BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Islam adalah agama yang
diturunkan kepada manusia sebagai rahmat bagi alam semesta
(Q.s.al-anbiya/21:107). Ajaran-ajarannya selalu membawa kemaslahatan bagi
kehidupan manusia di dunia ini. Allah swt sendiri telah menyatakan hal ini,
sebagaimana yang tersebut dalam Q.s. Thaha/20:2,”kami tidak menurunkan al-quran
ini kepadamu agar kamu menjadi susah.” Artinya bahwa umat manusia yang mau
mengikuti petunjuk al-quran ini akan dijamin oleh allah bahwa kehidupan manusia
akan bahagia dan sejahtera dunia dan akhirat. Sebaliknya siapa saja yang
membangkang dan mengingkari ajaran islam ini, niscaya dia akan mengalami
kehidupan yang sempit dan penuh penderitaan. (Q.s. Thaha/20:124).
Ajaran-ajaran islam
yang penuh dengan kemaslahatan bagi manusia ini tentunya mencakup segala aspek
kehidupan manusia. Tidak ada satupun bentuk kegiatan yang dilakukan manusia,
kecuali allah telah meletakkan aturan-aturannya dalam ajaran islam ini. Seni
dan budaya adalah salah satu dari sisi penting dari kehidupan manusia, dan
islam pun telah mengatur dan memberikan batasan-batasannya.
B.
Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah berdasarkan latar belakang masalah di atas adalah sebagai
berikut:
1. Apa pengertian dan
hakikat seni dan budaya dalam Islam?
2. Bagaimana wujud dari
kebudayaan?
3. Bagaimana prinsip-prinsip
kebudayaan Islam?
4. Bagaimana hubungan antara
agama dan budaya?
5. Apa yang dimaksud dengan
seni Islam sebagai manifestasi budaya umat Islam?
6. Bagaimana kedudukan
masjid sebagai pusat peradaban Islam?
7. Bagaimana nilai-nilai
Islam dalam budaya Indonesia?
8. Bagaimana hubungan antara
Islam dan budaya lokal?
9. Apa yang dimaksud dengan
lokal wisdom?
C.
Tujuan
Adapun
tujuan berdasarkan rumusan masalah di atas adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui
pengertian dan hakikat seni dan budaya dalam Islam.
2. Untuk mengetahui wujud
kebudayaan.
3. Untuk mengetahui
prinsip-prinsip kebudayaan Islam.
4. Untuk mengetahui hubungan
antara agama dan budaya.
5. Untuk mengetahui apa yang dimaksud
dengan seni Islam sebagai manifestasi budaya umat Islam.
6. Untuk mengetahui
bagaimana kedudukan masjid sebagai pusat peradaban Islam.
7. Untuk mengetahui
bagaimana nilai-nilai Islam dalam budaya Indonesia.
8. Untuk mengetahui
bagaimana hubungan antara Islam dan budaya lokal.
9. Untuk mengetahui apa yang
dimaksud dengan lokal wisdom.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
dan Hakikat Seni dan Budaya dalam Islam
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa :
budaya adalah pikiran, akal budi, adat istiadat. Bahasa inggris sering
menggunakan istillah Culture dan Civilization untuk merujuk arti budaya.
Sedangkan daalm bahasa arab, terdapat istillah al-tsaqafah dan al-hadlarah.
Para ahli sosial cenderung berpendapat bahwa kata al-tsaqafah menunjuk pada
aspek ide. Sedangkan kata al-hadlarah menunjuk kepada aspek material. Maka
al-hadlarah lebih tepat sebagai terjemahan dari civilization, sementara kata al-tsaqafah lebih tepat diterjemahkan
sebagai culture. Sedang kan
kebudayaan adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin ( akal budi ) manusia,
seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat. Ahli sosiologi mengartikan
kebudayaan dengan keseluruhan kecakapan ( adat, akhlak, kesenian , ilmu dll).
Sedang ahli sejarah mengartikan kebudaaan sebagai warisan atau tradisi. Bahkan
ahli Antropogi melihat kebudayaan sebagai tata hidup, way of life, dan kelakuan.
Definisi-definisi tersebut menunjukkan bahwa
jangkauan kebudayaan sangatlah luas. Untuk memudahkan pembahasan, Ernst
Cassirer membaginya menjadi lima aspek : 1. Kehidupan Spritual 2. Bahasa dan
Kesustraan 3. Kesenian 4. Sejarah 5. Ilmu Pengetahuan. Menurut Taylor, kebudayaan adalah kompleks yang menyangkut pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan
yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Aspek kehidupan Spritual, mencakup kebudayaan
fisik, seperti sarana (candi, patung nenek moyang, arsitektur) , peralatan (pakaian,
makanan, alat-alat upacara). Juga mencakup sistem sosial, seperti
upacara-upacara (kelahiran, pernikahan, kematian). Adapun aspek bahasa dan
kesusteraan mencakup bahasa daerah, pantun, syair, novel-novel. Aspek seni
dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu ; visual arts dan performing arts,
yang mencakup ; seni rupa (melukis), seni pertunjukan (tari, musik) Seni Teater
(wayang) Seni Arsitektur (rumah,bangunan , perahu). Aspek ilmu pengetahuan
meliputi scince (ilmu-ilmu eksakta) dan humanities (sastra, filsafat kebudayaan
dan sejarah).
B.
Wujud
Kebudayaan
Menurut
Kontjaraningrat, wujud kebudayaan meliputi :
1. Wujud
ideal, berupa ide-ide,norma, peraturan, hukum, dan sebagainya
2. Wujud
tingkah laku, berupa aktivitas tingkah laku berpola dari manuasia dalam
masyarakat. Pola tingkah laku yang mendasar dan dimaksudkan dalam ajaran islam
meliputi hal-hal sebagai berikut :
a) Ketakwaan,
beriman, cinta , dan takut kepada allah swt. Tidak ada satupun yang patut
disembah dan dihormati selain allah swt yang membuahkan kerendahan hati dan
keberanian moral dan optimisme.
b) Penyerahan
diri mencakup penghindaran diri dari kejahatan nafsu hewani, memberikan
kemuliaan sejati pada kepribadian, dan menjamin kelestarian serta usaha untuk
kebajikan.
c)
Kebenaran
menciptakan pola tingkah laku setia pada realita atau suatu pendekatan
realistis terhadap kehidupan dan ketulusan.
d)
Keadilan
baik terhadap diri sendiri, maupun orang lain,atau makhluk lain. Keadilan
menjamin penghindaran diri dari perbuatan tidak adil yang tidak sepatutnya
dilakukan terhadap siapapun. Keadilan pada diri sendiri menjamin upaya yang
tinggi untuk meningkatkan kehidupan yang alamiah,sehat,dan teguh.
e)
Cinta
terhadap makhluk tuhan, termasuk terhadap diri sendiri, akan membuahkan upaya
yang simpati, kebaikan,rasa hormat,kemurahan hati dan menghindarkan diri dari
melukai perasaan pihak lain.
f)
Hikmah
mendorong seseorang untuk menumbuhkan tingkah laku berdasarkan keilmuan dan
mencapai penalaran yang semakin tinggi terhadap realita dan fenomena.
g)
Keindahan
membuahkan kemanisan, kelembutan, dan keluwesan yang muncul dalam moral dan
kebiasaan.
3.
Wujud benda, berupa benda hasil karya.
Peradaban sering disebut juga untuk kebudayaan yang memiliki sistem teknologi,
seni bangunan, seni rupa, sistem kenegaraan, dan sebagainya. Maka, peradaban
adalah bagian dari kebudayaan tapi tidak sebaliknya.
C. Prinsip-Prinsip Kebudayaan Islam
Suatu kebudayaan
bisa bergerak kearah yang lebih maju atau bergerak mundur. Dalam istillah lain,
suatu kebudayaan bisa bergerak kearah yang lebih baik atau bergerak ke arah
yang lebih buruk. Dalam hal ini tergantung pada aktor-aktor penggeraknya.
Prinsip kebudayaan dalam islam
adalah salah satu di antara dua alternatif. Sepanjang sejarah umat manusia,
kebudayaan hanya mempunyai dua model tersebut yaitu membangun atau merusak.
Kedua model kebudayaan itu hidup dan berkembang saling berganti (al-anbiya:104)
Di samping itu, prinsip kebudayaan
dalam pandangan islam adalah adanya ruh (jiwa) di dalamnya dan ruh itu tidak
lain adalah wahyu allah (al-quran menurut sunnah rasul-nya), seperti yang
dinyatakan oleh surat asy-syuraa: 52 dan 53. Selain itu tentu saja ada ruh di
luar wahyu.
Jika ruh budaya adalah wahyu allah,
maka kebudayaan bergerak ke arah membangun. Seperti yang dibuktikan oleh para
rasul allah sejak adam sampai nabi muhammad saw. Sebaliknya jika ruh budaya
adalah bukan wahyu allah, maka kebudayaan bergerak ke arah yang merusak. Itulah
model kebudayaan yang digerakkan fir’aun, qorun, para kapitalis, dan komunis.
D. Hubungan Antara Agama dan Budaya
Sebagian ahli kebudayaan memandang bahwa
kecenderungan untuk berbudaya meupakan dinamika ilahi. Bahkan menurut Hegel,
keseluruhan karya sadar insane yang beupa ilmu, tata hokum, tata Negara,
kesenian, dan filsafat tak lain daipada proses realisasi diri dari ruh ilahi.
Sebaliknya, menurut kaum rohaniawan
(terutama dari kalangan Katolik), menyatakan bahwa tidak ada hubungannya antara
agama dan budaya, karena menurutnya, agama merupakan keyakinan hidup rohani
pemeluknya, sebagai jawaban atas panggilan ilahi. Keyakinan ini disebut Iman,
dan Iman merupakanpemberian dari Tuhan, sedang kebudayaan merupakan karya
manusia. Sehingga keduanya tidak bisa ditemukan. Adapun menurut para ahli
antropologi, bahwa agama merupakan salah satu unsure kebudayaan. Hal itu,
karena para ahli antropologi mengatakan bahwa manusia mempunyai akal pikiran dan
mempunyai sistem pengetahuan yang digunakan untuk menafsirkan berbagai gejala
serta simbol – simbol agama. Pemahaman manusia sangat terbatas dan tidak mampu
mencapai hakekat dari ayat-ayat dalam kitab suci masing-masing agama. Mereka
hanya dapat menafsirkan ayat-ayat suci tersebut sesuai dengan kemampuan
nalanya.
Disinilah bahwa agama telah menjadi
hasil kebudayaan manusia. Berbagai tingkah laku keagamaan, menurut ahli
antropologi, bukanlah diatur oleh ayat-ayat dari kitab suci, melainkan oleh
interpretasi mereka terhadap ayat-ayat suci tersebut. Dari keterangan diatas
dapat disimpulkan bahwa para ahli kebudayaan mempunyai pendapat yang berbeda di
dalam memandang hubungan antara agama dan kebudayaan.
Sebagai sebuah kenyataan, agama dan
kebudayaan dapat saling mempengaruhi kaena keduanya terdapat nilai dan simbol.
Agama dalah simbol yang melambangkan nilai ketaatan kepada Tuhan. Kebudayaan
juga mengandung nilai dan simbol supaya manusia bisa hidup di dalamnya. Agama
memerlukan sistem simbol, dengan kata lain agama memerlukan kebudayaan. Tetapi
keduanya perlu dibedakan. Agama adalah sesuatu yang final, universal, abadi,
dan tidak mengenal perubahan (absolut). Sedangkan kebudayaan bersifat
particular, relative dan temporer. Agama tanpa kebudayaan memang dapat
berkembang sebagai agama pribadi, tetapi tanpa kebudayaan agama sebagai
kolektivitas tidak akan mendapat tempat.
Interaksi antara agama dan kebudayaan
itu dapat terjadi dengan :
1.
Agama mempengaruhi
kebudayaan dalam pembentukannya, nilainya adalah agama, tetapi simbolnya adalah
kebudayaan. Contoh: bagaimana solat mempengaruhi bangunan.
2.
Agama dapat mempengaruhi
simbol agama.
Contoh : kebudayaan
Indonesia mempengaruhi Islam dengan pesantren dan kiai yang berasal dari
padepokan.
3.
Kebudayaan dapat
menggantikan sistem nilai dan simbol agama.Agama dan kebudayaan mempunyai dua
persamaan yaitu, keduanya adalah sistem nilai dan sistem simbol dan keduanya
mudah sekali terancam setiap kali ada peubahan.
Agama
dalam persepektif ilmu-ilmu sosial adalah sebuah sistem nilai yang memuat
sejumlah konsepsi mengenai konstruksi realitas, yang berperan besar dalam
menjelaskan struktur tata normative dan tata sosial serta memahamkan dan
menafsikan dunia sekitar. Sementara seni tradisi meupakan ekspresi cipta,
karya, dan karsa manusia (dalam masyarakat tertentu) yang berisi nilai-nilai
dan pesan-pesan religiusitas, wawasan filosofis dan kearifan lokal.
Baik
agama maupun kebudayaan, sama-sama memberikan wawasan dan cara pandang dalam
mensikapi kehidupan agar sesuai dengan kehendak Tuhan dan kemanusiaannya.
Misalnya, dalam menyambut anak yang baru lahir, bila agama memberikan wawasan
untuk melaksanakan aqiqah, sementara kebudayaan yang dikemas dalam marhaban dan
bacaan berjanji memberikan wawasan dan cara pandang lain, tetapi memiliki
tujuan yang sama, yaitu mendoakan kesolehan anak yang baru lahir agar sesuai
dengan harapn ketuhanan dan kemanusiaan. Demikian juga dalam tahlilan, baika
agama maupun budaya lokal dalam tahlilan sama-sama saling memberikan wawasan
dan cara pandang dalam menyikapi orang yang meninggal.
Islam
datang untuk mengatur dan membimbing masyarakat menuju kepada kehidupan yang
baik dan seimbang. Dengan demikian islam tidaklah datang untuk menghancurkan
budaya yang telah dianut suatu masyarakat, akan tetapi dalam waktu yang
bersamaan Islam menginginkan agar umat manusia ini jauh dan terhindar dari
hal-hal yang tidak bermanfaat dan membawa madharat di dalam kehidupannya.
Sehingga islam perlu meluruskan dan membimbing kebudayaan yang berkembang di
masyarakat menuju kebudayaan yang beradab dan berkemajuan serta mempertinggi
derajat kemanusiaa.
Dari
sudut pandang Islam, kebudayaan itu terbagi menjadi tiga macam :
1. Kebudayaan yang tidak bertentangan dengan Islam.
Dalam kaidah fiqh disebutkan : al-a’datu
muhakkamatun. Maksudnya, adat istiadat dan kebiasaan suatu masyarakat, yang
merupakan bagian dari budaya manusia, mempunyai pengaruh di dalam penentuan
hukum. Tetapi yang perlu dicatat, bahwa
kaidah tersebut hanya berlaku pada hal-hal yang belum ada ketentuannya dalam
syariat, seperti kadar besar kecilnya mahar dalam pernikahan.
2. Kebudayaan yang sebagian unsurnya bertentangan dengan ajaran
Islam, kemudian direkonstruksi sehingga menjadi Islami.
Contohnya adalah tradisi jahiliyah yang melakukan ibadah haji
dengan cara-cara yang bertentangan dengan ajaran Islam. Seperti talbiyah yang
sarat dengan kesyirikan, thawaf di Ka’bah dengan telanjang direkonstruksi
dengan menghilangkan unsur-unsur jahiliyahnya menjadi bentuk ibadah yang telah
ditetapkan aturan-aturannya. Dalam konteks seni sastra budaya Arab dalam bentuk
syair-syair Jahiliyah isinya direkonstruksi dengan memasukkan nilai-nilai Islam.
3. Kebudayaan yang bertentangan dengan Islam.
Contohnya, budaya ngaben yang
dilakukan oleh masyarakat Bali, yaitu upacara pembakaran mayat yang diselenggarakan
dalam suasana yang meriah dan gegap gempita dan secara besar-besaran. Ini
dilakukan sebagai bentuk penyempurnaan bagi orang yang meninggal supaya kembali
kepada penciptanya. Upacara semacam ini membutuhkan biaya yang sangat besar.
Suatu hal yang harus disadari
bahwa asas (fondasi) dari budaya Islam itu adalah menumbuh kembangkan kesadaran
berketuhanan (rabbaniyah, ribbiyah). Maka dari itu, apapun bentuk manivestasi
dari budaya Islam tersebut didasari dan dimaksudkan untuk tegaknya nilai-nilai
ketuhanan pada setiap manusia dan tujuannya tidak lain dalam rangka mencari
keredaan Tuhan. Karena itu dapat dipastikan dalam rangka mencari keredaan Tuhan
tersebut, setiap muslim dalam aktivitasnya mengharapkan balasan dari Tuhan
berupa pahala.
E.
Seni Islami sebagai Manifestasi Budaya Umat Islam
Seni (fan,art) secara umum merupakan
penjelmaan rasa indah yang terkandung dalam jiwa manusia, dilahirkan dengan
perantara alat komunikasi ke dalam bentuk yang ditangkap oleh indera pendengar
(seni suara) penglihatan (seni tulis/lukis) atau dilahirkan dengan perantara
gerak (seni tari, drama)” (Ensiklopedi Indonesia, V/3080,3081). Secara
sederhana bisa dikatakan bahwa esensi dari seni itu adalah apa saja yang
mengandung keindahan atau kebaikan. Penilaian terhadap keindahan atau kebaikan
itu sendiri kadang-kadang sangat subyektif, temporer (tidak abadi), dan lokal
(tidak global).
Dalam Islam, untuk menggambarkan sesuatu
itu indah atau baik dapat digunakan istilah ihsan,
shalih, atau jamil. Dalam hadis
dijelaskan ihsan termasuk salah satu dari trilogy arkan al-din (tiang/fondasi
agama), yaitu iman, islam, dan ihsan. Penjabaran dari ihsan bedasarkan
hadis tersebut adalah “ engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya.
Dan jika engkau tidak melihatnya, maka pasti sesungghunya Dia melihatmu. Sedang
kata shalih biasanya disandarkan dengan kata amal, sehingga menjadi amal shalih, secara harfiyah bermakna
kerja yang baik. Perkataan jamil biasanya dihubungkan dengan hadis Nabi yang
popular, “ Allah itu indah (jamil)
dan menyenangi keindahan”.
Secara definitive, seni menurut Islam
pada hakikatnya sebgai refleksi dan ekspresi dari berbagai cita rasa, gagasan,
dan ide sebgai media komunikasi yang begaya estetis untuk menggugah citarasa
inderawi dan kesadaran manusiawi dalam memahami secara benar berbagai fenomena,
panorama, dan aksioma yang menyangkut dimensi alam, kehidupan, manusia dan
keesaan / keagungan ketuhanan berdasarkan konsepsi ilahi dan nilai-nilai fiti
yang tertuang dan tesajikan dalam bentuk suara/ucapan, lukisan/tulisan, geak
dan berbagai implementasi dan apresiasi lainnya. Oleh karena itu tiada satu pun
bentuk apresiasi dan karya seni yang bebas nilai. Maka dalam menilai satu seni
sebagai seni Islam diperlukan criteria dan rambu-rambu yang jelas sehingga dapat
membedakan dan memilahkannya dari kesenian jahiliyah meskipun bernama ataupun
menyebut lafal keislaman.
Di antara kaidah-kaidah (rambu-rambu)
yang menjadi criteria seni Islam tersebut, menurut Yusuf Al-Qaradhawi, adalah :
1. Harus mengandung pesan-pesan kebijakan dan ajaran kebaikan di
antara sentuhan estetiknya agar terhindar laghwun
(perilaku absurdisme, hampa, sia-sia).
2. Menjaga dan menghormati nilai-nilai susila Islam dalam
pertunjukkannya.
3. Tetap menjaga aurat dan menghindari erotisme dan keseronokan.
4. Menghindari semua syair, teknik, metode, sarana dan instrument
yang diharamkan syariat terutama yang meniru gaya khas ritual religious agama
lain (tasyabbuh bil kuffar) dan yang
menjurus kemusyrikan.
5. Menjauhi kata-kata, gerakan, gambaran yang tidak mendidik atau
meracuni fitrah.
6. Menjaga disiplin dan prinsip hijab.
7. Menghindari perilaku takhanus
(kebancian).
8. Menghindari fitnah dan praktek kemaksiatan dalam penyajian dan
pertunjukkannya.
9. Dilakukan dan dinikmati sebatas keperluan dan menghindari
berlebihan (israf dan tabdzir) sehingga melalaikan kewajiban
kepada Allah.
Menurut Islam seni bukan sekedar untuk
seni yang absurd dan hampa nilai (laghwun).
Keindahan bukan berhenti pada keindahan dan kepuasan estetis, sebab semua
aktivitas hidup tidak terlepas dari lingkup ibadah yang universal. Seni Islam
harus memiliki semua unsur pembentuknya yang penting yaitu, jiwanya,
prinsipnya, metode, cara penyampaiannya, tujuan dan sasaran. Motivasi seni
Islam adalah spirit ibadah kepada Allah menjalankan kebenaran (haq), menegakkan
dan membelanya demi mencari ridha Allah swt, bukan mencari popularitas ataupun
matei duniawi semata. Seni Islam harus memiliki risalah dakwah melalui sajian
seninya yaitu melalui tiga pesan:
1.
Ketauhidan, dengan menguak
dan mengungkap kekuasaan, keagungan dan transdensi (kelemahannya) dalamm
segala-galanya, ekspresi dan penghayatan keindahan alam, ketakberdayaan manusia
dan ketergantungannya terhadap Allah, prinsip-prinsip uluhiyah dan ubudiyah.
2.
Kemanusiaan dan penyelamatan
hak-hak asasi manusia serta memelihara lingkungan seperti, mengutuk kezhaliman,
penjajahan, perampasan hak, penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan, memberantas
kriminalitas, dsb.
3.
Akhlak dan Kepribadian
Islam, seperti pengabdian, pengorbanan, kesetiaan, kepahlawanan , dll. Juga
penjelasan nilai-nilai Islam dalam berbagai segi menyangkut keluarga dan
kemasyarakatan, pendidikan, ekonomi, dan politik.
Puncak dari manifestasi seni Islam
adalah Al-Qur’an. Maka dari itu ukuran jiwa seni bagi setiap Muslimitu adalah
seberapa besar kesadaran dan penghayatan nilai-nilai Al-Qur’an pada dirinya.
Penghayatan terhadap nilai-nilai Al-Qur’an tersebut menumbuhkan kesadaran
terhadap ayat-ayat Tuhan lainnya, yakni jagad raya ini (ayat kauniyah). Artinya, estetika dan harmoni seni Islam tidak saja
diwarnai oleh nilai-nilai Al-Qur’an.
F.
Masjid sebagai pusat peradaban islam
Masjid pada umumnya
dipahami oleh masyarakat sebagai tempat ibadah khusus seperti shalat. Padahal
masjid lebih luas daripada sekedar tempat shalat. Masjid dijadikan sebagai
symbol persatuan umat islam. Selama sekitar 700 tahun sejak Nabi mendirikan
masjid pertama, fungsi masjid masih kokoh dan orisinil sebagai pusat
peribadatan dan peradaban. Masjid Al-Azhar di Mesir merupakan salah satu contoh
yang sangat dikenal luas kaum muslimin indonesia. Masjid ini mapu memberikan
beasiswa bagi para pelajar dan mahasiswa. Bahkan pengentasan kemiskinan pun
merupakan program nyata masjid.
Tapi sangat disesalkan
masjid kemudian mangalami penyempitan fungsi, apalagi adanya intervensi
pihak-pihak tertentu yang menjadikan masjid sebagai alat untuk memperoleh dan
mempertahankan kekuasaan. Masjid hanya mengajari umat tentang baca tulis
Al-qur’an tanpa pengembangan wawasan dan pemikira islami dan tempat belajar
umat tentang ilmu fiqih ibadah, bahkan lebih sempit lagi yaitu ibadah praktis
dari salah satu mahzab. Kita mungkin tidak akan menemukan masjid yang memiliki
kegiatan yang terprogram secara baik dalam pembinaan keberagaman umat.
Pada pengembangan
berikutnya muncul kelompok-kelompok yang sadar untuk mengembalikan fungsi
masjid sebagaimana mestinya. Kesadaran ke arah optimalisasi fungsi masjid
kembali tumbuh terutama di kalangan para intelektual muda, khususnya para
aktivis masjid. Kini mulai tumbuh kesadaran umat akan pentingnya peranan mesjid
untuk mencerdaskan dan mensejahterakan jamaahnya. Meluasnya fungsi dan peranan
masjid ini seiring dengan laju pertumbuhan umat islam di Indonesia, baik secara
kuantitatif maupun kualitatif yang tercermin dalam pertambahan jumlah penduduk
muslim dan peningkatan jumla intelektual muslim yang sadar dan peduli terhadap
peningkatan kualitas umat islam Dalam syariat islam masjid memiliki dua fungsi
utama yaitu: pertama sebagai pusat ibadah ritual dan kedua berfungsi sebagai
pusat ibadah sosial. Dari kedua fungsi tersebut titik sentralnya bahwa fungsi
utama mesjid adalah sebagai pusat pembinaan umat islam.
G.
Nilai-nilai Islam dalam Budaya Indonesia
Islam masuk ke
Indonesia lengkap dengan budayanya. Oleh karena itu Islam besar dari negeri
Arab, maka Islam yang masuk ke Indonesia tidak terlepas dari budaya Arab. Pada
awalnya masuknya dakwah islam ke Indonesia, dirasakan sangat sulit membedakan
mana jaran islam dan mana budaya arab. Sebagaimana para wali di tanah jawa yang
mendakwahkan ajaran islam melalui bahasa dan budaya. Lebih jauh lagi
nilai-nilai islam sudah menjadi bagian yang tidak dapat di pisahkan dari
kebudayaan mereka. Seperti upacara adat dan penggunaan bahasa sehari-hari.
Istilah-istilah arab yang masuk ke dalam budaya jawa, seperti dalam pewayangan
actor janoko yang tidak lain dalam
bahasa Arab adalah jannaka. Empat
sekawan semar, gareng, petruk, dan bagong merupakan produk personifikasi dari
ucapan Ali Bin Abi thalib “itsmar
khairan,fatruk ma bagha”(berbuatlah kebaikan, tinggalkan perbuatan
sia-sia). Dan masih banyak lagi istilah-istilah dalam bahasa arab lainnya, yang
diadopsi menjadi bahasa indonesia.
H.
Islam
dan Budaya Lokal
Sebagai salah satu
agama yang universal, risalah islam ditunjukan untuk semua umat manusia,
segenap ras, dan bangsa serta untuk semua lapisan masyarakat. Universalisme
islam menampakkan diri dalam berbagai manifestasi penting, dan yang terbaik
adalah dalam ajaran-ajarannya.ajaran-ajaran islam yang mencakup aspek akidah,
syari’ah dan akhlak, menampakkan perhatiannya yang sangat besar terhadap
persoalan utam kemanusiaan. Hal ini dapat dilihat dari lima tujuan umum
syari’ah yaitu; menjamin keselamatan agama, jiwa, akal, keturunan, harta.
Selain itu risalah islam juga menampilkan nilai-nilai kemasyarakatan (social values) yang luhur, yang biasa dikatakan
sebagai tujuan dasar syari’ah yaitu’ keadilan, ukhuwwah (persaudaraan),
takaful(jaminan keselamatan), kebebasan dan kehormatan. Semua ini akhirnya
bermuara pada keadilan sosial dalam arti sebenarnya. Refleksi dan manifestasi
kosmopolitanisme islam bias dilacak dalam etalase sejarah kebudayaan sejak
rasulullah, baik dalam format non material sepertimkonsep-konsep
pemikiran,maupun yang material seperti arsitektur bangunan dan sebagainya.
Walaupun demikian ,
menurut Ibnu Khaldun, abhwa diantara hal aneh tapi nyata bahwa mayoritas ulama
dan cendekiawan dalam sejarah perkembangan islam adalah ‘ajam(non arab). Maka jadilah ilmu-ilmu ini semua ilmu-ilmu
keterampilan yang membutuhkan pengajaran. Begitu juga iintelektual-intelektual
dalam bidang hadits, ushul fiqih, ilmu kalam dan tafsir. Dari paparan di atas,
menunjukkan kepada kita betapa kebudayaan dan peradaban islam dibangun di atas
kombinasi nilai ketaqwaan (Q.S al-Hujurat:13), persamaan dan kreativitas dari
jiwa islam yang universal (Q.S al-Mulk:2) dengan akulturasi timbal balik dari
budaya-budaya local luar arab yang terislamkan, tanpa harus mempertentangkan
antara Arab dan non Arab.
I. Local Wisdom (Kearipan Lokal)
Gagasan
pribumisasi Islam, secara genelogis dilontarkan pertama kali oleh Abdurahman Wahid
pada tahun 1980an. Dalamg 'Pribumisasi Islam' tergambar bagaimana Islam sebagai
ajaran yang normatif berasal dari Tuhan diakomodasikan ke dalam kebudayaan yang
berasal dari manusia tanpa kehilangan identitasnya masing-masing. Inti
'Pribumisasi Islam' adalah kebutuhan, bukan untuk menghindari polarisasi antara
agama dan budaya, sebab polarisasi demikian memang tidak terhindarkan.
Pribumisasi Islam telah menjadikan agama dan budaya
tidak saling mengalahkan, melainkan berwujud dalam pola nalar keagamaan yang
tidak lagi mengambil bentuknya yang otentik dari agama, serta berusaha
mempertemukan jembatan yang selama ini memisahkan antara agama dan budaya.
'Pribumisasi Islam' justru memberi keanekaragaman interpretasi dalam praktek
kehidupan beragama (Islam) di setiap wilayah yang berbeda-beda. Dengan
demikian, Islam tidak lagi dipandang secara tunggal, melainkan beraneka ragam.
Tidak ada lagi anggapan Islam yang di Timur Tengah sebagai Islam yang murni dan
paling benar, karena Islam sebagai agama mengalami historitas yang terus
berlanjut.
'Islam
Pribumi' sebagai jawaban dari Islam otentik mengandaikan tiga hal. Pertama,
'Islam Pribumi' memiliki sifat kontekstual, yakni dipahami sebagai ajaran yang
terkait dengan konteks zaman dan tempat. Perubahan waktu dan perbedaan wilayah
menjadi kunci untuk menginterpretasikan ajaran. Dengan demikian, Islam akan
mengalmi perubahan dan dinamika dalam merespons perubahan zaman. Kedua,
'Islam Pribumi' bersifat progresif, yakni kemajuan zaman bukan dipahami sebagai
ancaman terhadap penyimpangan ajaran dasar agama (Islam), tetapi dilihat
sebagai pemicu untuk melakukan respons kreatif secara intens. Ketiga, 'Islam
Pribumi' memiliki problem-problem kemanusiaan secara universal tanpa melihan
perbedaan agama dan etnik. Dengan demikian, Islam tidak kaku dan rigid dalam
menghadapi realitas sosial masyarakat yang selalu berubah.
Sejak kehadiran Islam di Indonesia, para ulama telah
mencoba mengadopsi kebudayaan lokal secara selektif. Kalangan ulama Indonesia
telah berhasil mengintegrasikan antara keislaman dan keindonesiaan, sehingga
apa yang ada di daerah ini telah dianggap sesuai dengan nilai Islam, karena
Islam menyangkut nilai dan norma, bukan selera atau ideologi apalagi adat.
Berbeda
dengan agama lain, Islam masuk Indonesia dengan begitu elastis. Baik itu yang
berhubungan dengan pengenalan simbol-simbol Islami (misalnya bentuk bangunan
peribadatan) atau ritus-ritus keagamaan (untuk memahami nilai-nilai Islam).
Inilah pribumisasi Islam yang dilakukan para penyebar Islam di tanah air, khususnya
para Wali Songo di Jawa, yang menggunakan media budaya sebagai sarana
mendakwahkan Islam. Dengan langkah persuasif ini, terbukti Islam bisa diterima
dengan baik sebagai agama baru setelah sebelumnya penduduk lokal menganut
animisme, dinamisme atau Hindu Budha selama bertahun-tahun lamanya.Yang patut
diamati pula, kebudayaan populer di Indonesia banyak sekali menyerap
konsep-konsep dalam simbol-simbol Islam, sehingga seringkali tampak bahwa Islam
muncul sebagai sumber kebudayaan yang penting dalam kebudayaan populer di
Indonesia.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
B.
Saran
Sngat bermanfaat sekali min!
BalasHapusTerima kasih
Kunjungi : www.pixelbogor.com - Pixel Bogor
Kunjungi : www.pixelbogor.com - Pixel Bogor
Kunjungi : www.pixelbogor.com - Pixel Bogor
Terimakasih
BalasHapusthank kawan makalahnya
BalasHapus