita tidak tertarik
pada penawaran itu, benda itu kita buang ke keranjang sampah.Bagaimana kita
menjuluki Emha Ainun Najib?Budayawan, cendekiawan, seniman, pelukis, kolumnis,
kiai, penyanyi atau pelawak? Salah satu
menjawabnya : Bergantung pada apa yang sedang ia lakukan saat itu. Bila ia sedang berceramah agama, ia
kiai. Bila iamsedang menulis buku, artikel atau kolom ia penulis dan bila ia
penulis dan bila ia sedang menyanyi dengan iringan kelompok musiknya ia
penyanyi. Suatu objek mempunyai beberapa tingkat abstraksi.Ibu kita adalah ibu,
ibu adalah wanita, wanita adalah manusia, manusia adalah makhluk hidup dan
makhluk hidup adalah ciptaan Tuhan.Semakin luas kelasnya, semakin abstrak
konsep tersebut.Sepanjang hidup kita sebenarnya belajar mengabstraksikan segala
sesuatu.
Menurut Larry L.Barker, bahasa memiliki tiga fungsi:
Penamaan (naming atau labelling), interaksi dan transmisi informasi.[2]Penamaan atau penjulukan merujuk pada
usaha mengidentifikasi objek, tindakan, atau orang dengan menyebut namanya
sehingga dapat dirujuk dalam komunikasi.Fungsi interaksi, menurut Barker, menekankan berbagai gagasan dan emosi,
yang dapat mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan dan kebingungan.
Melalui bahasa, informasi setiap hari, sejak bangun tidur hingga Anda tidur
kembali, dari orang lain, baik secara langsung atau tidak (melalui media massa
misalnya). Fungsi bahasa inilah yang disebut fungsi transmisi informasi yang
lintas waktu, dengan menghubungkan masa lalu, masa kini dan masa depan,
memungkinkan kesinambungan budaya dan tradisi kita .Tanpa bahasa kita tidak
mungkin bertukar informasi; kita tidak mungkin menghadirkan semua objek dan
tempat untuk kita rujuk dalam komunikasi kita.
Dalam pada itu, Cansandra L. Book (1980), dalam Human Communication: Principles,
Contexts, and Skills, mengemukakan agar komunikasi kita berhasil,
setidaknya bahasa harus memenuhi tiga fungsi, yaitu: untuk mengenal dunia kita;
berhubungan dengan orang lain; dan untuk menciptakan koherensi dalam kehidupan
kita. Fungsi pertama bahasa ini jelas tidak terelakan. Melalui bahasa Anda
mempelajari apa saja yang menarik minat Anda, mulai dari sejarah suatu bangsa
yang hidup pada masa lalu yang tidak penah Anda temui, seperti bangsa Mesir
kuno atau bangsa Yunani. Kita dapat berbagi pengalaman, bukan hanya peristiwa masa lalu yang kita
alami sendiri, tetapi juga pengetahuan tentang masa lalu yang kita peroleh
melalui sumber kedua, seperti media cetak atau media elektronik. Kita juga
menggunakan bahasa untuk memperoleh dukungan atau persetujuan dari orang lain
atas pengalaman kita atau pendapat kita. Melalui bahasa pula Anda memperkirakan
apa yang akan dikatakan atau dilakukan seorang kawan Anda, seperti dalam
kalimat “ Kemarin kawan saya itu begitu marah kepada saya”. Meskipun gambaran
kita mengenai masa depan tidak terlalu akurat, setidaknya bahasa memungkinkan
kita memikirkan, membicarakan dan mengantisipasi masa depan, misalnya apa yang
akan terjadi terhadap manusia dan alam semestaa berdasarkan dugaan yang
dikemukakan oleh para ahli ilmu pengetahuan dan orang bijak lainnya, juga
berdasarkan wahyu Tuhan atau sabda Nabi.
Fungsi kedua bahasa, yakni sebagai sarana untuk
berhubungan dengan orang lain, sebenarnya banyak berkaitan dengan fungsi sosial
dan instrumental. Ringkasnya, bahasa memungkinkan kita bergaul dengan orang
lain untuk kesenangan kita dan mempengaruhi mereka untuk mencapai tujuan kita.
Melalui bahasa kita dapat mengendalikan lingkungan kita, termasuk orang-orang
sekitar kita.Seorang nyonya rumah dapat memerintahkan, “Tolong bawakan minuman
buat saya” kepada pelayannya.Seorang kandidat dari sebuah partai politik dapat
menyampaikan gagasannya, namun sekaligus juga membujuk rakyat untuk memilih
partainya dan mempertimbangkan dirinya sebagai calon presiden yang potensial.
Kemampuan berkomunikasi dengan orang lain bergantung tidak hanya pada bahasa
yang sama, namun juga pengalaman yang sama dan makna yang sama yang kita
berikan kepada kata-kita. Semakin jauh perbedaan antara bahasa yang kita
gunakan dengan bahasa mitra komunikasi kita, semakin sulit bagi kita untuk
mencapai saling pengertian. Meskipun orang Indonesia dan orang Malaysia
berbicara bahasa Melayu, atau orang Amerika dan orang Inggris berbicara bahasa
Inggris, mereka belum tentu mencapai kesepahaman, karena beberapa perbedaan
yang ada dalam kedua bahsa tersebut.
Sedangkan fungsi ketiga memungkinkan kita untuk hidup
lebih teratur, saling memahami mengenai diri kita, kepercayaan-kepercayaan
kita, dan tujuan-tujuan kita.Kita tidak mungkin menjelaskan semua itu dengan
menyusun kata-kata secara acak, melainkan berdasarkan aturan-aturan tertentu
yang telah kita sepakati bersama.Akan tetapi, kita tidak sebenarnya tidak dapat
selamanya dapat memenuhi ketiga fungsi bahasa tersebut, oleh karena itu,
meskipunbahsa merupakan sarana komunikasi dengan manusia lain, saran ini secara
inheren mengandung kendala, karean sifatnya yang cair dan
keterbatasannya.Seperti dikatakan S.I Hayakawa, “Kata itu bukan objek.” Bila
orang-orang memaknai suatu kata secara berbeda, maka akan timbul kesalahandphoneahaman di antara mereka.
E. Bahasa
Gaul
1.
Asal-usul
Bahasa Gaul
Sejumlah
kata atau istilah mempunya arti khusus, unik, menyimpang atau bahkan bertentangan
dengan arti yang lazim ketika digunakan oleh orang-orang dari subkultur
tertentu, bahasa Subkultur ini disebut bahasa khusus (special language), bahasa
gaul atau argot.
Bahasa
gaul sebenrnya sudah ada sejak 1970-an. Awalnya istila-istilah dalam bahasa
gaul itu untuk merahasiakn obrolan dalam komunitas tertentu. Tapi karena sering
digunakan di luar komunitasnya, lama-lam istilah-istilah tersebut jadi bahasa
sehari-hari.
Bahasa prokem Indonesia atau bahasa gaul atau bahasa prokem yang khas Indonesia dan
jarang dijumpai di negara-negara lain kecuali di komunitas-komunitas Indonesia.
Bahasa prokem yang berkembang di Indonesia lebih dominan dipengaruhi oleh
bahasa Betawi yang mengalami penyimpangan/pengubahsuaian pemakaian kata oleh
kaum remaja Indonesia yang menetap di Jakarta.[3]
Akar dari bahasa gaul adalah bahasa prokem. Kata prokem
sendiri merupakan “bahasa gaul preman”. Bahasa ini awalnya digunakan oleh
kalangan preman untuk berkomunikasi satu sama lain secara rahasia. Agar kalimat
mereka tidak diketahui oleh kebanyakan orang, mereka merancang kata-kata baru
dengan cara antara lain mengganti kata ke lawan kata, mencari kata sepadan,
menentukan angka-angka, penggantian fonem, distrubusi fonem, penambahan awalan, sisipan, atau akhiran.
Karena begitu seringnya mereka menggunakan bahasa sandi
mererka itu di berbagai tempat, lama-lama orang awam pun mengerti yang mereka
maksud. Artinya mereka yang bukan preman pun ikut-ikutan menggunakan bini dalam
obrolan sehari-hari sehingga bahasa prokem tidal lagi menjadi bahasa rahasia.
Kalau enggak percaya coba deh Tanya bokap atau nyokap kita, tahu engga mereka
dengan istilah moakal,mokat, atau bokin. Kalau mereka engga mengerti artinya
berarti di masa mudanya dulu mereka bukan anak gaul.
Dengan
motif yang lebih kurang sama dengan dengan preman, kaum waria juga menciptakan
sendiri bahasa rahasia mereka. Sampai sekarang kita masih sering mendengar
istilah “bencong” untuk menyebut seorang banci? Nah, kata bencong itu sudah ada
sejak awal 1970-an juga, ya hampir beramaan deh dngan bahasa prokem. Pada
perkembangannya, konon para waria atau banci inilah yang paling rajin berkreasi
menciptakan istilah-istilah baru yang kemudian memperkaya bahasa gaul.
Kosakata
bahasa gaul yang berkembang belakangan
ini sering enggak beraturan alias engga ada rumusnya. Sehingga kita perlu
menghafal setiap kali muncul istilah baru. Misalnya untuk sebuah lawakan yang
engga lucu, kita bias menyebutnya garing atau jayus. Ada juga yang menyebut
jasjus.Untuk sesuatu yang engga oke, biasa kita sebut cupu. Jayus dan cupu bias
dibilang kosa kata baru.
2. Pengertian
Bahasa Gaul
Menurut Wikipedia
bebas-hasil dari penelusuran situs google mengatakan bahwa bahasa gaul atau
bahasa prokem adalah ragam bahasa
Indonesia non standar yang lazim digunakan di Jakarta
pada tahun 1970-an yang kemudian digantikan oleh ragam yang disebut sebagai bahasa gaul.
Bahasa prokem ditandai oleh kata-kata Indonesia atau kata dialek Betawi yang
dipotong dua fonemnya
yang paling akhir kemudian disisipi bentuk -ok- di depan fonem terakhir yang
tersisa. Misalnya, kata bapak dipotong menjadi bap, kemudian disisipi -ok-
menjadi bokap.Diperkirakan ragam ini berasal dari bahasa khusus yang digunakan
oleh para narapidana. Seperti bahasa gaul, sintaksis dan morfologi ragam ini
memanfaatkan sintaksis dan morfologi bahasa Indonesia dan dialek Betawi.[4]
Bahasa
gaul atau argot atau bahasa prokem adalah penggunaan kata-kata dalam bahasa
yang tidak resmi dan ekspresi yang bukan merupakan standar penuturan dialek
atau bahasa.[5]
Kata dalam bahasa gaul biasanya kaya dalam domain tertentu, seperti kekerasan,
kejahatan dan narkoba dan seks.
Bahasa prokem ini mengalami pergerseran fungsi dari
bahasa rahasia menjadi bahasa gaul. Dalam konteks kekinian, bahasa gaul
merupakan dialek bahasa Indonesia non-formal yang terutama digunakan di suatu
daerah atau komunitas tertentu (contohnya, kalangan homo seksual atau waria).
Penggunaan bahasa gaul menjadi lebih dikenal khalayak ramai setelah Debby
Sahertian mengumpulkan kosa-kata yang digunakan dalam komunitas tersebut dan
menerbitkan kamus yang bernama “Kamus Bahasa Gaul” pada tahun 1999.
Meskipun bahasa gaul sebenarnya merujuk kepada bahasa
khas yang digunakan setiap komunitas atau subkultur apa saja, bahas gaul lebih
sering merujuk pada bahasa rahasia yang digunakan dalam kelompok yang
menyimpang, seperti kelompok preman, kelompok penjual narkotika, kaum
homoseksual/lesbian, pelacur, dsb.
Saat ini bahasa gaul telah banyak terasimilasi dan
menjadi umum digunakan sebagai percakapan sehari-hari dalam pergaulan di
lingkngan social bahkan dalam
media-media popular seperti TV, radio, dunia perfilman nasional, dan sering
pula digunakan dalam bentuk publikasi-publikasi yang ditunjukan untuk kalangan
remaja oleh majalah-majalah remaja popular.
Bahasa gaul umumnya digunakan di lingkungan perkotaan.
Terdapat cukup banyak variasi dan perbedaan dari bahasa gaul bergantung pada
kota tempat seseorang tinggal, utamanya dipengaruhi oleh bahasa daerah yang
berbeda dari etnis-etnis yang menjadi penduduk mayoritas dalam kota tersebut.
Sebagai contoh, di Bandung, Jawa Barat. Perbendaharaan kata dalam bahasa
gaulnya banyak mengandung kosakata-kosakata yang berasal dari bahasa sunda.
3. Ciri-ciri Bahasa Gaul
Berikut ini beberapa ciri dari
bahasa gaul:[6]
1)
Kosakata
khas: berkata → bilang, berbicara → ngomong, cantik →kece, dia → doi, doski,
kaya →tajir, reseh →berabe, ayah → bokap, ibu → nyokap, cinta →cintrong, aku
→gua, gue, gwa, kamu → lu, lo, elu, dll.
2)
Penghilangan
huruf (fonem) awal: sudah → udah, saja → aja, sama → ama, memang → emang, dll.
3)
Penghilangan
huruf “h”: habis → abis, hitung → itung, hujan → ujan, hilang → ilang, hati →
ati, hangat → anget, tahu → tau, lihat → liat, pahit → pait, tahun → taon,
bohong → boong, dll.
4)
Penggantian
huruf "a" dengan "e": benar → bener, cepat → cepet, teman→
temen, cakap → cakep, sebal → sebel, senang → seneng, putar → puter, seram
→serem.
5)
Penggantian
diftong "au", "ai" dengan "o" dan "e":
kalau → kalo, sampai → sampe, satai → sate, gulai → gule, capai → cape, kerbau
→ kebo, pakai → pake, mau (bukan diftong) → mo, dll.
6)
Pemendekan
kata atau kontraksi dari kata/frasa yang panjang: terima kasih → makasi/trims,
bagaimana → gimana, begini → gini, begitu → gitu, ini → nih, itu → tuh.
Pengunaan Imbuhan
1)
Peluluhan
sufiks me-, pe- seperti: membaca → baca, bermain → main, berbelanja →
belanja, membeli → beli, membawa → bawa, pekerjaan → kerjaan, permainan →
mainan, dst.
2)
Penggunaan
akhiran "-in" untuk menggantikan akhiran "-kan": bacakan →
bacain, mainkan → mainin, belikan → beliin, bawakan → bawain, dst.
3)
Nasalisasi
kata kerja dengan kata dasar berawalan 'c': mencuci → nyuci, mencari → nyari,
mencium → nyium, menceletuk → nyeletuk, mencolok → nyolok
4)
Untuk
membentuk kata kerja transitif, cenderung menggunakan proses nasalisasi. Awalan
"me-", akhiran "-kan" dan "-i" yang cukup rumit
dihindarkan.
§ Proses nasalisasi kata kerja aktif+ in untuk membentuk
kata kerja transitif aktif: memikirkan→ mikirin, menanyakan → nanyain,
merepotkan → ngerepotin, mengambilkan → ngambilin
§ Bentuk pasif 1: di + kata dasar + in: diduakan → diduain,
ditunggui → ditungguin, diajari → diajarin, ditinggalkan → ditinggalin
§ Bentuk pasif 2: ke + kata dasar yang merupakan padanan
bentuk pasif "ter-" dalam bahasa Indonesia baku: tergaet → kegaet,
tertimpa → ketimpa, terpeleset → kepeleset, tercantol → kecantol, tertipu →
ketipu, tertabrak → ketabrak
4. Contoh
Bahasa Gaul
Kebanyakan
partikel mampu memberikan informasi tambahan kepada orang lain yang tidak dapat
dilakukan oleh bahasa Indonesia baku seperti tingkat keakraban antara pembicara
dan pendengar, suasana hati/ekspresi pembicara, dan suasana pada kalimat
tersebut diucapkan.
§ Deh/
dah(Bagaimana kalau ...)
Coba dulu deh.(tidak menggunakan intonasi pertanyaan) - Bagaimana
kalau dicoba dulu?
§ Dong(Tentu saja ...)
Sudah pasti dong. – Sudah pasti
/ Tentu saja.
Mau yang itu dong – Tentu
saja saya mau yang itu.
§
Eh(Pengganti
subjek, sebutan untuk orang kedua…)
Eh, namamu siapa? - Bung,
namamu siapa?
Eh, ke sini sebentar. - Pak/Bu, ke sini sebentar.
Ke sini sebentar, eh. - Ke sini sebentar, Bung.
§ Kan(Kependekan
dari 'bukan', dipakai untuk meminta
pendapat/penyetujuan orang lain (pertanyaan)…)
Bagus kan? - Bagus bukan?
Kan kamu yang bilang? -Bukankah kamu yang bilang demikian?
Dia kan sebenarnya baik. -Dia sebenarnya orang baik,bukan?
§ Kok(Kata
tanya pengganti 'Kenapa (kamu)'…)
Kok kamu terlambat? –
Kenapa kamu terlambat?
§ Lho/Loh(Kata
seru yang menyatakan keterkejutan. Bisa digabung dengan kata tanya. Tergantung
intonasi yang digunakan, partikel ini dapat mencerminkan bermacam-macam
ekspresi…)
Lho, kok kamu terlambat?
-Kenapa kamu terlambat? (dengan ekspresi heran)
Loh, apa-apaan ini! – Apa
yang terjadi di sini? (pertanyaan retorik dengan ekspresi terkejut/marah)
§
Nih(Kependekan
dari 'ini'…)
Nih balon yang kamu minta.
-Ini (sambil menyerahkan barang). Balon yang kamu minta.
Nih, saya sudah selesaikan
tugasmu. - Ini tugasmu sudah saya selesaikan.
§
Sih(Karena
...)
Dia serakah sih. - Karena dia serakah. (dengan ekspresi mencemooh)
Kamu sih datangnya terlambat .- Karena kamu datangterlambat. (dengan
ekspresi menyesal)
§
Tuh/
tu(Kependekan dari 'itu', menunjuk kepada suatu objek…)
Lihat tuh hasil dari
perbuatanmu. - Lihat itu, itulah hasil dari perbuatanmu.
Tuh orang yang tadi
menolongku. - Itu lihatlah, itu orang yang menolongku.
§
Yah(Selalu
menyatakan kekecewaan dan selalu digunakan di awal kalimat atau berdiri
sendiri….)
Yah, Indonesia kalah lagi -Indonesia kalah lagi (dengan ekspresi
kecewa)
Bahasa gaul dapat diklasifikasikan
menjadi beberapa jenis lagi, ada yang disebut bahasa gaul kaum selebritis, kaum
gay dan lesbian atau kaum waria. Bahasa ini digunakan untuk memproteksi
kelompok mereka dari komunitas lain. Sehingga komunikasi yang mereka lakukan,
hanya kelompok mereka saja yang mengerti.[7]
1) Bahasa
kaum selebritis
Perhatikan kata-kata yang sering digunakan oleh kalangan selebritis
dalam bahasa gaul yaitu:
- Baronang
= baru
- Cinewinek =
cewek
- Pinergini
= pergi
- Ninon tinon =
nonton
2) Bahasa
gay dan bahasa waria
Di negara kita bahasa gaul kaum selebritis ternyata mirip dengan
bahasa gaul kaum gay (homoseksual) dan
juga bahasa gaul kaum waria atau banci. Sekelompok mahasiswa saya dari Fikom
Unpad, berdasarkan penelitian mereka atas kaum gay di Bandung menemukan
sejumlah kata yang mereka gunakan, misalnya adalah:
§ Cinakinep
= Cakep
§ Duta = Uang
§ Kemek = Makan
§ Linak = Laki-laki
§ Maharani = Mahal
§ Jinelinek = Jelek
3) Bahasa
kaum waria
Bahasa adalah sebagian dari bahasa gaul yang dianut sebuah
komunitas banci (waria), seperti yang diperoleh sekelompok mahasiswa
berdasarkan wawancara dengan seorang waria.
- Akika/ike = aku
- Bis
kota = besar
- Cakra = ganteng
- Cucux = cakep/keren
- Diana = dia
- Inang = Iya
5.
Dampak
Negatif Bahasa Gaul[8]
a. Segi ekonomi
Bahasa gaul ditawarkan dan
dikonsumsi oleh masyarakat modern yang mempunyai ciri agar gaya hidup
meningkat, akan tetapi bagi kelompok sosial yang mudah dibentuk oleh pasar akan
terjadi kontraksi antara nilai tradisional dan masyarakat modern. Sehingga
menggiring kaum muda untuk tidak hemat pada pola hidup yang sederhana. Apabila
sikap ini bila dipupuk akan menimbulkan masalah sosial besar. Bagi yang
mengkonsumsi bahasa gaul maka mempengaruhi pola hidup yang serba gemerlap. Bila
remaja yang tingkat sosialnya rendah bisa jadi timbul rasa prustasi, secara
psikologis menimbulkan akibat yang buruk karena bahasa gaul sering digunakan
para remaja modern yang tingkat sosialnya tinggi.
Dengan adanya bahasa gaul akan
mempengaruhi perilaku remaja, untuk itu remaja dididik untuk mengkonsumsi
barang-barang tertentu sebagai indikator bahwa mereka adalah bagian dari remaja
gaul tadi, remaja berkeinginan untuk memiliki barang-barang yang baru sedangkan
yang alama dianggap sudah ketinggala jaman dan remaja merasa rendah apabila
bertemu atau berkomunikasi dengan teman-temannya karena bahasa atau
barang-barangnya tidak gaul.
b. Segi norma susila
Salah satu gejala negatif bahasa
gaul mempunyai dampak pada prilaku yang tidak baik bila digunakan pada orang
yang lebih tua (orang tua). Untuk itu bahasa gaul kurang baik
karena keluar dari tatanan norma sopan santun.
c. Segi norma agama
Karena ingin disebut tren sehingga
sering kali membuat orang lepas dari etika moral bahkan lepas dari nilai agama,
sehingga bila sering menggunakan bahasa gaul maka akan terpengaruh dengan
berpakaian gaul (ketat, transparan atau buka-bukaan) padahal memperlihatkan
aurot dalam agama kita dianggap primitif, bahkan berpengaruh pada pacaran yang
sama-sama gaul (kelompok konsumsi bahasa gaul). Bahkan akan lebih gawat apabila
mengarah pada hubungan sek diluar nikah karena sudah saling
menyenangi/kecocokan dalam pembicaraan yang menggunakan bahasa gaul.
Dengan adanya majalah-majalah,
telebisi, serta musik yang merupakan media informasi yang sehari-hari dapat
diperoleh oleh para remaja akan cepat tersebarnya bahasa gaul, apalagi dalam
media ini ditampilkan tokoh-tokoh yang terkenal yang menjadi idola para remaja
tersebut.
d. Segi budaya
Bahasa gaul memang menambah kasanah
budaya bangsa kita, akan tetapi apabila bahasa tersebut kurang terkontrol maka
akan mengakibatkan penambahan budaya yang norak, kebarat-baratan, imitasi yang
menimbulkan modernisasi yang tidak benar.
F. Remaja
1. Pengertian
Remaja
Kata “remaja” berasal dari bahasa latin yaitu
adolescere yang berarti to grow atau to grow maturity. Menurut Adams &
Gullota (dalam Aaro, 1997), masa remaja meliputi usia antara 11 hingga 20
tahun. Sedangkan Hurlock (1990) membagi masa remaja menjadi masa remaja awal
(13 hingga 16 atau 17 tahun) dan masa remaja akhir (16 atau 17 tahun hingga 18
tahun). Masa remaja awal dan akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa
remaja akhir individu telah mencapai transisi perkembangan yang lebih mendekati
masa dewasa.[9]
Remaja merupakan masa antara kanak-kanak dan
dewasa. Remaja juga terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan
yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan
dalam hubungan dengan orangtua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan
cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan.
Transisi perkembangan pada masa remaja berarti
sebagian perkembangan masa kanak-kanak masih dialami namun sebagian kematangan
masa dewasa sudah dicapai. Bagian dari masa kanak-kanak itu antara lain proses
pertumbuhan biologis misalnya tinggi badan masih terus bertambah. Sedangkan
bagian dari masa dewasa antara lain proses kematangan semua organ tubuh
termasuk fungsi reproduksi dan kematangan kognitif yang ditandai dengan mampu
berpikir secara abstrak.
2.
Perilaku Remaja
Merujuk pada tulisan Abin Samsuddin
(2003), di bawah ini disajikan berbagai karakteristik
perilaku dan pribadi masa remaja, yang terbagi ke dalam bagian dua
kelompok yaitu remaja awal (11-13 s.d. 14-15 tahun) dan remaja akhir (14-16
s.d. 18-20 tahun) meliputi aspek :fisik,
psikomotor, bahasa, kognitif, sosial, moralitas, keagamaan, konatif, emosi
afektif dan kepribadian.
Remaja Awal
(11-13 Th s.d.14-15 Th)
|
Remaja Akhir
(14-16 Th.s.d.18-20 Th)
|
Fisik
|
|
Laju
perkembangan secara umum berlangsung pesat.
|
Laju perkembangan secara umum kembali menurun, sangat
lambat.
|
Proporsi
ukuran tinggi dan berat badan sering- kali kurang seimbang.
|
Proporsi
ukuran tinggi dan berat badan lebih seimbang mendekati kekuatan orang dewasa.
|
Munculnya
ciri-ciri sekunder (tumbul bulu pada pubic region, otot mengembang pada
bagian –bagian tertentu), disertai mulai aktifnya sekresi kelenjar jenis
kelamin (menstruasi pada wanita dan day dreaming pada laki-laki.
|
Siap
berfungsinya organ – organ reproduktif seperti pada orang dewasa.
|
Psikomotor
|
|
Gerak
– gerik tampak canggung dan kurang terkoordinasikan.
|
Gerak
gerik mulai mantap.
|
Aktif
dalam berbagai jenis cabang permainan.
|
Jenis
dan jumlah cabang permainan lebih selektif dan terbatas pada keterampilan
yang
menunjang kepada persiapan kerja. |
Bahasa
|
|
Berkembangnya
penggunaan bahasa sandi dan mulai tertarik mempelajari bahasa asing.
|
Lebih
memantapkan diri pada bahasa asing tertentu yang dipilihnya.
|
Menggemari
literatur yang bernafaskan dan mengandung segi erotik, fantastik dan estetik.
|
Menggemari
literatur yang bernafaskan dan mengandung nilai-nilai filosofis, ethis,
religius. |
Perilaku Kognitif
|
|
Proses
berfikir sudah mampu mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal (asosiasi,
diferensiasi, komparasi, kausalitas) yang bersifat abstrak, meskipun relatif
terbatas. |
Sudah
mampu mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal disertai kemampuan membuat
generalisasi yang lebih bersifat konklusif dan komprehensif.
|
Kecakapan
dasar intelektual menjalani laju perkembangan yang terpesat.
|
Tercapainya
titik puncak kedewasaan bahkan mungkin mapan (plateau) yang suatu saat
(usia 50-60) menjadi deklinasi. |
Kecakapan
dasar khusus (bakat) mulai menujukkan kecenderungan-kecenderungan yang lebih
jelas.
|
Kecenderungan
bakat tertentu mencapai titik puncak dan kemantapannya
|
Perilaku Sosial
|
|
Diawali
dengan kecenderungan ambivalensi keinginan menyendiri dan keinginan bergaul
dengan banyak teman tetapi bersifat temporer.
|
Bergaul
dengan jumlah teman yang lebih terbatas dan selektif dan lebih lama (teman
dekat).
|
Adanya
kebergantungan yang kuat kepada kelompok sebaya disertai semangat konformitas
yang tinggi. |
Kebergantungan
kepada kelompok sebaya berangsur fleksibel, kecuali dengan teman dekat
pilihannya yang banyak memiliki kesamaan minat.
|
Moralitas
|
|
Adanya
ambivalensi antara keinginan bebas dari dominasi pengaruh orang tua dengan
kebutuhan dan bantuan dari orang tua.
|
Sudah
dapat memisahkan antara sistem nilai – nilai atau normatif yang universal
dari para pendukungnya yang mungkin dapat berbuat keliru atau kesalahan.
|
Dengan
sikapnya dan cara berfikirnya yang kritis mulai menguji kaidah-kaidah atau
sistem nilai etis dengan kenyataannya dalam perilaku sehari-hari oleh para
pendukungnya.
|
Sudah
berangsur dapat menentukan dan menilai tindakannya sendiri atas norma atau
sistem nilai yang dipilih dan dianutnya sesuai dengan hati nuraninya.
|
Mengidentifikasi
dengan tokoh moralitas yang dipandang tepat dengan tipe idolanya.
|
Mulai
dapat memelihara jarak dan batas-batas kebebasan nya mana yang harus
dirundingkan
dengan orang tuanya. |
Perilaku Keagamaan
|
|
Mengenai
eksistensi dan sifat kemurahan dan keadilan Tuhan mulai dipertanyakan secara
kritis dan skeptis.
|
Eksistensi
dan sifat kemurahan dan keadilan Tuhan mulai dipahamkan dan dihayati menurut
sistem kepercayaan atau agama yang dianutnya.
|
Penghayatan
kehidupan keagamaan sehari-hari dilakukan atas pertimbangan adanya semacam
tuntutan yang memaksa dari luar dirinya.
|
Penghayatan
kehidupan keagamaan sehari-hari mulai dilakukan atas dasar kesadaran dan
pertimbangan hati nuraninya sendiri secara tulus ikhlas
|
Masih mencari dan mencoba menemukan pegangan hidup
|
Mulai
menemukan pegangan hidup
|
Konatif, Emosi, Afektif dan Kepribadian
|
|
Lima
kebutuhan dasar (fisiologis, rasa aman, kasih sayang, harga diri dan
aktualisasi diri)
mulai menunjukkan arah kecenderungannya |
Sudah
menunjukkan arah kecenderungan tertentu yang akan mewarnai pola dasar
kepribadiannya.
|
Reaksi-reaksi
dan ekspresi emosionalnya masih labil dan belum terkendali seperti pernyataan
marah, gembira atau kesedihannya masih dapat berubah-ubah dan silih berganti
dalam yang cepat
|
Reaksi-reaksi
dan ekspresi emosionalnya tampak mulai terkendali dan dapat menguasai
dirinya.
|
Kecenderungan-kecenderungan
arah sikap nilai mulai tampak teoritis, ekonomis, estetis, sosial, politis,
dan religius), meski masih dalam taraf eksplorasi dan mencoba-coba.
|
Kecenderungan
titik berat ke arah sikap nilai tertentu sudah mulai jelas seperti yang akan
ditunjukkan oleh kecenderungan minat dan pilihan karier atau
pendidikanlanjutannya; yang juga akan memberi warna kepada tipe
kepribadiannya.
|
Merupakan
masa kritis dalam rangka menghadapi krisis identitasnya yang sangat dipengaruhi
oleh kondisi psiko sosialnya, yang akan membentuk kepribadiannnya.
|
Kalau
kondisi psikososialnya menunjang secara positif maka mulai tampak dan
ditemukan
identitas kepriba-diannya yang relatif definitif yang akan mewarnai hidupnya sampai masa dewasa. |
3.
Karakteristik
Perkembangan Bahasa Remaja
Bahasa remaja adalah bahasa yang telah berkembang
ia telah banyak belajar dari lingkungan, dan dengan demikian bahasa remaja
terbentuk dari kondisi lingkungan. Lingkungan remaja mencakup lingkungan
keluarga, masyarakat dan khususnya pergaulan teman sebaya, dan lingkungan
sekolah. Pola bahasa yang dimiliki adalah bahasa yang berkembang di dalam
keluarga atau bahasa itu.
Perkembangan bahasa remaja dilengkapi dan diperkaya
oleh lingkungan masyarakat di mana mereka tinggal. Hal ini berarti pembentukan
kepribadian yang dihasilkan dari pergaulan masyarakat sekitar akan memberi ciri
khusus dalam perilaku bahasa. Bersamaan dengan kehidupannya di dalam masyarakat
luas, anak (remaja) mengkutip proses belajar disekolah. Sebagaimana diketahui,
dilembaga pendidikan diberikan rangsangan yang terarah sesuai dengan
kaidah-kaedah yang benar. Proses pendidikan bukan memperluas dan memperdalam
cakrawala ilmu pengetahuan semata, tetapi juga secara berencana merekayasa
perkembangan sistem budaya, termasuk perilaku berbahasa. Pengaruh pergaulan di
dalam masyarakat (teman sebaya) terkadang cukup menonjol, sehingga bahasa anak
(remaja) menjadi lebih diwarnai pola bahasa pergaulan yang berkembang di dalam
kelompok sebaya. Dari kelompok itu berkembang bahasa sandi, bahasa kelompok
yang bentuknya amat khusus, seperti istilah baceman dikalangan pelajar yang
dimaksudkan adalah bocoran soal ulangan atau tes. Bahasa prokem terutama secara
khusus untuk kepentingan khusus pula.
Pengaruh lingkungan yang berbeda antara
keluarga masyarakat, dan sekolah dalam perkembangan bahasa, akan
menyebabkan perbedaan antara anak yang satu dengan yang lain. Hal ini
ditunjukkan oleh pilihan dan penggunaan kosakata sesuai dengan tingkat
sosial keluarganya. Keluarga dari masyarakat lapisan pendidikan rendah atau
buta huruf, akan banyak menggunakan bahasa pasar, bahasa sembarangan, dengan
istilah-istilah yang kasar. Masyarakat terdidik yang pada umumnya memiliki
status sosial lebih baik, menggunakan istilah-istilah lebih selektif dan
umumnya anak-anak remajanya juga berbahasa lebih baik.
Ragam bahasa remaja memiliki ciri khusus, singkat,
lincah dan kreatif. Kata-kata yang digunakan cenderung pendek, sementara kata
yang agak panjang akan diperpendek melalui proses morfologi atau menggantinya
dengan kata yang lebih pendek seperti ‘permainan diganti dengan mainan,
pekerjaan diganti dengan kerjaan.
Kalimat-kalimat yang digunakan kebanyakan
berstruktur kalimat tunggal. Bentuk-bentuk elip juga banyak digunakan untuk
membuat susunan kalimat menjadi lebih pendek sehingga seringkali dijumpai
kalimat-kalimat yang tidak lengkap. Dengan menggunakan struktur yang pendek,
pengungkapan makna menjadi lebih cepat yang sering membuat pendengar yang bukan
penutur asli bahasa Indonesia mengalami kesulitan untuk memahaminya. Kita bisa
mendengar bagaimana bahasa remaja ini dibuat begitu singkat tetapi sangat
komunikatif.
Karakteristik perkembangan bahasa remaja sesungguhnya didukung oleh perkembangan
kognitif yang menurut Jean Piaget telah mencapai tahap operasional formal.
Sejalan dengan perkembangan kognitifnya, remaja mulai mampu mrngaplikasikan
prinsip-prinsip berpikir formal atau berpikir ilmiah secara baik pada setiap
situasi dan telah mengalami peningkatan kemampuan dalam menyusun pola hubungan
secara komperhensif, membandingkan secara kritis antara fakta dan asumsi dengan
mengurangi penggunaan symbol-simbol dan terminologi konkret dalam
mengomunikasikannya.
Sejalan perkembangan psikis remaja yang berada pada fase pencarian jati
diri, ada tahapan kemampuan berbahasa pada remaja yang berbeda dari tahap-tahap
sebelum atau sesudahnya yang kadang-kadang menyimpang dari norma umum seperti
munculnya istilah-istilah khusus di kalangan remaja. Karakteristik psikologis
khas remaja seringkali mendorong remaja membangun dan memiliki bahasa relatif
berbeda dan bahkan khas untuk kalangan remaja sendiri, sampai-sampai tidak
jarang orang di luar kalangan remaja kesulitan memahaminya. Dalam perkembangan masyarakat
modern sekarang ini, di kota-kota besar bahkan berkembang pesat bahasa khas
remaja yang sering dikenal dengan bahasa gaul. Bahkan karena pesatnya
perkembangan bahasa gaul ini dan untuk membantu kalangan diuluat remaja
memahami bahasa mereka, Debby Sahertian (2000) telah menyusun dan menertibkan
sebuah kamus khas remaja yang disebut dengan “Kamus Bahasa Gaul”. Dalam kamus
itu tertera sekian ribu bahasa gaul yang menjadi bahasa khas remaja yang jika
kita pelajari sangat berbeda dengan bahasa pada umumnya. Kalangan remaja justru
sangat akrab dan sangat memahami bahasa gaul serta merasa lebih aman jika
berkomunikasi dengan sesama remaja menggunakan bahasa gaul.
G.
Hipotesis
1.
Seiring
dengan perkembangan zaman penggunaan bahasa gaul di kalangan remaja makin
meluas dan sudah digunakan dalam kehidupan sehari-hari remaja.
2.
Penggunaan
bahasa gaul di kalangan remaja dapat mempengaruhi perilaku remaja.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Penggunaan
Bahasa Gaul Dikalangan Remaja
Kehadiran
bahasa gaul atau prokem dalam pergaulan sosial di negeri ini agaknya tidak
makin meyurut tetapi justru makin meluas. Ruang-ruang publik makin kuyup dengan
idiom-idiom bahasa gaul atau prokem. Bahasa tersebut saat ini telah menyebar
kemana-mana.Penggunanya tidak hanya kalangan remaja perkotaan tetapi juga telah
merambah ke daerah-daerah pinggiran dan pedesaan akibat mobilitas urbanisasi
yang kian sulit terkendali.
Para
pemuda desa berbondong-bondong mengadu nasib ke kota khususnya Jakarta. Mereka
di sana akan bertemu dengan berbagai kelompok atau komunitas orang dan akan
berinteraksi dengan banyak orang pula. Pastinya mereka telah menemukan kosa
kata yang baru yang mungkin tidak pernah mereka dengar dan guunakan sebelumnya.
Sebagian dari kosa kata yang mereka dengar adalah bahasa gaul atau prokem. Secara
tidak langsung mereka telah berperan sebagai juru bicara bahasa gaul ketika
pulang ke kampung halaman. Mereka pasti akan memperkenalkan bahasa gaul ke
dalam komunitas masyarakat pinggiran dan pedesaan hingga akhirnya akan menjadi
bahasa pergaulan di kalangan remaja di daerah tersebut.
Bahasa
gaul atau prokem yang sudah merambah ke daerah-daerah pinggiran akan dapat
mudah diserap oleh masyarakatnya. Apalagi anan-anak muda dan remaja. Dengan
ide-ide kreatif mereka terkadang bahasa tersebut penggunaanya dapat di campur
dengan bahasa daerah mereka yang nantinya akan memunculkan bahasa-bahasa yang
baru lagi dan lucu. Dan mereka akan memperkenalkan bahasa tersebut kepada
teman-teman sekelompoknya.
Bahasa
gaul akan cepat berkembang dikalangan remaja, karena bahasa gaul pada umunya
digunakan sebagaai sarana komunikasi diantara remaja sekelompoknya.Ketika
seorang remaja sudah mengetahui satu bahasa gaul atau prokem yang menurut
mereka itu masih asing, pasti mereka akan gunakan bahasa tersebut dalam
percakapan mereka sehari-hari pada saat mereka bertemu dan berkumpul dengan
teman sebaya mereka, pasti mereka akan menggunakan bahasa tersebut dalam
percakapan mereka. Secara tidak langsung mereka sudah menularkan bahasa itu
kepada teman-teman sekelompoknya.Itu wajar-wajar saja karena itu bahasa mereka.
Apabila mereka tidak menggunakan bahasa gaul atau prokem mereka akan dikatakan
tidak gaul.
Anak
remaja akan dikatakan dikatakan gaul dan modern apabila mereka mampu
menyesuaikan dengan keadaan saat ini.yaitu mampu menyesuaikan dengan infromasi
serta teknologi yang berkembang saat ini.serta dapat menggunakan dalam
kehidupan sehari-hari. Tentunya hal tersebut tidak lepas juga kaitannya dengan
bahasa gaul yang akan mereka temui nanti yaitu ketika mereka menggunakan teknologi
yang canggih saat ini.
Dalam
era globalisasi ini dimana semua alat teknologi sudah canggih, pastinya semua
anak remaja tidak ketinggalan.Sebagai contoh handphone dikalangan anak muda, semua anak muda di Indonesia sudah
memiliki handphone dari yang harganya
selangit sampai yang terendah dengan berbagai macam fungsi dan
kegunaanya.Melalui handphone anak
muda dapat berkomunikasi dan bertukar informasi dengan teman.Salah satunya
melalui sms mereka dapat berkomunikasi secara tertulis.
Bahasa
yang mereka gunakan dalam sms bermacam-macam, yang pasti singkat dan mudah
dimengerti.Bahasa gaul dan prokemlah yang tidak lepas dari peristiwa
ini. Kalau tidak, mereka juga akan menggunakan bahasa asing saat berkomunikasi
dalam sms. Mereka akan menggunakannya dalam setiap pengiriman pesan. Dari
kegiatan ini mereka akan menemukan bahasa-bahasa gaul yang baru pula.
Selain dari sms mereka juga akan menemukan berbagai
bahasa melalui internet, karena jaringan ini lebih luas. Anak remaja saat ini
tidak ketinggalan dengan informasi yang ada di internet. Tidak hanya anak muda
bahkan semua orang dapat menemukan segala sesuatu dari internet. Dari internet
akan memudahkan orang dalam berkomunikasi.
Komunikasi melalui internet saat ini salah satunya adalah
melalui facebook. Yang dapat dilihat dari status dinding yang mereka tulis di facebooksangat bermacam-macam bahasanya.
Kaum remaja yang menjadi pengguna media sosial terbesar di negeri ini banyak
sekali menggunakan bahasa gaul dalam mengekspresikan statusnya. Bahkan kaum
remaja pemillik akun jejaring sosial akan terstigma sebagai remaja yang kurang
gaul apabila menggunkan bahasa yang resmi. Mereka juga akan menggunakan bahasa
sesuai perkembangannya.
Bahasa akan selalu berkembang sesuai latar sosial budaya
pemakainya baik berdasarkan kondisi sosiologis maupun kondisis psikologis
penggunanya. Oleh karena itu, dikenal ada variasi atau ragam bahasa pedagang,
ragam bahasa pejabat, atau politikus, ragam bahasa anak-anak termasuk bahasa
gaul. Hal tersebut merupakan perilaku kebahasaan
dan bersifat universal. Bahasa akan terus berkembang dan memiliki aneka ragam
variasi.
Kosakata
bahasa gaul di Indonesia diambil dari kosakata bahasa yang hidup di lingkunagn
kelompok remaja tertentu. Pembentukan kata dan maknanya sangat beragam pada
kreatifitas pemakainya.Bahasa prokem berfungsi sebagai ekspresi rasa
kebersamaan para pemakainya. Selain itu, dengan menggunakan bahasa prokem atau
gaul mereka ingin menyatakan diri sebagai anggota kelompok masyarakat yang
berbeda dari kelompok masyarakat yang lain.
Kehadiran
bahasa prokem itu dapat dianggap wajar karena sesuai dengan/tuntutan
perkembangan nurani anak usia remaja. Masa hidupnya terbatas sesuai denagn
perkembangan usia remaja. Selain itu pemakainyapun terbatas pula di kalangan
remaja kelompok usia tertentu dan bersifat tidak resmi. Jika berada di luar
lingkunagn kelompoknya, bahasa yang digunaknanya beralih ke bahasa lain yang
berlaku secara umnum di lingkunagn masyarakat temapat mereka berada.
Dengan
memiliki bahasa tersendiri untuk mengekspresikan gaya mereka komunikasi
diperlukan oleh kalangan remaja untuk menyampaikan hal-hal yang dianggap
tertutup bagi kelompopk usia lain atau agar pihak lain mengetahui apa yang
sedang mereka bicarakan. Karena masa remaja memiliki karakter antara lain petualang
pengelompokan dan kenakalan. Ciri ini tercermin juga dalam bahasa
mereka.Keinginan untuk membuat kelompok ekslusif menyebabkan mereka menciptakan
bahasa rahasia. Dari bahasa rahasia yang mereka ciptakanakan tercipta pula
bahasa gaul.
Belakangan
ini bahasa prokem mengalami pergeseran fungsi dari bahasa rahasia menjadi
bahasa pergaulan anak-anak remaja. Dalam konteks kekinian bahasa pergaulan anak
remaja ini merupakan dialek bahasa indonesia non formal yang terutama di
gunakan di suatu daerah atau komunitas tertentu (kalangan homoseksual atau
waria). Penggunaan bahasa gaul menjadi lebih dikenal di khalayak ramai setelah
Deby Suhertian mengumpulkan kosa kata yang digunakan dalam komunitas tersebut
dan menerbitkan kamus yang bernama kamus bahasa gaul pada tahun 1999.
Bahasa
gaul sudah muncul sejak awal 70-an. Awalnya digunakan “bromocorah” agar orang
di luar komunitas dari mrerka tidak mengert, jadi mereka tidak perlu
sembunyi-sembunyi jika membicarakan hal yang negatif. Bahasa gaul yang disebut
juga bahasa prokem dan digunakan dalam percakapan sehari-hari akan terus
mengalami perkembangan. Bahkan semakin bervariatif apalagi dikalangan remaja.
Misalnya kata “saya” yang dalam dialeg Jakarta atau Betawi menjadi “gue” berubah
menjadi “ogut” atau “gout”.
Yang
agak ekstrim misalnya sebutan untuk orang tua seperti ibu atau bapak berubah
menjadi ”bokap” dan “ nyokap”. Jika anak-anak muda tidak menggunakan bahasa
gaul ini mereka merasa ketinggalan jaman, kuno, gak gaul, dan sebagainya.bahkan
menurut kamus bahasa gaul sendiri, bergaul itu artinya supel, pandai berteman,
nyambung diajak ngomong, perang cerdas, dan serba tahu info-info tajam dan
terpercaya alias luas wawasan. Karena begitu seringnya mereka gunakan
diberbagai tempat, lama kelamaan orang awam pun mengerti yang mereka maksud
sehingga bahasa prokem tidak lagi menjadi bahasa rahasia lagi. Kalangan orang
tua sering kali merasa prihatin terhadap fenomena bahasa gaul. Mereka
menganggap jaman sekarang semakin anak bergaul, efek buruknya anak berpotrensi
menyerap kata-kata yang tidak pantas dan tidak sopan.
Saat ini bahasa prokem telah banyak terasaimilasi dan menjadi umum dgunakan sebagai bentuk percakapan sehari-hari dalam pergaulan dilingkungan sosial, bahkan dalam media-madia populer seperti TV, radio, dunia perfilman nasional, dan seringkali pula digunakn dalam bentuk pengumuman-pengumuman yang ditujukan untuk kalangan remaja oleh majalah-majalah remaja populer. Karena jamaknya, kadang-kadang dapat disimpulkan bahasa prokem adalah bahasa utama yang digunakan untuk komunikasi verbal oleh setiap orang dalam kehidupan sehari-hari, kecuali untuk keperluan formal. Karenanya akan menjadi terasa “aneh” untuk berkomunikasi secara verbal denagan orang lain menggunakan bahasa Indonesia formal.
Saat ini bahasa prokem telah banyak terasaimilasi dan menjadi umum dgunakan sebagai bentuk percakapan sehari-hari dalam pergaulan dilingkungan sosial, bahkan dalam media-madia populer seperti TV, radio, dunia perfilman nasional, dan seringkali pula digunakn dalam bentuk pengumuman-pengumuman yang ditujukan untuk kalangan remaja oleh majalah-majalah remaja populer. Karena jamaknya, kadang-kadang dapat disimpulkan bahasa prokem adalah bahasa utama yang digunakan untuk komunikasi verbal oleh setiap orang dalam kehidupan sehari-hari, kecuali untuk keperluan formal. Karenanya akan menjadi terasa “aneh” untuk berkomunikasi secara verbal denagan orang lain menggunakan bahasa Indonesia formal.
Dalam
perpsektif pragmatik, bahasa gaul merupakan bagian dari wujud tindak tutur yang
diekspresikan oleh seorang penutur untuk mengungkapkan perasaan dan gagasan
kepada mitra tutur. Di dalam peristiwa tutur, ada sejumlah faktor yang menandai
keberadaan peristiwa itu, diantaranya; [1] latar atau scene, yaitu tempat dan suasana peristiwa tutur; [2] participan, yaitu penutur, mitra tutur,
atau pihak lain; [3] end atau tujuan;
[4] act, yaitu tindakan yang
dilakukan penutur dalam peristiwa tutur.; [5] key, yaitu nada suara dan ragam bahasa yang digunakan di dalam
mengekspresikan tuturan dan cara mengekspresikannya; [6] instrument, yaitu alat melalui telephone atau bersemuka;[7] norm atau norma, yaitu aturan permainan
yang harus ditaati oleh setiap peserta tutur; dan [8] genre, yaitu jenis kegiatan, seperti wawancara, diskusi, kampanye,
dan sebagainya. Ciri-ciri konteks itu mencakup delapan hal, yaitu penutur,
mitra tutur, topik tuturan, waktu dan tempat tuturan, saluran atau media, kode
[dialek atau gaya], amanat atau pesan, dan peristiwa atau kejadian.
Di dalam komunikasi, tidak ada tuturan tanpa situasi
tutur. Maksud tuturan yang sebenarnya hanya dapat diidentifikasi melalui
situasi tutur yang mendukungnya. Situasi tutur mencakupi lima komponen, yaitu
penutur dan mitra tutur, konteks tuturan, tujuan tuturan, tindak tuturan
sebagai bentuk tindakan atau aktivitas, dan tuturan sebagai produk tindak
verbal. Komponen situasi tutur yang pertama adalah penutur dan mitra tutur.
Penutur adalah orang yang bertutur, yaitu orang yang menyatakan tuturan
tertentu di dalam peristiwa komunikasi. Sementara itu, mitra tutur adalah orang
yang menjadi sasaran sekaligus kawan penutur di dalam peristiwa tutur. Di dalam
peristiwa komunikasi, peran penutur dan mitra tutur dilakukan secara silih
berganti. Yang semula berperan sebagai penutur pada tahap berikutnya dapat
menjadi mitra tutur, demikian pula sebaliknya. Aspek-aspek yang terkait dengan
penutur dan mitra tutur antara lain usia, latar belakang sosial ekonomi, jenis
kelamin, tingkat pendidikan, tingkat keakraban.
Komponen situasi tutur yang kedua adalah konteks tuturan.
Di dalam tata bahasa konteks tuturan mencakupi semua aspek fisik atau latar
sosial yang relevan dengan tuturan yang diekspresi. Konteks yang bersifat
fisik, yaitu fisik tuturan dengan tuturan lain yang biasa disebut dengan
ko-teks, sedangkan konteks latar sosial lazim dinamakan kinteks. Di dalam
pragmatik konteks berasrti semua latar belakang pengetahuan yang dipahami
bersama oleh penutur dan mitra penuturnya. Koteks berperan membantu mitra tutur di dalam menafsirkan
maksud yang ingin dinyatakan oleh penutur.
Komponen
situasi tutur yang ketiga adalah tujuan tuturan, yaitu apa yang ingin dicapai
oleh penutur dengan melakukan tindakan bertutur. Komponen ini menjadi hal yang
melatar belakangi tuturan.Komponen situasi tutur yang keempat adalah tindak
tutur sebagai bentuk tindakan atau aktivitas.Komponen ini mengandung maksud
bahwa tindak tutur merupakan tindakan juga tidak ubahnya sebagai mencubit dan
menendang.Yang berbeda adalah bagian tubuh yang berperan.Jika mencubit yang
berperan adalah tangan dan menendang yang berperan adalah kaki, pada tindakan
bertutur alat ucaplah yang berperan.Tangan, kaki, dan alat ucap adalah bagian
tubuh manusia.
Komponen
situasi tutur yang kelima adalah tuturan sebagai produk tindak verbal.Tuturan
itu merupakan hasil suatu tindakan.Tindakan manusia dibedakan menjadi dua,
yaitu tindakan verbal dan tindakan nonverbal.Mencubit dan menendang adalah
tindakan nonverbal, sedangkan berbicara atau bertutur adalah tindakan verbal,
yaitu tindakan mengekspresikan kata-kata atau bahasa.Karena tercipta melalui
tindakan verbal, tuturan itu merupakan produk tindak verbal.
Sebagai
media berekspresi, bahasa gaul sejatinya tidak akan menimbulakan masalah sepanjang
pihak-pihak yang terlibat dalam proses komunikasi memiliki derajat kesepahaman
yang sama terhadap maksud tuturan. Bahkan, penggunaan partikel bahasa prokem,
seperti “sih”, “tuh”, “nih”, “dong”, “yah”, atau “deh”, membuat suasana
pergaulan terasa lebih “hidup” dan membumi, menghubungkan satu anak muda dengan
anak muda lain dan membuat mereka merasa berbeda dengan orang-orang tua yang
berbahasa baku. Walaupun pendek-pendek, penggunaan partikel-partikel tersebut
memiliki arti yang jauh melebihi jumlah huruf yang menyusunnya. Kebanyakan
partikel mampu memberikan informasi tambahan kepada orang lain yang tidak dapat
dilakukan oleh bahasa Indonesia baku, seperti tingkat keakraban antara
pembicara dan pendengar, suasana hati/ekspresi pembicara, dan suasana pada
kalimat tersebut diucapkan.
Persoalanya
akan menjadi lain ketika bahasa gaul digunakan dalam konteks tuturan yang bukan
pada tempatnya. Akan menjadi sebuah persoalan serius apabila seorang remaja
yang mengirimkan pesan singkat kepada orang tuanya menggunakan bahasa gaul,
lebih-lebih ketika maereka terlibat langsung dalam proses komunikasi langsung.
Penggunaan
bahasa dalam komunikasi memang bersifat arbitrer dan manasuka. Maraknya
penggunaan bahasa gaul dalam konteks komunikasi kekinian bisa dipahami sebagai
ekspresi kaum remaja yang bersifat pragmatis untuk menciptakan situasi
pergaulan yang lebih cair dan akrab. Meskipun demikian, sungguh celaka apabila
dalam situasi formal, para penutur bersikap latah menggunakan bahasa gaul.
Sanksi formal memang tidak ada. Namun, ketaatan terhadap penggunaan bahasa
indonesia dengan baik dan benar perlu terus dijaga. Penggunaan bahasa indonesia
yang baik dan benarmembawa implikasi bahawa kita perlu bertindak tutur sesuai
dengan konteks tuturan. Kepada siapa kita berbicara, topik apa yang
dibicarakan, dan dalam situasi apa kita berbicara, perlu dijadikan sebagai
pertimbangan utama bagi seorang penutur dalam berekspresi. Jangan sampai kita
mencederai proses dan interaksi sosial akibat penggunaan ragam berbahasa yang tidak
sesuai dengan konteks tuturan.
Sebagai
sarana untuk membangun karakter bangsa, sudah saatnya penggunaan bahasa
Indonesia secara baik dan benar terus dibumikan dalam konteks pergaulan
sehari-hari, baik dalam situasi formal maupun non-formal. Maraknya penggunaan
bahasa gaul dalam interaksi sosial perlu dimaknai ssebagai bagian dari dinamika
sosial yang bersifat temporer. Bahasa akan terus berkembang secara dinamis
seiring perkembangan peradaban masyarakat penuturnya. Penggunaan bahasa
Indonesia secar tertib, teratur, dan taat asas akan mencerminkan perilaku dan
kultur bangsa kita di tengah kancah kesejagatan.
B.
Gaya Bahasa
“Gaul” Anak Remaja
Dalam konteks
sosial pergaulan remaja ”gaul” bukanlah sekedar kata. Melainkan sudah menjadi
semacam istilah atau ungkapan yang ruang lingkupnya menyentuh berbagai perilaku
atau gaya hidup remaja. Sayangnya, istilah atau ungkapan “gaul” yang sudah
membudaya, disadari atau tidak memiliki makna psikologis yang relatif cukup
kuat pengaruhnya dalam komunitas pergaulan remaja. Akibatnya karena ingin
disebut “gaul”, tidak sedikit diantara remaja yang ikut-ikutan untuk segera
memiliki pacar, ngedrink, nyemenk, ngedrugs, atau yang lainya termasukningkrong
atau ngeceng. Entah di pinggiran jalan, di mal-mal, di tempat-tempat hibutan,
dan lain sebagainya.
Berbagai
ungkapan seperti: ”Gaul,dong!”, “Pede aja lagi!”, “Kasihan deh,Lo!”, “Nyanta
aja, Coy!” atau mungkin berbagai ungkapan lain, dalam konteksnya sekali lagi
seringkali tidak tepat atau tidak dibatasi oleh nilai-nilai baik atau buruk.
Karena ungkapan-ungkapan ‘bahasa gaul” itu mempunyai pengaruh psikologis yang
relatif cukup kuat dalam mempengaruhi seorang remaja dalam komunitas
pergaulannya, maka perlu adanya semacam upaya membudayakan bahasa gaul yang
positif di kalangan remaja.
Contoh berbagai
ungkapan bahasa gaul beserta penggunaan bahasa gaul yang benar:
Ungkapan pede aja, lagi!
“Pede” (PD) adalah bahasa gaul yang mengungkapkan
perlunya seorang untuk percaya diri, namun ironisnya, himbauan, saran atau
perlunya seorang untuk bersikap percaya diri ini juga cenderung tidak dibatasi
oleh norma-norma tadi. Misalnya
seorang gadis memakai rok mini dan memakai baju you can see disarankan untuk
pede dengan pakaiannya itu. Bahkan bisa jadi si gadis memang merasa lebih pede
dengan model pakaian demikian.”Pede aja lagi!” begitulah bahasa mereka. Masih
banyak contoh lain yang menunjukan perlunya seseorang untuk pede namun tetap
normlesness seperti tadi.
Sebab
ukuran pede yang seharusnya berlandaskan pada keluhuran nilai-nilai moral dan
agama, terkikis oleh hal-hal yang bersifat fisik dan kebendaan.Contoh lainya,
seseorang merasa pede hanya lantaran kecantikan atau ketampanan wajahnya
semata. Pede hanya jika ke sekolah atau ke kampus membawa motor atau mobil,
pede karena cuma mengandalkan status sosial keluarga, dan masih banyak kasus
lainnya. sedangkan merasa pede setelah memakai deodoran di ketiak,mereka akan
berfikir daripada bau ketek dan mengganggu orang lain. Ukuran pede seperti itu
, jelas tidak bermutu, selain itu juga keliru.pasalnya pemahaman pede harus
lebih ditempatkan dalam ukuran atau standarisasi nilai-nilai akhlak. Buakn
karena landasan fisik dan kebendaan semata.contoh penggunaan ungkapan “pede aja
lagi” yang baik dan benar : “kalau sudah belajar, pede aja lagi”, “kalau kita
berada dalam kebenaran, pede aja lagi”, “kalau sudah berpakaian sopan, pede aja
lagi”.
Ungkapan gaul dong!
Ungkapan
ini biasanya digunakan anak muda untuk mengejek teman yang kurang mengetahui
dan mengikuti informasi yang berkembang saat ini.Jika perkembangan informasi
itu baik dalam artian positif dan itu berguna bagi kita memang harus
mengikutinya, tapi jika tidak, cukup untuk kita ketahui saja. Ungkapan gaul
dong dapat kita gunakan untuk hal yang baik seperti : “sebagai seorang pelajar
atau mahasiswa, gaul dong dengan buku!”, “masak remaja muslim gaulnya seperti
itu? Gaul dong dengan remaja masjid.”
Ungkapan kasihan deh, lo!
Ungkapan
ini juga termasuk bahasa gaul yang masih cenderung normless. Sebab ungkapan tersebut seringkali terlontar pada konteks
yang tidak tepat. Sebagai contoh, seorang remaja yang tidak mau mengikuti tren
tertentu dianggap : “kasihan deh, lo!”. Begitu pula dengan remaja yang
membatasi diri dari perilaku lainnya yang sesungguhnya memang perlu/harus
dihindari karena tidak sesuai denagn nilai atau norma-norma agama. Misalnya
karena tidak pernah turun ke diskotik lengkap dengan ngedrink,ataupaun perilaku
negatif lainnya yang sudah menjadi bagian dari hidup remaja.bisa juga ungkapan
“kasihan deh, lo!” ini tertuju pada remaja yang sama sekali tidak mengetahui
berbagai informasi yang memang sesungguhnya juga tidak perlu untuk
diketahui.contoh penggunaan ungkapan “kasihan deh, lo!” yang baik : “kasihan
deh, lo! Masak ngaku pelajar atau mahasiswa tapi berurusan dengan polisi
(karena terlibat narkoba misalnya)”, “Masak seorang muslim tidak bisa baca Al
Quran. Kasihan deh,lo!
Ungkapan Nyantai aja, Coy!
Kekeliruan
lain yang juga menggejala dalam bahasa gaul remaja adalah ungkapan “Nyantai
aja, Coy!” tentu tidak masalah dalam kondisi tertentu, kata “nyantai” lebih
tepatnya adalah “santai”. Sebagai contoh seorang remaja mengatakan “nyantai
aja, coy!” kepada temannya karena temannya itu terllihat gelisah lantaran belum
belajar untuk persiapan ujian besok pagi. ”Nyantai aja, coy!” terkadang bisa
pula menunjukan ketidakpedulian terhadap lingkungan sosial atau orang lain.
Misalnya, sseorang remaja putri sedang asyik ngobrol di telepon umum sementara
banyak orang antri menunggu giliran. Ketika salah seorang menegurnya, ia malah
menjawab “nyantai aja, coy!” .Jika mau dicermati tentu masih banyak ungkapan
seperti ini yang sering dilontarkan para remaja namun tidak sesuai dengan
konteksnya bahkan menafikan keluhuran nilai-nilai akhlak. Repotnya, apabila
mereka dinasehati untuk menjauhi berbagai perilaku yang tidak baik, termasuk
dalam menggunakan ungkapan yang tidak tepat (karena tidak sesuai dengan
konteksnya), maka dengan mudahnya mereka malah berbalik mengatakan “nyantai
aja, coy!”. Contoh penggunaan ungkapan “nyantai aja” yang baik: “Kalau kita
sudah belajar dengan maksimal, nyantai aja menghadapi ujian.”
Berikut contoh lain bahasa gaul dan
sejarahnya:
Jayus
Ucapan ini sangat populer,dan diartikan sebagai suatu usaha untuk melucu tetapi tidak lucu, sering juga disebut “garing”. Menurut sumber dari dunia maya, kosakata “jayus” ini asal mulanya dari sekelompok remaja SMU yang bergaul di sekitaran Kemang. Konon ada seseorang bernama Herman Setiabudi, dia dipanggil teman-temannya Jayus karena bapaknya bernama Jayus Kelana, seorang pelukis di kawasan Blok M. Herman ini kalau melawak tidak pernah lucu. Teman-temannya sering mengomentari tiap lawakan yang tidak lucu dengan celetukan Jayus (nama bapaknya). Ucapan inilah yang kemudian diikuti temen-teman setongkrongannya di Kemang, dan tempat-tempat nongkrong anak remaja gaul.
Ucapan ini sangat populer,dan diartikan sebagai suatu usaha untuk melucu tetapi tidak lucu, sering juga disebut “garing”. Menurut sumber dari dunia maya, kosakata “jayus” ini asal mulanya dari sekelompok remaja SMU yang bergaul di sekitaran Kemang. Konon ada seseorang bernama Herman Setiabudi, dia dipanggil teman-temannya Jayus karena bapaknya bernama Jayus Kelana, seorang pelukis di kawasan Blok M. Herman ini kalau melawak tidak pernah lucu. Teman-temannya sering mengomentari tiap lawakan yang tidak lucu dengan celetukan Jayus (nama bapaknya). Ucapan inilah yang kemudian diikuti temen-teman setongkrongannya di Kemang, dan tempat-tempat nongkrong anak remaja gaul.
Jaim
Konon ucapan jaim ini dipopulerkan oleh seorang bapak yang menasehati anak perempuannya jika bergaul dengan teman laki-laki jangan mengumbar kata maupun tingkah laku alias harus bisa “jaim”. Sang anak bertanya apa itu jaim? Dan dijawab Jaim alias jaga image.Sang anakpun meniru dan mempopulerkan kata jaim itu di sekolahnya.
Konon ucapan jaim ini dipopulerkan oleh seorang bapak yang menasehati anak perempuannya jika bergaul dengan teman laki-laki jangan mengumbar kata maupun tingkah laku alias harus bisa “jaim”. Sang anak bertanya apa itu jaim? Dan dijawab Jaim alias jaga image.Sang anakpun meniru dan mempopulerkan kata jaim itu di sekolahnya.
Cupu
Sebutan ini lazim ditujukan untuk seorang yang berpenampilan kuno, jadul (jaman dulu). Dengan kata lain dianggap tidak lazim mencerminkan kekinian, misalnya berkacamata tebal dan modelnya tidak trendy, kutu buku (terlalu rajin belajar), kurang bergaul dikalangan anak muda. Cupu sendiri merupakan kependekan dari kalimat “culun punya”. Culun dapat berarti “lugu-lugu bego” punya, dapat berarti “benar-benar”,jika digabung menjadi : benar-benar lugu/bego.
Sebutan ini lazim ditujukan untuk seorang yang berpenampilan kuno, jadul (jaman dulu). Dengan kata lain dianggap tidak lazim mencerminkan kekinian, misalnya berkacamata tebal dan modelnya tidak trendy, kutu buku (terlalu rajin belajar), kurang bergaul dikalangan anak muda. Cupu sendiri merupakan kependekan dari kalimat “culun punya”. Culun dapat berarti “lugu-lugu bego” punya, dapat berarti “benar-benar”,jika digabung menjadi : benar-benar lugu/bego.
Memble dan kece
Kata
memble dan kece merupakan kata-kata ciptaan khas Jaja Mihardja pada tahun1986,
muncul sebuah film berjudul “ Memble Tapi Kece” yang dperankan oleh Jaja
Mihardja ditemani oleh Dorce Gamalama.
Booo…
Kata ini populer pada pertengahan awal 1990-an penutur kata pertama boo adalah group GSP yang anggotanya Hennyta Tarigan dan Rina Gunawan. Kemudian kata-kata dilanjutkan oleh Lenong Rumpi dan menjadi pop di lingkungan pergaulan kalangan artis. Salah seorang artis bernama Titi DJ kemudian disebut sebagai artis yang benar-benar mempromosikan kata-kata ini.
Kata ini populer pada pertengahan awal 1990-an penutur kata pertama boo adalah group GSP yang anggotanya Hennyta Tarigan dan Rina Gunawan. Kemudian kata-kata dilanjutkan oleh Lenong Rumpi dan menjadi pop di lingkungan pergaulan kalangan artis. Salah seorang artis bernama Titi DJ kemudian disebut sebagai artis yang benar-benar mempromosikan kata-kata ini.
C.
Bahasa Gaul VS Bahasa Indonesia
Dikalangan Remaja
Sebagai
remaja yang memiliki kemampuan berfikir, tentu kita mau menjadi bagian atau
termasuk dari orang “asbun” alias “asal bunyi” dalam berbicara. Karena itu,
sebaiknya kita meninjau kembali bahasa gaul yang setiap hari kita gunakan itu
sudah sesuai tidak konteksnya dengan nilai-nilai kesopanan dan moral. Supaya
tidak asal bunyi, bahasa yang digunakan seseorang mencerminkan pribadinya.
Silakan menggunakan bahasa gaul sebagai cerminan bahwa kita memang remaja yang
senang bergaul. Namun hati-hati, jangan karena kita merasa bangga jadi anak
gaul tetapi bahasa gaul yang kita gunakn tidak tepat konteksnya atau
bertentangan denagn nilai-nilai kesopanan dan moral. Sebab jika demikian
bisa-bisa kita justru disebut anak yang salah gaul. Jadi kita harus pandai memilih
bahasa yang baik untuk digunakan pada saat bicara.
Untuk
menghindari pemakaian bahasa gaul yang sangat luas dimasyarakat masa depan,
perlu adanya usaha saat ini untuk menanamkan dan menumbuhkembangkan pemahaman
dan kecintaan dalam diri generasi bangsa terhadap Bahasa Indonesia sebagai
Bahasa Nasional. Para orang tua, guru, pemerintah sangat dituntut kinerja
mereka dalam menanamkan dan menumbuhkembangkan pemahaman dan kecintaan
anak-anak terhadap Bahasa Indonesia. Dengan demikian, pemakaian bahasa bahasa indonesia
secara baik dan benar pada saat ini dan masa mendatang akan semakin meningkat.
Sehubungan
dengan semakin maraknya penggunaan bahasa gaul yang digunakan oleh sebagian
masyarakat modern, perlu adanya tindakan nyata dari semua pihak yang peduli
terhadap eksistensi bahasa Indonesia yang merupakan bahasa nasional, bahasa
pemersatu dan bahasa pengantar dalam dunia pendidikan. Berkaitan dengan
pemakaian bahasa gaul dalam dunia nyata dan dunia fiksi yang menyebabkan
interferensi kedalam Bahasa Indonesia dan pergeseran Bahasa Indonesia diatas,
ada hal-hal yang perlu dilakukan, antara lain:[10]
1. Pertama menyadarkan masyarakat Indonesia
terutama para penerus bangsa, Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional harus
diutamakan penggunaannya. Dengan demikian, mereka lebih mengutamakan penggunaan
Bahasa Indonesia secara baik dan benar daripada bahasa gaul.
2. Kedua, menanamkan semangat persatuan dan
kesatuan dalam diri generasi bangsa dan juga masyarakat luas untuk memperkukuh
Bangsa Indonesia dengan penggunaan Bahsa Indonesia. Sebagaimana yang kita
ketahui, Bahasa Indonesia merupakan bahasa pemersatu yang dapat kita gunakan
untuk merekatkan pesatuan dan kesatuan bangsa. Dengan menanamkan semangat,
masyarakat Indonesia akan lebih mengutamakan Bahasa Indonesia daripada
menggunakan bahasa gaul.
3. Ketiga, meningkatkan pengajaran Bahasa
Indonesia di sekolah dan di perguruan tinggi. Para siswa dapat diberi tugas
praktik berbahasa Indonesia dalam bentuk dialog dan monolog pada kegiatan
bermain drama, diskusi kelompok, penulisan artikel dan makalah serta juga dalam
bentuk penulisan sastra seperti cerpen atau puisi.
D. Pengaruh
Penggunaan Bahasa Gaul Terhadap Perilaku Remaja
Perkembangan
bahasa gaul di kalangan remaja sangatlah cepat yang didukung oleh beberapa faktor-faktor
kondisi lingkungan remaja. Antara
lain:
a.
Adanya
bahasa gaul ditandai dengan menjamurnya internet dan situs-situs jejaring
sosial yang berdampak signifikan terhadap perkembangan bahasa gaul. Penikmat
situs-situs jejaring sosial yang kebanyakan adalah remaja, menjadi agen dalam
menyebarkan pertukaran bahasa gaul. Tulisan seorang remaja di situs jejaring
sosial yang menggunakan bahasa ini, akan dilihat dan bisa jadi ditiru oleh
ribuan remaja lain. Misalnya, facebook, twitter, friendster.
b.
Pengaruh lingkungan. Umumnya para remaja
menyerap dari percakapan orang-orang dewasa di sekitarnya, baik teman sebaya
atau keluarga.
c.
Peran media (elektronik) yang
menggunakan istilah bahasa gaul dalam film-film khusunya film remaja dan iklan,
semisal dari adegan percakapan di televisi. Aritnya bahasa gaul tidak hanya terjadi
karena kontak langsung antara masyarakat itu sendiri, tapi sebagian besar
karena “disuapi” oleh media. Padahal media massa memiliki peran besar dalam
perkembangan bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai dengan kaidah yang
yang telah ada.
d. Media
cetak, misalnya bahasa yang ada dalam majalah, surat kabar atau koran. Selain
itu, pembuatan karya sastra remaja misalnya cerpen atau novel yang umumnya
menggunakan bahasa gaul.
e.
Dampak dari pembangunan dan perkembangan
zaman atau modernisasi, di mana segala hal yang ada di lingkungan kita harus
selalu ter up-to date. Dampak dari modernisasi yang paling terlihat adalah gaya
hidup, seperti cara berpakaian, cara belajar, aplikasi teknologi yang makin
maju maupun cara bertutur kata (pemakaian bahasa). Dilihat dari cara bertutur kata atau dalam
pemakaian bahasa, dewasa ini munculnya “Bahasa Gaul” sangat fenomenal terutama
terlihat pada kalangan masyarakat (remaja) khususnya yang ingin diakui sebagai
remaja jaman sekarang yang gaul, funky, dan keren. Kemunculan bahasa gaul ini
dapat menggeser penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Bahasa
gaul akan selalu muncul dan berkembang sesuai zaman masing-masing. Beberapa
tahun lalu, istilah “memble aje” atau “Biarin, yang penting kece” sempat
ngetren. Istilah-istilah tersebut lantas tenggelam dengan sendirinya,
tergantikan oleh istilah lain. Di antaranya, “so what gitu loh”, “jayus”, dan
“Kesian deh lo!”
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari uraian pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan antara lain:
1.
Bahasa gaul telah banyak terasimilasi
dan menjadi umum. Bahasa gaul sering digunakan sebagai percakapan sehari-hari
dalam pergaulan di lingkungan sosial bahkan dalam media populer.
2. Bahasa gaul
sudah muncul sejak 1970-an yaitu bahasa prokem. Pada tahun yang sama kaum waria
juga ciptakan bahasa mereka sendiri, kemudian bahasa kaum banci ini menjadi
bahasa pergaulan anak muda secara umum. Kata-kata bahasa inggris juga makin marak disisipkan dalam
percakapan sehari-hari.
3. Kebanyakan remaja dan anak muda
kurang menerapkan penggunaan Bahasa Indonesia yang baku sesuai kaidahnya karena
tidak biasa dalam kehidupan sehari-hari.
4.
Bahasa
gaul umumnya digunakan di lingkungan perkotaan, tetapi saat ini sudah merambah
ke daerah pinggiran atau pedesaan. Terdapat banyak variasi dan perbedaan
dari bahasa gaul. Bergantung pada tempat seseorang tinggal.
5. Bahasa indonesia merupakan bahasa
nasional yang harus diutamakan penggunaannya.
B. Saran
Dari kesimpulan
yang ditulis diatas, penulis dapat memberikan beberapa saran antara lain:
1.
Para remaja dan anak muda harus biasa
menggunakan bahasa indonesia yang baku sesuai dengan kaidahnya dalam kehidupan
sehari-hari.
2.
Dalam forum resmi hendaknya masyarakat
khususnya para remaja dan anak muda tetap menggunakan tatanan bahasa indonesia
yang baku.
3.
Media-media cetak atau elektronik harus
tetap menggunakana tatanan Bahasa Indonesia yang baku dalam menyajikan
informasi kepada masyarakat.
4.
Menyadarkan masyarakat Indonesia
terutama para generasi muda, bahwa Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
harus diutamakan penggunaanya.
5.
Meningkatkan pengajaran Bahasa Indonesia
di sekolah dan perguruan tinggi dengan tugas praktik dialog atau monolog
seperti dalam bermain drama, penulisaan artikel makalah dsb.
[1]Abdul Chaer, Sosiolinguistik
Perkenalan Awal,p. 11
[5]Ponco Dewi, 2013, Modul Ilmu
Komunikasi, p. 144
[7]Ponco Dewi, op. cit., p. 147
[8]
http://klitihengineering.blogspot.com/2012/06/dampak-bahasa-gaul.html
[10]http://ekorizalsaputra.wordpress.com/2012/11/24/makalah-penggunaan-bahasa-gaul-di-kalangan-remaja/
DAFTAR PUSTAKA
Dewi,
Ponco. 2013. Modul Ilmu Komunikasi.
Jakarta: FEUNJ.
http://adiprakosa.blogspot.com/2008/10/komunikasi-verbal-dan-non-verbal.html., diakses
pada tanggal 3 Oktober 2013.
http://edukasi.kompasiana.com/2012/09/12/antara-bahasa-gaul-prokem-dan-bahasa-alay-486171.html., diakses pada
tanggal 3 Oktober 2013.
http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_prokem_Indonesia, diakses pada
tanggal 3 Oktober 2013.
id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_gaul,
diakses pada tanggal 3 Oktober 2013.
http://klitihengineering.blogspot.com/2012/06/dampak-bahasa-gaul.html, diakses pada
tanggal 3
Oktober
2013.
http://ekorizalsaputra.wordpress.com/2012/11/24/makalah-penggunaan-bahasa-gaul-di-kalangan-remaja/, diakses pada
tanggal 3
Oktober
2013.
Terima Kasih buat ilmunya, akan saya manfaatkan sebaik-baiknya...
BalasHapusthanks.. semoga bermanfaat..
BalasHapus