BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG MASALAH
Pengelolaan
arsip (dokumen atau warkat) adalah salah satu sub kompetensi yang harus
dikuasai oleh seorang sekretaris atau bagian tata usaha perkantoran dan
merupakan bagian integral dari sub subkompetensi seorang sekretaris. Makalah
ini membahas sistem penyimpanan dan penemuan arsip dengan sistem subjek atau
yang sering disebut dengan sistem pokok masalah, sistem subjek atau sistem
perihal. Sistem pokok masalah merupakan salah satu sistem penyimpanan dan
penemuan kembali arsip dari lima sistem yang ada. Modul pengelolaan arsip
dengan sistem pokok masalah atau subjek memeriksa arsip, mengindeks, mengkode,
menyortir, dan menempatkan serta memelihara arsip (dokumen, warkat-warkat,
surat-surat) yang dikelola dengan sistem pokok masalah. Sistem pokok masalah
dapat dikatakan sebagai sistem yang paling sukar penanganannya.
Di
Indonesia, sistem ini banyak dipergunakan oleh instansi-instansi pemerintah yang besar dan luas. Sistem
ini dilaksanakan secara seragam untuk semua unit kerja yang ada di dalam
instansi bersangkutan. Sistem ini merupakan sistem yang paling tepat digunakan
untuk mengelola arsip instansiatau perusahaan yang disimpan secara sentral
(terpusat di suatu tempat tertentu). Arsip tersebut berasal dari semua bagian
atau unit kerja yang mempunyai subjek sendiri-sendiri, dan pada penyimpanan
sentral semuanya bergabung menjadi satu sistem. Dengan sistem ini, juru
arsip/arsiparis maupunsekretaris lebih cepat dalam menemukan kembali arsip
sebab mereka lebih mudah mengingat pokok masalah/subjek arsip dibanding dengan
mengingat tanggal, nomor, wilayah, atau nama.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa yang dimaksuk dengan sistem subjek?
2.
Bagaimana mengolah arsip dengan daftar
klasifikasi?
3.
Bagaimana mengolah arsip dengan indeks
relatif?
4.
Apa yang dimaksud dengan penunjuk silang
dan cara penggunaannya?
5.
Bagaimana prosedur penyimpanan arsip?
6.
Bagaimana sistem penyimpanan dan
penemuan kembali dengan sistem subjek?
C.
TUJUAN
1.
Untuk mengetahui apa yang dimaksuk
dengan sistem subjek.
2.
Untuk mengetahui bagaimana mengolah
arsip dengan daftar klasifikasi.
3.
Untuk mengetahui bagaimana mengolah
arsip dengan indeks relative.
4.
Untuk mengetahui apa yang dimaksud
dengan penunjuk silang dan cara penggunaannya.
5.
Untuk mengetahui bagaimana prosedur penyimpanan arsip.
6.
Untuk mengetahui bagaimana sistem penyimpanan
dan penemuan kembali dengan sistem subjek.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN SISTEM SUBJEK
Pada bagian ini akan
dibahas penyimpanan arsip dengan sistem pokok masalah atau sistem subjek. Kedua
istilah ini, subjek atau pokok masalah akan sering digunakan secara bergantian
dengan pengertian sama. Sistem pokok masalah adalah sistem penyimpanan dokumen
yang berdasarkan kepada isi dari dokumen yang bersangkutan. Isi dokumen sering
disebut perihal, pokok masalah, permasalahan, pokok surat atau subjek. Yang
dimaksud dengan pengelolaan arsip sistem pokok masalah adalah tata cara
penyimpanan dan penemuan kembali arsip (arsip surat masuk maupun arsip surat
keluar) berdasarkan subjek atau pokok masalah/perihal dari arsip itu.
Gambar
1 Sistem Penyimpanan Arsip
Apabila perihal surat
tidak sesuai dengan isi surat maka isi surat bisa dijadikan sebagai dasar
pencatatan klasifikasi subjek atau pokok masalah. Dengan sistem ini, juru
arsip/arsiparis maupun sekretaris lebih cepat dalam menemukan kembali arsip
sebab mereka lebih mudah mengingat pokok masalah/subjek arsip dibanding dengan
mengingat tanggal, nomor, wilayah, atau nama. Untuk penyimpanan dengan asas
desentralisasi, pemakaian sistem pokok masalah kurang begitu tepat sebab setiap
unit kerja sudah mempunyai tugas dan fungsi yang meliputi satu subjek tertentu.
Misalnya, unit kerja personalia, niscaya kebanyakan akan mengelola arsip-arsip
yang bersubjek personalia. Demikian juga dengan bagian keuangan, niscaya banyak
bergaul dengan arsip-arsip yang bersubjek keuangan. Arsip-arsip lain niscaya
tidak akan berada pada kedua unit kerja yang dijadikan contoh ini. Kalaupun ada
maka jumlahnya tidak akan begitu banyak dan akan disimpan dalam waktu yang
tidak lama untuk kemudian dipindahkan ke sentral arsip.
Dari pengalaman
instansi-instansi besar yang sudah menerapkan penggunaan sistem subjek dengan
buku penuntun, seringkali sulit dilaksanakan oleh petugas di unit kerja
masing-masing. Hal ini terjadi karena tiap-tiap unit kerja mempunyai fungsi dan
tugas yang berbeda-beda sehingga memerlukan dukungan arsip yang disusun dan
disimpan sesuai keperluan yang berbeda-beda pula. Dengan demikian, sistem yang
seragam niscaya sulit diterapkan karena masing-masing unit kerja mempunyai
kepentingan yang berbeda terhadap arsipnya. Dengan demikian, yang cocok
dipergunakan menurut sistem subjek adalah arsip-arsip yang terkumpul dari
banyak macam subjek atau masalah. Hal ini pada umumnya terdapat pada sentral
arsip yang menerima dan mengumpulkan arsip dari seluruh bagian instansi. Oleh
karena itu, sistem subjek sangat sesuai diterapkan di sentral arsip. Adapun,
pengelolaan arsip di unit-unit kerja lebih tepat menggunakan sistem yang cocok
dengan tugas dan fungsi masing-masing unit.
Apabila suatu lembaga ingin
menyimpan arsipnya berdasarkan sistem subjek, lembaga tersebut harus membuat daftar klasifikasi
masalah lebih dahulu.Daftar pengklasifikasian atau pengelompokan masalah harus
dibuat oleh orang-orang/pimpinan yang mengetahui seluruh permasalahan lembaga
sesuai dengan tugas pokok dan fungsi lembaga tersebut. Hal itu dilakukan karena
memiliki perbedaan tugas pokok dan fungsi, secara umum juga memiliki
klasifikasi masalah yang berbeda. Sebagai contoh, klasifikasi masalah lembaga
yang memiliki usaha di bidang pendidikan berbeda klasifikasi masalahnya dengan
lembaga yang bergerak di bidang penjualan barang. Namun, kedua lembaga yang
berbeda usahanya itu memiliki kesamaan dalam masalah-masalah untuk arsip
fasilitatif, misalnya masalah kepegawaian dan masalah keuangan. Di lembaga
pendidikan ada masalah kepegawaian dan masalah keuangan. Demikian juga pada
lembaga yang bergerak di bidang produksi barang juga memiliki masalah
kepegawaian dan keuangan. Contoh yang lebih sederhana dari penggunaan sistem
subjek ialah arsip pribadi seorang dosen. Arsip-arsip dikumpulkan di dalam
map-map yang diberi label menurut subjek masing-masing. Misalnya jadwual
kuliah, kurikulum, laporan penelitian, daftar nilai mahasiswa, kepenasehatan
akademik, soal-soal ujian, skripsi dan suratkeputusan. Demikian juga, surat
rumah dapat disusun menurut sistem subjek, misalnya asuransi, surat dokter,
kredit-kredit (elektronika, mobil, rumah, kartu kredit, mebel, sepeda motor)
pembayaran listrik, resep masakan, telepon dan undangan.
Pada arsip yang banyak
dengan berbagai macam pokok masalah atau subjek maka pada sistem ini harus
dibuatkan suatu daftar tingkat kelasnya. Tingkat kelas ini dipergunakan agar
subjek dapat dipetakan mulai dari subjek yang besar sampai dengan subjek yang
kecil. Nama kelompok sering ditunjukkan dengan nama-nama pribadi, atau dapat
dipilih sendiri, yakni divisi, kelas, subjek, dan tingkat. Kelompok itu dibagi
dalam beberapa tingkatan, pada umumnya 3—4 peningkatan yang digunakan untuk
membuat suatu pengelompokkan sehingga menjadi jelas dan terperinci. Nama
pembagian ini ada yang disebut subjek utama, subjek, subsubjek dan
sub-subsubjek. Ada juga yang menamakan divisi utama, divisi, subdivisi, dan
sub-subdivisi. Juga dipahami nama lain yakni kelas utama, kelas, sub-kelas, sub-subkelas.
Bahkan ada yang membaginya menjadi subjek, subsubjek, dan sub-subsubjek. Daftar
istilah subjek seringkali disebut nama daftar klasifikasi subjek atau pola
klasifikasi subjek. Untuk memudahkan penggunaan daftar istilah, maka sistem ini
seringkali sesuai dengan daftar bantu yang sering disebut indeks.
B. DAFTAR KLASIFIKASI
Pada pengelolaan arsip sistem pokok masalah,
diperlukan adanya daftar klasifikasi subjek agar istilah-istilah yang digunakan
untuk mengelompokkan dokumen dapat dibuat tetap dan seragam. Daftar istilah
tersebut dapat dibagi menjadi dua jenis, yakni (1) daftar klasifikasi subjek
standadisasi (2) daftar klasifikasi subjek buatan sendiri.
1.
Daftar Klasifikasi Subjek Standar
Daftar subjek ini disebut standar karena daftar ini
sudah merupakan standar umum di tingkat internasional. Daftar standar ini
banyak dipergunakan untuk mengelompokkan buku-buku di perpustakaan dan
penggolongan penyimpanan arsip. Arsip-arsip yang memiliki masalah (subjek) yang
banyak dan luas memerlukan notasi terperinci agar lokasi penyimpanan arsipnya
jelas.
Misalnya, di nasional arsip suatu Negara. Alasan
pemakaian daftar standar penggunaan daftar standar ini sangat sesuai dengan
keperluan. Tetapi untuk suatu instansi yang mempergunakan sistem subjek,
penggunaan daftar standar ini kurang tepat karena setiap instansi memiliki
kegiatan di bidang tertentu dan terbatas.
Ada beberapa daftar klasifikasi subjek standar yang
cukup banyak digunakan secara internasional, yaitu DDC (Dewey Decimal
Clasification); UDC (Universal Decimal Clasification); LC (Library of Congress
Clasification). DDC membagi subjeknya ke dalam 10 kelas utama, sama seperti
UDC, sedangkan LC membagi subjeknya ke dalam 20 kelas utama. Ketiga jenis
klasifikasi itu membagi subjeknya berdasarkan pembagian ilmu pengetahuan. Oleh
karena itu ketiganya cocok dipergunakan untuk mengelompokkan koleksi buku di
perpustakaan. Sebagai contoh, diambilkan pembagian kelas dari DDC yang
sebenarnya sama dengan pembagian UDC. Semua ilmu pengetahuan oleh pendiri DDC, yaitu
Melvil Dewey diklasifikasikan menjadi sepuluh kelas utama seperti berikut.
000
Umum
100
Filsafat
200
Agama
300
Ilmu Sosial
400
Bahasa
500
Ilmu Murni
600
Ilmu Terapan
700
Kesenian
800
Kesusastraan
900
Sejarah dan Ilmu Bumi.
Notasi DDC adalah angka decimal, misalnya untuk
Filsafat berkisar antara 100--199. Kelas utama dibagi lagi ke dalam 10 kelas
kedua (devisi). Kelas kedua dibagi lagi dalam 10 kelas ketiga (seksi).
Misalnya, 600 adalah Ilmu Terapan, 630 adalah Pertanian, 631 adalah Teknik dan
Alat Pertanian, 631.3 adalah Alat Pertanian, 631,31 adalah Mesin Pengerjaan
Tanah, 631,312 adalah Bajak. Notasi atau nomor klasifikasi untuk menentukan
letak bahan di tempat penyimpanan. Perpustakaan atau arsip nasional yang
memiliki koleksi dalam jumlah besar dan mencakup 10 bidang ilmu pengetahuan,
niscaya tepat untuk menggunakan sistem subjek DDC atau UDC. Jika 10 kelas utama
tersebut masih kurang terperinci, maka bagan LC yang terdiri atas 20 kelas
utama dapat digunakan. Untuk arsip
kantor pemerintah daerah penggunaan UDC tampaknya tidak cocok karena tiga hal
berikut.
(1) Arsip pemerintah daerah hanya mencakup
subjek-subjek administrasi negara yang di dalam DDC atau UDC hanya mencakup
nomor 350 sehingga nomor yang dipakai akan terdiri atas digit yang banyak.
(2)
Notasi UDC sukar digunakan sebagai tanda pengenal arsip dan lokasinya.
(3)
Petugas arsip harus memperoleh pendidikan khusus, padahal jumlah petugas arsip
relatif banyak.
Untuk pengelolaan arsip, bagan subjek yang sangat
cocok dipergunakan adalah bagan klasifikasi subjek buatan sendiri. Jika untuk
pengelolaan arsip nasional sesuatu negara yang mencakup semua bidang kegiatan
negara bagan klasifikasi standar seperti DDC, UDC dan LC bisa digunakan.
2.
Daftar Klasifikasi Subjek Buatan Sendiri
Cara yang terbaik dalam penyimpanan arsip yang
mempergunakan sistem subjek adalah mempergunakan daftar klasifikasi subjek
buatan sendiri. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan, fungsi, dan tugas setiap
kantor tidaklah sama. Daftar buatan sendiri lebih cocok dengan kebutuhan dan
tujuan kantor masing-masing. Ada beberapa cara membuat daftar subjek.
1.
Cara yang paling sederhana membuat daftar subjek adalah dengan cara mencatat
setiap isi (perihal) surat yang diterima secara satu per satu di dalam satu
buku tulis. Daftar itu kemudian disusun menurut abjad. Beberapa istilah yang
sama cukup diambil satu untuk dimasukkan dalam daftar. Istilah subjek yang
dipilih untuk daftar subjek hendaklah memenuhi persyaratan (1) kata benda atau
yang dibendakan, (2) sedapat mungkin terdiri atas satu kata, (3) pengertiannya
jelas satu masalah atau subjek.
2.
Dengan mengumpulkan semua masalah yang ada pada seluruh instansi. Fungsi dan
tugas masing-masing unit kerja sudah jelas maka istilah subjek dapat diambil
dari fungsi dan tugas tersebut yang disesuaikan dengan kebutuhan suatu daftar
subjek. Misalnya, Personalia sebagai subjek pertama, kemudian Kesejahteraan
sebagai subjek kedua, dan Cuti sebagai subjek ketiga, dan seterusnya.
Daftar subjek dapat diklasifikasi menjadi dua, yaitu
(1) daftar subjek murni dan (2) daftar subjek berkode. Contoh, daftar subjek
murni adalah buku ensiklopedia (Encyclopaedia Britanica), atau daftar subjek
Sears List yang seringkali dipakai di perpustakaan. Daftar subjek berkode,
yakni daftar klasifikasi subjek yang dikembangkan oleh DDC, UDC dan LC.
Demikian juga untuk daftar subjek klasifikasi buatan sendiri, terdiri atas
daftar klasifikasi subjek murni dan daftar klasifikasi subjek berkode.
1)
Daftar Klasifikasi Subjek Murni
Daftar subjek murni adalah daftar yang berisikan
istilah-istilah subjek tanpa disertai kode (notasi) dan disusun menurut urutan
abjad. Daftar tersebut dapat disusun menurut dua cara urutan abjad, yakni
urutan abjad kamus dan urutan abjad ensiklopedia.
1.
Urutan abjad kamus adalah urutan abjad dari istilah-istilah yang disusun secara
terpisah, seperti pada susunan kamus, tanpa melihat hubunganhubungan istilah
dan tingkatan-tingkatannya.
2.
Urutan abjad ensiklopedia adalah urutan abjad berdasarkan istilah dari kelompok
yang jenjangnya setingkat, yakni setingkat dengan tingkatantingkatan
masing-masing kelompok seperti yang biasa digunakan pada susunan eksiklopedia.
Contoh urutan abjad kamus dan contoh abjad ensiklopedia sebagaimana dijabarkan
pada Tabel 1 di bawah ini.
2)
Daftar Klasifikasi Subjek Berkode
Daftar subjek berkode adalah daftar yang berisikan
istilah-istilah subjek yang dilengkapi dengan kode dari istilah subjek
bersangkutan. Kode atau biasa juga disebut notasi adalah tanda pengenal
(identitas) dari sesuatu istilah subjek. Kegunaan kode ini sesungguhnya adalah:
(1)
untuk memudahkan mengetahui kelompok dari sesuatu subjek, DAN
(2)
untuk memudahkan penentuan lokasi dan urutan-urutan penyimpanan bahan-bahan
dari subjek bersangkutan.
Gambar
2. Klasifikasi pada Sistem Pokok Masalah
Kegunaan kode yang terakhir lebih ditujukan kepada
penggunaan koleksi perpustakaan, rak berdasarkan kode yang ditempelkan pada
punggung buku. Untuk arsip yang banyak, seperti Arsip Nasional atau Sentral
Arsip suatu instansi, kode memang sangat diperlukan untuk menentukan lokasi dan
urut-urutan penyimpanan. Sementara itu, untuk arsip-arsip di bagian atau unit
suatu instansi penyertaan kode pada istilah subjek agaknya tidaklah diperlukan
benar, bahkan dapat menyulitkan petugas dalam mengingat kode untuk mengetahui
lokasi arsip. Persyaratan bagi model kode yang dipilih adalah (1) singkat dan
jelas, (2) mudah dipahami dan diingat; (3) mudah dibaca; (4) sederhana dalam
penulisan.
Ada tiga macam kode yang dapat dipilih, yakni angka,
haruf, dan gabungan angka dan huruf atau huruf dan angka.
1.
Kode angka dapat dapat berupa angka Arab, misalnya 1,2,3; angka Romawi misalnya
I, II, III; angka desimal misalnya 00, 11, 12.31; angka Duplex misalnya 1-3,
7-10, 11-13.
2.
Kode huruf dapat berupa huruf besar seperti A, B, C; huruf kecil seperti a, b,
c, d; gabungan huruf AA, AB, ac, ad, Ac; kependekakan seperti KU (keuangan), KP
(kepegawaian), PL (perlengkapan).
3.
Kode gabungan angka dan huruf atau huruf dan angka, misalnya KP.001, 2.a.,
a.21, 23.a.b.
Salah satu contoh dari daftar subjek berkode
dicantumkan berikut ini, yang diambil sebagian dari Daftar Klasifikasi
Kearsipan Dep. Dalam Negeri RI.
000
Umum
020
Peralatan
021
Alat Tulis
022
Mesin kantor
100
Pemerintahan
110
Pemerintahan Pusat
111
Presiden
112
Wakil Presiden
190
Hubungan Luar Negeri
191
Perwakilan asing
195
PBB
200 Politik
200
Politik
202
Orde Baru
210
Kepartaian
300
Keamanan Ketertiban Umum
310
Pertahanan
311
Darat
312
Laut
313
Udara
320
Kemiliteran
400
Kesejahteraan Rakyat
400
Kesejahteraan Rakyat
410
Pembangunan Desa
480
Media Massa
481
Penerbitan
482
Radio
483
Televisi
484
Film
485
Pers
Kode yang mewakili kelas masalah sebenarnya sudah
cukup memadai bagi penyimpanan dan penemuan kembali arsip. Jika untuk keperluan
khusus terutama untuk kecermatan dan ketepatan lebih lanjut, masalah atau
subjek dapat diteruskan dengan tambahan kode seperti bentuk penyajian, wilayah,
dan komponen.
Bentuk penyajian mendapat tambahan kode sebagaimana
contoh berikut ini.
--01
Laporan
--02
Statistik
--03
Seminar, Lokakarya
--04
Peraturan Perundang-undangan
--05
Penelitian
--06
Pendidikan
--07
Perencanaan
--08
Panitia
--09
Ceramah
Berikut ini diberikan contoh kode subjek yang
mempergunakan tambahan bentuk penyajian.
480
Media Massa
--03
Lokakarya
480.03
Lokakarya Media Massa
Untuk melengkapi masalah dengan wilayah maka kode
masalah dapat ditambah dengan kode wilayah sebagai berikut.
--1
Pusat
--2
Sumatra
--21
Aceh
--22
Sumatra Utara
--23--
--3
Jawa
--31
DKI Jakarta
--32
Jawa Barat
--33
--
--4
Kalimantan
--41
Kalimantan Barat
--42
Kalimantan Tengah
--43
--
--5
Sulawesi
--51
Sulawesi Utara
--52
Sulawesi tengah
--53
--
Kode masalah dapat juga ditambah dengan kode
singkatan nama instansi sebagaimana contoh berikut.
--IJ
Inspektorat Jenderal
--SJ
Sekretaris Jenderal
--SP
Direktorat Jenderal Sosial Politik dan seterusnya.
Contoh kode subjek yang disertai oleh kode singkatan
nama instansi.
700
Pengawasan
--SJ
Sekretariat Jenderal
700-SJ
Pengawasan di Sekretariat Jenderal
Dari pembehasan di atas, jelas bahwa pola
klasifikasi dan kode yang akan diterapkan sebaiknya adalah buatan sendiri
sehingga akan sesuai dengan kebutuhan arsip instansi bersangkutan.
C.
INDEKS RELATIF
Indeks relatif adalah suatu daftar yang berisi
istilah-istilah subjek, baik yang dimuat dalam daftar klasifikasi subjek maupun
tidak, yang disusun secara alfabetik yang berguna untuk memberikan petunjuk
kepada pemakai yang akan mencari subjek yang ditunjukkan oleh indeks. Indeks
tersebut terdapat dalam daftar klasifikasi subjek. Indeks relatif ini sangat
membantu terutama bila daftar klasifikasi subjek berisikan istilah subjek yang
cukup banyak dan menyulitkan pemakai menggunakannya. Dengan indeks relatif,
pemakai dapat mengetahui istilah subjek atau nomor kode subjek suatu surat yang
akan dipakai yang didapat dari daftar klasifikasi subjek untuk pengelompokan
surat yang bersangkutan. Indeks relatif mendaftar semua istilah subjek dari
berbagai tingkatan, baik subjek utama, subjek kedua, maupun subjek ketiga
secara satu-per satu dengan baik istilah dalam daftar subjek maupun tidak.
Semua istilah pada indeks relatif menunjuk kepada subjek yang terdapat pada
daftar subjek dengan kode klasifikasi.
Prosedur pencarian subjek, pertama petugas
menentukan sendiri subjeknya, kemudian mempergunakan indeks relatif untuk
mengetahui letak subjek pada daftar subjek. Kemudian memeriksa subjek pada
daftar subjek. Dengan demikian petugas menemukan subjek mulai dari subjek
utama, kedua, ketiga, dan seterusnya yang akan dipergunakan sebagai label map
pada surat yang bersangkutan. Karena ada daftar subjek yang tanpa kode
klasifikasi dan ada yang memakai kode klasifikasi, akibatnya ada dua jenis
indeks relatif, yakni jenis yang menunjuk kepada istilah subjek, dan yang
menunjuk kepada istilah subjek dengan kode klasifikasi. Sebagai contoh, indeks
relatif yang menunjuk kepada subjek yang terdapat pada subjek murni adalah
sebagai berikut.
Berikut ini sebuah contoh indeks hapus yang menunjuk
kepada nomor Klasifikasi
Untuk menemukan arsip yang disimpan dalam sistem
subjek diperlukan sarana untuk menemukan kembali (wakil dokumen) arsip yakni
kartu indeks.
Contoh kartu indeks adalah sebagai
berikut.
Gambar
Kartu Indeks
Keterangan cara mengisi kartu
indeks
·
Kolom titik-titik di sebelah kanan atas kartu indeks diisi kode nama
pengirim untuk surat masuk atau nama yang dikirimii surat untuk surat keluar
setelah nama-nama tersebut diindeks lebih dahulu.
·
Kolom caption/judul diisi nama pengirim (untuk surat masuk) atau nama yang kita
kirimi surat (untuk surat keluar).
·
Kolom tanggal: diisi tanggal suratnya.
·
Kolom nomor: diisi nomor surat bila suratnya dari lembaga/ditujukan untuk
lembaga.
· Kolom hal: diisi perihal suratnya.
·
Kolom kode: diisi kode penyimpanan. Misalnya surat masuk perihalnya mengenai
penerimaan pegawai maka diberi kode KP.00.2.
D.
PENUNJUK SILANG
Penunjuk silang pada dasarnya diartikan sebagai alat
bantu yang dapat digunakan untuk menemukan satu dokumen melalui nama lain atau
kata-kata tangkap (caption) lain yang bukan menerapkan caption yang sudah
dipergunakan dalam penyimpanan. Dalam sistem subjek seringkali terjadi satu
surat berisikan lebih dari satu perihal. Untuk surat yang demikian diperlukan
caption, agar surat tersebut dapat dicari melalui beberapa caption atau
pendekatan. Contoh, sepucuk/sebuah surat bobotnya 2 kg yang berisikan dua
perihal atau dua masalah yaitu masalah mobil dan sepeda motor. Contoh lain,
sepucuk surat berisikan dua perihal atau masalah, yakni masalah mobil dan masalah
motor. Untuk menghemat biaya fotokopi, petugas tidak perlu memfotokopi surat
tersebut, tetapi cukup menggantinya dengan selembar kertas berukuran setengah
folio yang berisikan petunjuk untuk menemukan surat yang bersangkutan. Lembar
tersebut disebut lembar petunjuk silang (cross-reference sheet).
Dalam sistem subjek, maka isi penunjuk silang adalah
dari subjek kedua menunjuk ke subjek pertama karena surat berada pada map yang
labelnya adalah subjek pertama. Karena menunjuk langsung ke lembar suratnya,
pada lembar penunjuk silang perlu diisikan data yang bersangkutan. Misalnya
nama pengirim, nomor surat, tanggal surat dan lain-lain identitas, dan
lain-lain identitas serta ringkasan. Lihat Gambar 4.
E.
PROSEDUR PENYIMPANAN
Sama seperti sistem-sistem penyimpanan yang lain,
prosedur penyimpanan sistem subjek terdiri atas langkah-langkah.
(1)
memeriksa
(2)
mengindeks
(3)
mengkode
(4)
menyortir
(5)
menempatkan
Prosedur penyimpanan pada sistem subjek dan
pelaksanaan selengkapnya adalah sebagai berikut.
1.
Memeriksa
Surat, arsip, atau dokumen yang akan disimpan
seyogianya diperiksa terlebih dahulu apakah dokumen itu sudah layak disimpan
atau masih harus beredar untuk dproses. Tanda bahasa surat, atau arsip
dokumensiap disimpan, biasa disebut juga dengan istilah release markdapat
berupa stempel, paraf, atautanda file lainnya yang perlu diteliti oleh petugas.
Pemeriksaan yang teliti oleh petugas itu merupakan hal penting, jangan sampai
ada surat yang seharusnya didistribusikan kepada pihak lain, tetapi disimpan
sehingga terjadilah apa yang disebut surat “hilang”. Dengan demikian akan
terjadi tuduh-menuduh dan saling menyalahkan sesama petugas.
2.
Mengindeks
Mengindek adalah proses menentukan kata-tangkap
(caption) suatu surat atau dokumen untuk kepentingan penyimpanan. Di dalam
sistem subjek kata - tangkap tersebut adalah istilah subjek yang ditentukan
berdasarkan isi surat dan dokumen. Di dalam pekerjaan diharapkan petugas dapat
menentukan subjek surat tidak hanya berdasarkan subjek yang tertulis pada
perihal surat, tetapi hendaknya membaca surat secara keseluruhan sehingga dapat
menentukan subjek surat. Subjek surat inipun merupakan atau perkiraan petugas
karena selanjutnya petugas harus mempergunakan indeks relative. Dari indeks
relative ini. diketahui istilah subjek yang akan dipergunakan dan selanjutnya
petugas dapat melihat daftar klasifikasi subjek untuk mengetahui istilah yang
lebih terperinci dan lengkap.
3.
Mengode
Mengode adalah memberi tanda pada surat dengan cara
menuliskan katakata “Personalia-Penerimaan-Sarjana-Pertanian” di atas kertas
surat bersangkutan dengan tulisan tangan sebagaimana terdapat pada Gambar 5.
Dengan kode, petugas dapat menyortir ataupun
menempatkan surat bersangkutan sesuai dengan subjek yang benar. Dapat pula
berdasarkan kode tersebut petugas dapat menempatkan (menyimpan) surat yang
dikembalikan dari peminjaman ke tempatnya semula tanpa mengalami kesukaran
karena kode penyimpanannya sudah ada.
4.
Menyortir
Penyortiran perlu
dilakukan bila surat yang akan disimpan jumlahnya cukup banyak berguna untuk
memudahkan pekerjaan penempatan di tempat penyimpanan. Dengan penyortiran,
surat-surat disimpan secara bergiliran kelompok demi kelompok. Jika surat yang
akan disimpan sedikit, yang dimaksud ialah tidak perlu disortir. Pekerjaan
penyortiran seperti ditunjukkan pada Gambar 6.
5.
Menempatkan
Dalam sistem subjek pengelompokan arsip atau dokumen
berdasarkan subjek atau pokok masalah. Penunjuk yang dipergunakan untuk map,
laci almari arsip, map ordner, rap arsip, dan lain-lain sarana penyimpanan
arsip, berupa istilah subjek. Istilah tersebut dimulai dari kelas utama, kelas,
subkelas, subsubkelas, tergantung jumlah surat dari subjek bersangkutan yang
disimpan dengan pengelompokkan yang lebih terperinci.
Apabila alat yang digunakan untuk menyimpan adalah
map gantung dalam lemari arsip, surat mula-mula ditempatkan dalam map dengan
label subjek utama. Apabila suratnya banyak subjek utama menjadi label laci.
Apabila dokumen yang disimpan sangat banyak, almari arsip dapat berlabelkan
subjek utama.
Agar mudah dipahami, diambil contoh sederhana yakni
penyimpanan dengan map gantung. Misalnya, subjek personalia terdiri atas
tingkatan-tingkatan sebagai berikut. (1) Subjek utama=Personalia; (2)
subjek=Penerimaan; (3) subsubjek=Sarjana; sub-subsubjek=Pertanian. Prosedur
penyusunannya adalah sebagai berikut.
1.
Mula-mula sebuah map gantung diberi label Personalia. Semua surat yang
subjeknya personalia disimpan di map itu. Map tersebut berfungsi sebagai map
campuran, dengan label map terletak pada posisi pertama.
2.
Apabila kelompok subjek penerimaan yang ada di map campuran tersebut sudah
berjumlah lima surat, maka surat-surat itu dikeluarkan dan disimpan dalam map
tersendiri dengan label Penerimaan. Labelnya ditempatkan pada posisi kedua.
Pada map Penerimaan ini tercampur surat-surat Sarnaja, SLTA, SLTP dan lain-lain
(Gambar 7 a dan b).
3.
Apabila surat Sarjana sudah berjumlah lima surat maka surat-suratnya
dikeluarkan dan disimpan dalam map tersendiri dengan label Sarjana. Label
tersebut ditempatkan pada label ketiga (gambar 7c).
4.
Bila surat mengenai Sarjana Pertanian, misalnya sudah berjumlah 5 maka surat
itupun dikeluarkan dan disimpan dalam map dengan label Pertanian. Label
tersebut ditempatkan pada posisi keempat (Gambar 7d).
5.
Sekarang, surat-surat Personalia akan berada pada kelompok map yang disusun
berurutan mulai dari map dengan label PERSONALIA, PENERIMAAN, SARJANA, dan
PERTANIAN (lihat Gambar 8). Kalau istilah subjeknya disertai kode (misalnya
kode angka) maka label ditambahkan kode angka, misalnya 200 PERSONALIA.
Dengan ditambahkan kode angka desimal (persepuluhan)
maka sistemnya disebut “Sistem-Subjek Bernomor.” Susunan map ataupun alat
penyimpanan lain yang dipergunakan dalam sistem tersebut adalah berurutan dari
nomor kecil ke nomor yang lebih besar (Gambar 9). Apabila alat penyimpanan yang
dipakai adalah map ordner, 1 rak almari yang berisi sekian banyak map ordner
dapat berlabelkan subjek tertentu.
Misalnya, PERSONALIA. Isi rak tersebut adalah
surat-surat mengenai kepersonaliaan. Jumlah map ordner yang dipakai tentulah
tergantung kepada jumlah surat atau dokumen yang disimpan. Jika suratnya
sedikit, biasanya cukup mempergunakan 1 map ordner untuk 1 subjek. Jadi, sesuai
dengan perkembangannya, mula-mula semua surat kepersonaliaan,
bila masih sedikit disimpan dalam map ordner dengan label
PERSONALIA. Map ordner ini diisi dengan subjek yang suratnya ada
dengan dipisahkan oleh penyekat-penyekat yang berfungsi juga
sebagai penunjuk (guide).
Misalnya pada map subjek utama Personalia terdapat
pokok masalah atau subjek-subjek KESEJAHTERAAN, MUTASI, PHK, PENERIMAAN,
PENSIUNAN, dan SK (Gambar 10a). Jika surat-surat tentang Penerimaan sudah
berjumlah lima maka subjek ini sudah dapat ditempatkan pada map ordner
tersendiri dengan label PENERIMAAN. Di dalam PENERIMAAN terdapat surat-surat
dengan subsubjek SARJANA, SARJANA MUDA, SLTA, SLTP, dan SD (Gambar 10b).
Apabila surat bertambah banyak, misalnya surat dari
subsubjek Sarjana sudah mencapai 5, maka subsubjek tersebut dikeluarkan dari
map ordner PENERIMAAN dan diberi map tersendiri dengan label SARJANA. Setiap
kelompok yang suratnya 5 akan diberi map ordner tersendiri. Sur at-surat mengenai
Sarjana dikelompokkan lebih terperinci dengan label masing-masing, yakni
ADMINISTRASI, EKONOMI, HUKUM, PERTANIAN, TEKNIK, dan lainnya (Gambar 10c). Jika
surat tentang Sarjana Pertanian sudah berjumlah 5, maka diberikan map ordner
tersendiri dengan label PERTANIAN. PERTANIA N ini disebut tingkatan
subsubsubjek yang susunan di dalamnya berdasarkan alfabetis nama (Gambar 10d).
Untuk memudahkan menyusun map ordner sistem subjek
di rak almari, maka dapat digunakan Sistem Subjek Bernomor sehingga map-map yang
berada di bawah satu subjek utama, misalnya PERSONALIA, KREDIT, KEUANGAN dan
sebagainya akan dikelompokkan menurut susunan nomor masing-masing. Untuk lebih
jelasnya lihat Gambar 11.
Misalnya: 200 PERSONALIA
210 PENERIMAAN
211 SARJANA
211.1 PERTANIAN
Gambar
11 Map Ordner Sistem Subjek
E.
PENYIMPANAN DAN PENEMUAN ARSIP DENGAN SISTEM
SUBJEK
Arsip pada dasarnya
bisa disimpan di filing cabinet atau di ordner. Dalam pengelolaan arsip dengan
sistem pokok masalah, arsip surat masuk dan surat keluar disimpan menjadi satu.
Untuk arsip yang disimpan di filing cabinet, perhatikan gambar berikut.
Keterangan
Gambar:
HM
= Humas
KP
= Kepegawaian
KU
= Keuangan
PL
= Perlengkapan
Laci
KP laci untuk menyimpan arsip kepegawaian
Untuk menyimpan arsip
baik disimpan di ordner maupun di filing cabinet diperlukan daftar klasifikasi
masalah. Contoh daftar klasifikasi masalah untuk kepegawaian sebagai pedoman penyimpanan
arsip di PT Bayu Adhi:
KP = Kepegawaian
00 = Pengadaan
00.1 = Formasi
Naskah-naskah yang
berkenaan dengan perencanaan pegawai, nota usulan formasi sampai dengan
persetujuan tergolong klasifikasi ini.
00.2 = Penerimaan
Naskah-naskah yang
bearkenaan dengan penerimaan pegawai, mulai dari pengumuman, lamaran, pemanggilan
testing, pengumuman yang diterima sampai dengan pengangkatan calon pegawai
termasuk klasifikasi ini.
00.3 = Pengangkatan
Berisi naskah-naskah
yang berkenaan dengan pengangkatan calon pegawai menjadi pegawai negeri, mulai
dari pemeriksaan kesehatan sampai dengan pengangkatannya.
10 = Ketatausahaan
10.1 = Izin/Dispensasi
Naskah-naskah yang
berkenaan dengan izin tidak masuk kerja atas permintaan sendiri yang diajukan
oleh instansi lain, termasuk di dalamnya tugas luar instansi dan atas
permintaan pegawai yang bersangkutan termasuk klasifikasi ini.
10.2 = Data/Keterangan
Berisi naskah-naskah
yang berkenaan dengan data/keterangan pegawai dan keluarganya, termasuk di
dalamnya surat penunjukkan penghubung ke instansi lain.
20 = Pembinaan Pegawai
20.1 = Pendidikan dan Pelatihan
Berisi naskah-naskah
yang berkenaan dengan pembinaan dalam rangka pengembangan pegawai baik di dalam
maupun di luar negeri, termasuk di dalamnya pemberian bea siswa.
20.2 = KORPRI
Berisi naskah-naskah
yang berhubungan dengan organisasi KORPRI.
20.3 = Penilaian Pelaksanaan Kerja
Berisi naskah-naskah
yang berhubungan dengan penilaian pelaksanaan pekerjaan dalam rangka pembinaan
pegawai.
20.4 = Screening
Berisi naskah-naskah
yang berhubungan dengan screening untuk pembinaan pegawai.
30 = Mutasi
30.1 = Kenaikan Pangkat/Golongan
Berisi naskah-naskah
yang berkenaan dengan kenaikan pangkat/ golongan termasuk di dalamnya ujian
dinas.
30.2 = Kenaikan Gaji Berkala
Berisi naskah-naskah
yang berkenaan dengan kenaikan gaji berkala.
30.3 = Penyesuaian Masa Kerja
Berisi naskah-naskah
yang berkenaan dengan perhitungan masa kerja untuk menyesuaikan ruang/gaji.
30.4 = Penyesuaian Tunjangan Keluarga
Berisi naskah-naskah
yang berkenaan dengan penyesuaian tunjangan keluarga.
30.5 = Alih Tugas
Berisi naskah-naskah
yang berkenaan dengan alih tugas dalam rangka pemantapan tugas/pekerjaan.
30.6 = Jabatan Struktural/Fungsional
Berisi naskah-naskah
yang berkenaan dengan pengangkatan dan pemberhentian dalam jabatan
struktural/fungsional.
40 = Kesejahteraan
40.1 = Kesehatan
Berisi naskah-naskah
yang bearkenaan dengan penyelenggaraan kesehatan pegawai, asuransi kesehatan,
dan pemeriksaan kesehatan pejabat.
40.2 = Cuti
Berisi naskah-naskah
yang berkenaan dengan hak cuti pegawai yang meliputi cuti tahunan, cuti karena
alasan penting, cuti sakit, cuti bersalin, cuti besar, dan cuti di luar
tanggungan negara.
40.3 = Rekreasi/Kesenian/Olahraga
Cukup jelas
40.4 = Bantuan Sosial
Berisi naskah-naskah
yang berkenaan dengan pemberian bantuan/tunjangan sosial kepada pegawai dan
keluarganya yanmengalami musibah, termasuk di dalamnya bantuan sosial yang diberikan
kepada pihak lain, sumbangan-sumbangan, dan tunjangan hari raya.
40.5 = Koperasi
Berisi naskah-naskah
yang berkenaan dengan dengan organisasi koperasi termasuk di dalamnya urusan bahan
pokok pegawai.
40.6 = Antar Jemput
Cukup jelas
40.7 = Perumahan
Berisi naskah-naskah
yang berkenaan dengan perumahan pegawai.
40.8 = Barang Elektronik
Berisi naskah-naskah
yang berkenaan dengan pengadaan barang elektronik untuk kebutuhan pegawai.
50 = Hukuman Disiplin
Mencakup naskah-naskah
yang berkenaan dengan hukuman disiplin pegawai, meliputi teguran tertulis,
pernyataan tidak secara tertulis,
penundaan/penurunan gaji berkala, penundaan/penurunan pangkat/golongan, dan
pembebasan jabatan.
60 = Pemutusan Hubungan Kerja
60.1 = Pensiun
Meliputi naskah-naskah
yang berhubungan dengan pension pegawai, mulai dari pengajuan permohonan sampai
dikeluarkannya surat keputusan pensiun, termasuk di dalamnya pensiun janda/duda
dan anak.
60.2 = Permintaan Sendiri
Naskah-naskah yang
bekenaan dengan pemberhentian dengan hormat atas pemintaan sendiri mulai dari
pengajuan permohonan sampai dengan dikeluarkannya surat keputusan
pemberhentian.
60.3 = Meninggal Dunia
Cukup jelas.