Jumat, 02 Mei 2014

ASAS ATAU LANDASAN PSIKOLOGI BELAJAR PSIKOLOGI ANAK

ASAS ATAU LANDASAN PSIKOLOGI BELAJAR PSIKOLOGI ANAK

Diajukan untuk Memenuhi salah Satu Tugas Mata Kuliah Kajian Kurikulum


logoUNJ
 







Disusun oleh:



Disusun oleh: Kelompok 2
Ani Atih
(8105118050)
Khairifah Nauli
(81051180)
Muhammad Chaidir
(81051180)
Nazmi Farisi
(81051180)
Wulan Arum Sari
(81051180)


PENDIDIKAN ADMINISTRASI PERKANTORAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2014
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur dilimpahkan hanya kepada Allah SWT, Tuhan pemelihara semesta alam yang dengan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah yang berjudul Asas atau Landasan Psikologi Belajar dan Psikologi Anak. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kajian Kurikulum. Penulisan makalah ini terdapat hambatan dan rintangan tetapi atas bantuan beberapa pihak, maka hambatan dan rintangan tersebut dapat diatasi. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi- tingginya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Untuk semua itu penulis tidak dapat membalas jasa dan memberi penghargaan sebagaimana mestinya selain  memohon kehadirat Allah SWT semoga amal dan jasa yang penulis terima dari mereka diterima oleh Allah SWT sebagai amal saleh disisi-Nya. Akhirnya dengan ketulusan hati penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang baik dari para pembaca guna memperbaiki makalah ini.



Jakarta,   Februari 2014


Penulis











DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL  ...................................................................................................  i
KATA PENGANTAR .................................................................................................  ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................  iii

BAB I PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG MASALAH ..................................................................  1
B.     RUMUSAN MASALAH ..................................................................................  
C.     TUJUAN ............................................................................................................  

BAB II PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN PSIKOLOGI............................................................................
B.     PENGERTIAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN..................................................
C.     CABANG-CABANG PSIKOLOGI PENDIDIKAN.......................................
D.    LANDASAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN ....................................................

BAB III PENUTUP ......................................................................................................  

DAFTAR PUSTAKA






BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG MASALAH
Keberhasilan pendidik dalam melaksanakan berbagai peranannya antara lain akan dipengaruhi oleh pemahamannya tentang perkembangan peserta didik. Oleh karena itu agar sukses dalam mendidik, kita perlu memahami perkembangan, sebab hal ini membantu kita dalam memahami tingkah laku. Tingkah laku siswa sendiri dipelajari dalam suatu ilmu yang disebut sebagai psikologi. Psikologi adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia.
Psikologi sebagai ilmu yang mempelajari perilaku manusia, karena ilmu pengetahuan menghendaki objeknya dapat diamati, dicatat dan diukur, jiwa dipandang terlalu abstrak, dan jiwa hanyalah salah satu aspek kehidupan individu. Psikologi dapat disebut sebagai ilmu  yang mandiri karena memenuhi syarat berikut:
1)      Secara sistematis psikologi dipelajari melalui penelitian-penelitian ilmiah dengan menggunakan metode ilmiah
2)      Memiliki struktur kelimuan yang jelas
3)      Memiliki objek formal dan material
4)      Menggunakan metode ilmiah seperti eksperimen, observasi, case historytestand measurement
5)      Memliki terminologi khusus seperti bakat, motivasi, inteligensi, kepribadian
6)      Dapat diaplikasikan dalam berbagai adegan kehidupan
Psikologi dalam perkembangannya banyak dipengaruhi oleh ilmu-ilmu lain misalnya filsafat, sosiologi, fisiologi, antrpologi, biologi. Pengaruh ilmu tersebut terhadap psikologi dapat dalam bentuk landasan epistimologi dan  metode yang digunakan.
Sumbangan Psikologi terhadap pendidikan, Subjek dan objek pendidikan adalah manusia (individu) psikologi memberikan wawasan bagaimana memahami perilaku individu dalam proses pendidikan dan bagaimana membantu individu agar dapat berkembang secara optimal serta mengatasi permasalahan yang timbul dalam diri individu (siswa) terutama masalah belajar yang dalam hal ini adalah masalah dari segi pemahan dan keterbatasan pembelajaran yang dialami oleh siswa. Psikologi dibutuhkan di berbagai ilmu pengetahuan untuk mengerti dan memahami kejiwaan seseorang.  Psikologi juga merupakan suatu disiplin ilmu berobyek formal perilaku manusia, yang berkembang pesat sesuai dengan perkembangan perilaku manusia dalam berbagai latar.
Belajar dengan cara menyenangkan bagi siswa, kurang mendapatkan perhatian para pendidik. Sebagian besar guru mengajar dengan metode ceramah dan “menjejali” anak dengan materi pelajaran untuk mengejar target kurikulum. Akibatnya hasil pembelajaran kurang signifikan sesuai dengan kompetensi yang diharapkan sesuai kurikulum. Sebaiknya para tenaga pendidik mulai berbenah diri agar beberapa kompetensi guru profesional dimiliki sehingga akan berpengaruh terhadap peningkatan mutu pembelajaran.

B.     RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang masalah di atas adalah sebagai berikut:
1.      Apa yang dimaksud dengan landasan psikologi pendidikan?
2.      Apa yang dimaksud dengan  psikologi belajar?
3.      Apa yang dimaksud dengan psikologi perkembagan?

C.    TUJUAN
Adapun tujuan berdasarkan rumusan masalah di atas adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan landasan psikologi pendidikan.
2.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan  psikologi belajar.
3.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan psikologi perkembagan.














BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN PSIKOLOGI
Psikologi berasal dari kata Yunani “psyche” yang artinya jiwa. Logos berarti ilmu pengetahuan. Jadi secara etimologi psikologi berarti : “Ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya”. Namun pengertian antara ilmu jiwa dan psikologi sebenarnya berbeda atau tidak sama  (menurut Gerungan dalam Khodijah: 2006) karena:
-         Ilmu jiwa adalah ilmu jiwa secara luas termasuk khalayan dan spekulasi tentang jiwa itu.
-         Ilmu psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai jiwa yang diperoleh secara sistematis dengan metode-metode ilmiah.
Beberapa definisi tentang psikologi yang dikemukakan oleh beberapa ahli antara lain:
1.      Willhelm Wundt (dalam Khodijah, 2006) menyatakan bahwa psikologi adalah ilmu tentang kesadaran manusia (the science of human consciouness). Definisi ini sangat membatasi tentang garapan psikologi karena tidur dan mimpi dianggap bukan sebagai kajian psikologi.
2.      Woodworth dan Marquis (dalam Khodijah, 2006) menyatakan bahwa psikologi adalah ilmu tentang aktivitas-aktivitas individu mencakup aktivitas motorik, kognitif, maupun emosional.
3.      Branca (dalam Khodijah, 2006) dalam bukunya yang berjudul Psychology The Science of Behavior, mendefinisikan psikologi sebagai ilmu tentang perilaku.
4.      Sartain dkk (dalam Khodijah, 2006) menyatakan bahwa psikologi merupakan ilmu tentang perilaku manusia.
5.      Knight dan Knight (dalam Khodijah, 2006) menyatakan bahwa psikologi dapat didefinisikan sebagai suatu study sistematis tentang pengalaman dan perilaku manusia dan hewan, normal dan abnormal, individu dan social.
6.      Morgan dkk (dalam Khodijah, 2006) menyatakan bahwa psikologi adalah ilmu tentang perilaku manusia dan hewan, namun penerapan ilmu tersebut pada manusia (the science of human and animal behavior; it includes the application of this science to human problems).
Dapat disimpulkan bahwa psikologi adalah ilmu yang memepelajari gejala kejiwaan yang ditampakkan dalam bentuk perilaku baik manusia ataupun hewan yang pemanfaatannya untuk kepentingan manusia ataupun aktivitas-aktivitas individu baik yang disadari ataupun yang tidak disadari yang diperoleh melalui suatu proses atau langkah-langkah ilmiah tertentu.

B.     PENGERTIAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN

C.    CABANG – CABANG PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Pada dasarnya terdapat dua cabang ilmu psikologi yang berkaitan erat dalam proses pengembangan teknologi pendidikan, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan teknologi pendidikan. Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan teknologi pendidikan.
Oleh sebab itu, dalam pengembangan teknologi pendidikan yang senantiasa berhubungan dengan program pendidikan untuk kepentingan peserta didik, maka landasan psikologi mutlak harus dijadikan dasar dalam proses pengembangan teknologi pendidikan. Perkembangan yang dialami oleh peserta didik pada umumnya diperoleh melalui proses belajar. Guru sebagai pendidik harus mengupayakan cara/metode yang lebih baik untuk melaksanakan proses pembelajaran guna mendapatkan hasil yang optimal, dalam hal ini proses pembelajaran mutlak diperlukan pemikiran yang mendalam dengan memperhatikan psikologi belajar.

D.    LANDASAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Landasan psikologi pendidikan merupakan salah satu landasan yang penting dalam pelaksanaan pendidikan karena keberhasilan pendidik dalam menjalankan tugasnya sangat dipengaruhi oleh pemahamannya tentang peserta didik. Oleh karena itu pendidik harus mengetahui apa yang harus dilakukan kepada peserta didik dalam setiap tahap perkembangan yang berbeda dari bayi hingga dewasa.
Keadaan anak yang tadinya belum dewasa hingga menjadi dewasa berarti mengalami perubahan,karena dibimbing, dan kegiatan bimbingan merupakan usaha atau kegiatan berinteraksi antara pendidik,anak didik dan lingkungan. Perubahan tersebut adalah merupakan gejala yang timbul secara psikologis. Di dalam hubungan inilah kiranya pendidik harus mampu memahami perubahan yang terjadi pada diri individu, baik perkembangan maupun pertumbuhannya. Atas dasar itu pula pendidik perlu memahami landasan pendidikan dari sudut psikologis.
Dengan demikian, psikologi adalah salah satu landasan pokok dari pendidikan. Antara psikologi dengan pendidikan merupakan satu kesatuan yang sangat sulit dipisahkan. Subyek dan obyek pendidikan adalah manusia, sedangkan psikologi menelaah gejala-gejala psikologis dari manusia. Dengan demikian keduanya menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Dalam proses dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan pendidikan peranan psikologi menjadi sangat mutlak. Analisis psikologi akan membantu para pendidik memahami struktur psikologis anak didik dan kegiatan-kegiatannya, sehingga kita dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan pendidikan secara efektif.
Lumsdaine (dalam Miarso, 2009: 111) berpendapat bahwa ilmu perilaku, khususnya teori belajar, merupakan ilmu yang utama untuk mengembangkan teknologi pembelajaran. Bahkan Deterline (dalam Miarso, 2009: 111) menyatakan bahwa teknologi pembelajaran merupakan aplikasi teknologi perilaku yaitu untuk menghasilkan perilaku tertentu secara sistematik guna keperluan pembelajaran.
Tujuan perilaku perlu ditetapkan terlebih dahulu sebelum mengembangkan pembelajaran agar dapat dijadikan bukti bahwa seseorang telah belajar. Tujuan perilaku ini merupakan ciri yang harus ada dalam setiap model pengembangan pembelajaran yang merupakan salah satu bentuk konsepsi teknologi pendidikan.
Pada akhir abad ke-19 ada dua aliran psikologi belajaryang sangat menonjol, yakni aliran behavioristik dan aliran kognitif atau teori komprehensif. Kedua aliran tersebut besar sekali pengaruhnya terhadap teori pengajaran. Bahkan bias dikatakan hampir semua pengajaran yang dilaksanakan saat ini dihasilkan dari kedua aliran psikologi belajar tersebut (Sudjana, 2008: 36).

1.      Psikologi Belajar
Secara psikologis, belajar dapat didefinisikan sebagai “suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah lakusecara sadar dari hasil interaksinya dengan lingkungan” (Slameto, 1991:2). Definisi ini menyiratkan dua makna. Pertama, bahwa belajar merupakan suatu usaha untuk mencapai tujuan tertentu yaitu untuk mendapatkan perubahan tingkah laku.  Kedua, perubahan tingkah laku yang terjadi harus secara sadar.
Dari pengertian belajar di atas, maka kegiatan dan usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku itu dipandang sebagai Proses belajar. Sedangkan perubahan tingkah laku itu sendiri dipandang  sebagaiHasil belajar. Hal ini berarti, belajar pada hakikatnya menyangkut dua hal yaitu  proses belajar dan hasil belajar.
Para ahli psikologi cenderung untuk menggunakan pola-pola  tingkah laku manusia sebagai suatu model yang menjadi prinsip-prinsip belajar. Prinsip-prinsip belajar ini selanjutnya lazim disebut denganTeori Belajar.
Ada tiga aliran besar dalam teori belajar mengajar yaitu: Aliran psikoklogi Tingkah Laku (Behaviorism), psikologi Gestalt, dan psikologi Kognitif (Constructivism) yang dapat diaplikasikan ke dalam pengajaran matematika.

a.      Aliran Psikologi Tingkah Laku (Behaviorism)
1)      Teori  Pengaitan dari Edward L. Thorndike (1874 – 1949)
Berdasarkan hasil percobaannnya di Laboratorium yang menggunakan beberapa jenis hewan, ia mengemukakan suatu teori belajar yang dikenal dengan teori “pengaitan” (connectionism). Teori tersebut menyatakan belajar pada hewan dan manusia pada dasrnya berlangsung menurut prinsip yang sam taitu, belajar merupakan peristiwa terbentuknya ikatan (asosiasi) antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R)  yang diberikan  atas stimulus tersebut. (Orton, 1991:39; Resnick dan Ford, 1981:13).
Selanjutnya Thorndike (dalam Orton, 1991:39-40; Resnick dan Ford, 1981:13; Hudojo, 1991:15-16) mengemukakan bahwa, terjadinya asosiasi antara stimulus dan respon ini mengikuti hkum-hukum berikut. (1) Hukum Kesiapan (law of readiness), (2) Hukum Latihan (law of exercise), (3) hukum Akibat (law of effect).
Dalam studi Thorndike, ia memandang perilaku sebagai suatu respons terhadap stimulus-stimulus dan lingkungan, artinya stimulus-stimulus dapat memberikan respons sehingga teorinya dikenal dengan teori S-R (Stimulus-Respons). Thorndike menghubungkan perilaku pada rekleks-refleks fisik, sehingga ia menyatakan bahwa perilaku ditentukan secara refleksif oleh stimulus yang ada dan lingkungan, dan bukan oleh pikiran yang sadar atau tidak sadar. Dalam eksperimennya yang dilakukan pada kucing yang dimasukkan kedalam kotak. Dari eksperimennya mengembangkan tiga hukumnya, yaitu : “Law of Effect” yang menyatakan “prnsip senang tidak senang. Suatu respon akan diperkuat apabila diikuti oelh suatu perasaan senang terhadap sesuatu, dan respon akan diperlemah jika diikuti oleh suatu rasa tidak senang”, “Law of Exercise” yang menyatakan bahwa “semakin sering suatu respon yang berasal dari suatu stimulus tertentu maka akan semakin besar kemungkinan respon tersebut untuk dicamkan atau diingat dalam suatu long term memory” dan  “Law of Readiness”yang menyatakan bahwa “perkembangan system syaraf akan menyebabkan unit perilaku tertentu akan lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan unit perilaku yang lainnya dengan kata lain pembelajaran yang diberikan kepada siswa disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik”.
Sedangkan menurut Saettler peranan ataupun kontribusi yang cukup besar oleh Thorndike dalam Teknologi Pembelajaran adalah dengan rumusannya tentang prinsip-prinsip 1) aktivitas diri, 2) minat / motivasi, 3) kesiapan mental, 4) individualisasi dan 5) sosialisasi.
Adapun contoh penerapan teori Thorndike adalah Apabila hal yang dipelajari kemudian mempunyai banyak persamaan dengan hal yang dipelajari terdahulu, maka akan terjaid transfer yang positif di mana hal yangbaru itu tidak akan terlalu sulit dipelajari. Misalnya orang yang sudah pernah belajar menunggang kuda, tidak akan terlalu sulit belajar mengemudikan kereta berkuda. Sebaliknya, kalau antara hal yang dipelajari kemudian dan hal yang dipelajari terdahulu terdapat banyak perbedaan, maka akan sulitlah mempelajari hal yang kemudian itu, dan di sini terjadi transfer yang negatif. Misalnya, seorang yang sudah biasa menulis dengan tangan kiri, karena menulis dengan tangan kiri sama sekali lain caranya daripada menulis dengan tangan kanan.

2)      Teori Penguatan B.F. Skinner
B.F. Skinner berkebangsaan Amerika dikenal sebagai tokoh behavioris dengan pendekatan model instruksi langsung dan meyakini bahwa perilaku dikontrol melalui proses operant conditioning. Di mana seorang dapat mengontrol tingkah laku organisme melalui pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan relatif besar. Dalam beberapa hal, pelaksanaannya jauh lebih fleksibel daripada conditioning klasik. Gaya mengajar guru dilakukan dengan beberapa pengantar dari guru secara searah dan dikontrol guru melalui pengulangan dan latihan.
Menajemen Kelas menurut Skinner adalah berupa usaha untuk memodifikasi perilaku antara lain dengan proses penguatan yaitu memberi penghargaan pada perilaku yang diinginkan dan tidak memberi imbalan apapun pada perilaku yanag tidak tepat. Operant Conditioning adalah suatu proses perilaku operant (penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan.
Asas-asas Skinner tentang kondisioning operan memberikan  pengaruh baru pada studi dan analisa tingkah laku. Landasan bagi asas-asas Skinner tantang kondisioning operan adalah kepercayaannya tentang sifat hakekat ilmu perilaku dan cirri-ciri tingkah laku hasil belajar. Sehingga ia mendefinisikan belajar itu merupakan tingkah laku dimana ketika subjek belajar, responnya meningkat dan bila terjadi sebaliknya responnya menurun.
Skinner menyatakan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan (reinforcement). Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulu-respon akan semakin kuat bila diberi penguatan.
Skinner membagi penguatan ini menjadi dua, yaitu penguatan positif. Penguatan positif sebagai stimulus, dapat meningkatkan terjadinya pengulangan tingkah laku itu sedangkan penguatan negatif dapat mengakibatkan perilaku berkurang atau menghilang. Bentuk-bentuk penguatan positif adalah berupa hadiah (permen, kado, makanan, dll), perilaku (senyum, menganggukkan kepala untuk menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol), atau penghargaan (nilai A, Juara 1 dan sebagainya). Bentuk-bentuk penguatan negatif antara lain: menunda/tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang (menggeleng, kening berkerut, muka kecewa dan lain lain).
Beberapa prinsip belajar Skinner antara lain:
1.      Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika benar diberi penguat.
2.      Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
3.      Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
4.      Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
5.      Dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Namun ini lingkungan perlu diubah, untuk menghindari adanya hukuman.
6.      Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebagainya. Hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variable rasio reinforcer.
7.      Dalam pembelajaran, digunakan shaping.

Kelebihan dan Kekurangan Teori Skinner
1.      Kelebihan
Pada teori ini, pendidik diarahkan untuk menghargai setiap anak didiknya. hal ini ditunjukkan dengan dihilangkannya sistem hukuman. Hal itu didukung dengan adanya pembentukan lingkungan yang baik sehingga dimungkinkan akan meminimalkan terjadinya kesalahan.
2. Kekurangan
Tanpa adanya sistem hukuman akan dimungkinkan akan dapat membuat anak didik menjadi kurang mengerti tentang sebuah kedisiplinan. hal tersebuat akan menyulitkan lancarnya kegiatan belajar-mengajar. Dengan melaksanakan mastery learning, tugas guru akan menjadi semakin berat.
Beberapa Kekeliruan dalam penerapan teori Skinner adalah penggunaan hukuman sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan siswa. Menurut Skinner hukuman yang baik adalah anak merasakan sendiri konsekuensi dari perbuatannya. Misalnya anak perlu mengalami sendiri kesalahan dan merasakan akibat dari kesalahan. Penggunaan hukuman verbal maupun fisik seperti: kata-kata kasar, ejekan, cubitan, jeweran justru berakibat buruk pada siswa.
Selain itu kesalahan dalam reinforcement positif juga terjadi didalam situasi pendidikan seperti penggunaan rangking Juara di kelas yang mengharuskan anak menguasai semua mata pelajaran. Sebaliknya setiap anak diberi penguatan sesuai dengan kemampuan yang diperlihatkan sehingga dalam satu kelas terdapat banyak penghargaan sesuai dengan prestasi yang ditunjukkan para siswa: misalnya penghargaan di bidang bahasa, matematika, fisika, menyanyi, menari atau olahraga.
Teori dan prinsip Skinner ini diaplikasikan dalam bentuk “mesin pengajar” (teaching machine) Skinner mengungkapkan bahwa teaching machine sangat mendasar dalam proses pembelajaran, terutama dalam memperkuat (reinforcement) pembelajaran. Menurutnya bahwa teaching machine adalah instrumen yang simpel dan menyatu dengan usaha penguatan pembelajaran, sehingga peserta didik dapat memperkuat perolehan pengalaman belajarnya. Prinsip Teaching Mesin ini hingga sekarang masih banyak dipakai dalam membuat Pembelajaran Berbantuan Komputer (PBK) atau  Computer Assisted Instruction (CAI). Konsep reinforcement dalam pengajaran ini banyak diwarnai oleh hukum operant conditioning yang mengikuti Thorndike’s law effect.
Menurut Skinner untuk mengendalikan belajar pada manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan pembelajaran dan Mastery Learning diperlukan bantuan peralatan, yang akan bertindak selaku mekanisme penguatan supaya stimulus yang diberikan kepada pembelajar dapat bertahan dalam waktu yang lama dan dapat lebih mudah diterima dan dipahami.
Keterkaitan teori belajar ini terus dikaji oleh para ahli teknologi pendidikan, sehingga tidak hanya psikologi behavior saja yang memiliki kontribusi terhadap teknologi pendidikan akan tetapi bergeser ke arah psikologi kognitif sebagaimana dikembangkan oleh Robert M Gagne (The Conditions of Learning and theory of instruction, 1916).

3)      Teori Hirarki Belajar dari Robert M. Gagne
Menurut Orton (1990:39), Gagne merupakan tokoh Behaviorism gaya baru (modern neobehaviourist). Dalam mengembangkan teorinya, Gagne memperhatikan objek-objek dalam mempelajari matematika yang terdiri dari objek langsung dan tidak langsung. Objek langsung adalah: fakta, keterampilan, konsep dan prinsip, sedangkan objek tak langsung adalah: transfer belajar, kemampuan menyelidiki, kemampuan memecahkan masalah, disiplin diri, dan bersikap positif terhadap matematika.
Gagne berpandangan bahwa elajar merupakan perubahan tingkah laku yang kegiatan belajarnya mengikuti suatu hirarki kemampuan yang dapat diobservasi dan diukur. Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh Gagne dikenal dengan “ teori hirarki belajar”
Gagne membagi belajar dalam delapan tipe secara berurtan, yaitu: belajar sinyal (isyarat), stimulus-respon, rangkaian gerak, rangkaian verbal, memperbedakan, pembentukan konsep, dan pemecahan masalah.Gagne berpendapat bahwa proses belajar pada setiap tipe belajar tersebut terjadi dalam empat tahap secara berurutan yaitu tahap: pemahaman, penguasaan, ingatan, dan pengungkapan kembali.
Untuk menerapkan teori hirarki belajar Gagne ini pada pembelajaran matematika perlu diterjemahkan secara operasional yaitu: (1) untuk mengajarkan suatu topic matematika guru perlu: (a) memperhatikan kemampuan prasyarat yang diperlukan untuk mempelajari topic tersebut, (b) menyusun dan mendaftar langkah-langkah kegiatan belajar serta membedakan karakteristik belajar yang tersusun secara hirarkis yang dapat didemonstrasikan oleh peserta didik sehingga guru dapat mengamati dan mengukurnya.  (2) guru dapat memilih tipe belajar tertentu yang dianggap sesuai untuk belajar topic matematika yang akan diajarkan.
Perkembangan kemampuan belajar menurut Gagne (McNeil,1977)
a)      Multideskriminasi, yaitu belajar membedakan stimuli yang mirip, misalnya huruf b dan d.
b)      Belajar konsep, yaitu belajar membuat respon sederhana, seperti huruf hidup, hurup mati, dsb.
c)      Belajar Prinsip, yaitu mempelajari prinsip-prinsip atau aturan-aturan konsep.
d)     Pemecahan masalah, yaitu belajar mengkombinasikan dua atau lebih prinsip untuk memperoleh sesuatu yang baru.

4)      Teori Belajar Bermakna dari David P.Ausubel
Ausubel mengidentifikasi empat kemungkinan tipe belajar yaitu sebagai berikut:
a)      Belajar dengan penemuan yang bermakna
b)      Belajar dengan penemuan tidak  bermakna
c)      Belajar menerima (ekspositori) yang bermakna
d)     Belajar menerima (ekspositori) yang tidak bermakna

b.      Aliran Psikologi Gestalt
Dikembangkan di Eropa pada sekitar tahun 1920-an. Pada awalnya psikologi Gestalt hanya dipusatkan pada fenomena yang dapat dirasa, tetapi pada akhirnya difokuskan pada fenomena yang lebih umum, yaitu hakikat belajar dan pemecahan masalah (Resnick & Ford, 1981:129-130).
Esensi dari psikologi Gestalt bahwa berpikir adalh usaha-usaha untuk menginterpretasikan sensasi dan pengalaman-pengalaman yang dihadapi sebagai entitas yang secara keseluruhan terorganisir berdasarkan sifat-sifat tertentu dan bukan sebagai kumpulan unit data yang terpisah-pisah (Orton, 1990:89).
Menurut pandangan psikologi Gestalt, seseorang memperoleh pengetahuannya melalui pemahaman terhadap sensasi atau informasi yaitu dengan melihat strukturnya secara menyeluruh kemudian menyusun kembali struktur itu dalam bentuk struktur yang lebih sederhana sehingga sensasi atau informasi itu lebih mudah dipahami.

c.       Aliran Psikologi Kognitif
1)      Teori Perkembangan Intelektual Jean Piaget
Piaget adalah ahli psikologi Swiss yang latar belakang pendidikan formalnya adalah falsafah dan biologi. Piaget  mengemukakan  Teori Perkembangan Intelektual (kognitif).
Menurut Piaget ada empat tingkat perkembangan Intelektual. (Mulyani 1988, Nana Syaodih, 1988, dan Callahan, 1983).
a)      Periode Sensorimotor pada umur   0 – 2  tahun
b)      Periode Praoperasional pada umur  2 – 7 tahun
c)      Periode operasi konkret pada umur  7 – 11  tahun
d)     Periode operasi formal pada umur  11 – 15 tahun

2)      Teori Belajar dari Jerome Bruner
Perkembangan mental anak menurut Bruner (Toeti Soekamto, 1994) ada tiga tahap, yaitu:
a)      Tahap Enaktif, anak melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya memahami lingkungan
b)      Tahap Ikonik, anak   memahami  dunia melalui  gambaran-gambaran  dan  visualisasi verbal.
c)      Tahap simbolik,anak telah memilikigagasan abstrak yang banyak dipengaruhi oleh bahasa dan logika.

2.      Psikologi Perkembangan
Ada tiga teori atau pendekatan tentang Perkembangan (Nana Syaodih, 1988), yaitu:
1)      Pendekatan Pentahapan
2)      Pendekatan Differensial
3)      Pendekatan Ipsatif
Yang paling banyak dilaksanakan adalah pendekatan pentahapan. Pendekatan pentahapan ini ada dua macam yaitu yang bersifat menyeluruh (umum)  dan yang bersifat khusus.

Menurut Crijns (tt) periode atau tahap perkembangan manusia  secara umum adalah:
1)      Umur   0 – 2     tahun disebut masa bayi
2)      Umur   2 – 4    tahun disebut masa kanak-kanak
3)      Umur   5 – 8    tahun disebut masa dongeng
4)      Umur   9 – 13  tahun disebut Masa Robinson Crusoe (nama seorang petualang)
5)      Umur  13  tahun disebut masa Pubertas pendahuluan.
6)      Umur  14 – 18 tahun  disebut masa Puber
7)      Umur  19 – 21 tahun disebut masa adolesen.
8)      Umur   21  tahun ke atas disebut masa dewasa

Psikologi Perkembangan anak menurut Rouseau terbagi atas empat tahap, yaitu:
1)      Masa bayi  dari  0 -  2  tahun yang sebagian besar merupakan perkembangan fisik.
2)      Masa Anak  dari  2 – 12  tahun yang dinyatakan perkembangannya baru seperti  hidup manusia primitif.
3)      Masa Pubertas dari  12 – 15  tahun ,  ditandai dengan perkembangan pikiran dan kemauan untuk berpetualang.
4)      Masa Adolesen dari  15 – 25  tahun, pertumbuhan seksual menonjol, social, kata hati, dan moral. Remaja ini sudah belajar berbudaya.

Stanley   Hall penganut   teori Evolusi  dan teori   Rekapitulasi   membagi  masa perkembangan anak sebagai berikut  (Nana Syaodih, 1988)
1)      Masa Kanak-kanak ialah umur  0 – 4 tahun sebagai masa kehidupan binatang.
2)      Masa Anak ialah umur  4 – 8  tahun merupakan masa sebagai manusia pemburu.
3)      Masa Muda  ialah umur  8 – 12  tahun sebagai manusia belum berbudaya.
4)      Masa Adolesen  ialah umur 12 – dewasa merupakan manusia berbudaya.

Havinghurst menyusun fase-fase perkembangan sebagai berikut (Mulyani, 1988)
1)      Tugas perkembangan  masa kanak-kanak
2)      Tugas perkembangan  masa anak
3)      Tugas perkembangan  masa remaja
4)      Tugas perkembangan  masa dewasa awal
5)      Tugas perkembangan  masa setengah baya
6)      Tugas perkembangan  orang tua

Perkembangan kognisi menurut  Lawrence Kohlberg (McNeil,1977 dan Nana Syaodih, 1988)
Tingkat Prekonvensional
a.       Tahap orientasi kepatuhan dan hukuman
b.      Tahap orientasi egois yang naif
Tingkat Konvensional
a.       Tahap orientasi anak baik
b.      Tahap orientasi mempertahankan peraturan dan norma social.
Tingkat Post-Konvensional
a.       Tahap orientasi kontrak social yang legal
b.      Tahap orientasi prinsip etika universal

Perkembangan Afeksi menurut Erikson ada delapan tahap (Mulyani, 1988)
1)      Bersahabat  vs menolak pada umur  0 – 1 tahun
2)      Otonomi vs malu dan ragu-ragu pada umur  1 – 3  tahun
3)      Inisiatif vs perasaan bersalah pada umur 3 – 5  tahun
4)      Perasaan Produktif vs rendah diri pada umur  6 – 11  tahun
5)      Identitas vs kebingungan pada umur 12 – 18  tahun
6)      Intim vs mengisolasi diri pada umur  19 – 25  tahun
7)      Generasi vs kesenangan pribadi pada umur 25 – 45 tahun
8)      Integritas vs putus asa pada umur 45 tahun ke atas

Pendapat Baller dan Charles (Mulyani, 1988)
1)      Anak yang berasal dari keluarga yang memberi layanan baik, akan bersikap ramah, luwes, bersahabat, dan mudah bergaul.
2)      Anak yang dilahirkan pada keluarga yang menolak kelahiran itu, akan cenderung  menimbulkan masalah, agresif, menentang orang tua, dan sulit diajak berbicara.
3)      Anak yang dibrikan kepada keluarga yang acuh tak acuh pada anak, cenderung bersikap pasif dan kurang populer di luar rumah.


BAB III
PENUTUP

Psikologi adalah ilmu yang memepelajari gejala kejiwaan yang ditampakkan dalam bentuk perilaku baik manusia ataupun hewan yang pemanfaatannya untuk kepentingan manusia ataupun aktivitas-aktivitas individu baik yang disadari ataupun yang tidak disadari yang diperoleh melalui suatu proses atau langkah-langkah ilmiah tertentu. 





DAFTAR PUSTAKA





 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar