Selasa, 31 Maret 2015

INTERPERSONAL EMPLOYEES RELATION TENTANG “STRES KERJA”

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Sering kita jumpai didalam kehidupan sehari-hari beberapa orang yang mengalami stres, baik dalam kehidupan sosial maupun dilingkungan kerja. Pekerjaan yang terlalu sulit serta keadaan sekitar yang monoton juga akan dapat menyebabkan stres dalam bekerja di beberapa Perusahaan.
Masalah Stres kerja di dalam kehidupan organisasi perusahaan menjadi gejala yang penting diamati sejak mulai timbulnya tuntutan untuk efisien di dalam pekerjaan. Akibat adanya stres kerja tersebut yaitu orang menjadi nervous, merasakan kecemasan yang kronis, peningkatan ketegangan pada emosi, proses beriikir dan kondisi fisik individu. Selain itu, sebagai hasil dari adanya stres kerja karyawan mengalami beberapa gejala stres yang dapat mengancam dan mengganggu pelaksanaan kerja mereka, seperti : mudah marah dan agresi, tidak dapat relaks, emosi yang tidak stabil, sikap tidak mau bekerja sama, perasaan tidak mampu terlibat,dan kesulitan dalam masalah tidur.
Text Box: 1Banyak juga orang yang kurang menyadari gejala timbulnya stres tersebut dalam kehidupannya padahal apabila kita mengetahui lebih dini mengenai gejala stres tersebut kita dapat mencegahnya. Upaya pencegahan ini dapat dilakukan dengan maksud agar terjaminnya keamanan dan kenyamanaan dalam bekerja. Apabila seseorang sedang yang mengalami stres dan melakukan pekerjaan itu, maka akan mengganggu keamanan dan kenyamanaan dalam bekerja.
Untuk menjaga keamanan dan kenyamanaan kerja tersebut psikologi seseorang juga harus stabil agar terjadi hubungan yang harmonis antara faktor kejiwaan serta kondisi yang terjadi. Jadi kita harus memperhatikan secara lebih baik lingkungan yang dapat mempengaruhi psikologi (kejiwaan) seseorang sehingga stres dapat diminimalisir.
Namun tidak dapat disangkal bahwa stres dalam bekerja pasti akan terjadi pada setiap individu karyawan. Mereka mengalami stres karena dipengaruhi dari pekerjaan itu sendiri maupun lingkungan tempat dimana karyawan tersebut bekerja. Seseorang yang mengalami stres dalam bekerja tidak akan mampu menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Peran perusahaan disini muncul untuk memperhatikan setiap kondisi kejiwaan (stres) yang dialami oleh karyawannya. Dalam hal ini perusahaan harus menanganinya dengan baik bagi karyawan tersebut serta tidak mengurangi kinerja karyawannya.
Melihat masalah stres yang sering terjadi serta bagaimana penangannya yang baik kami akan membahasanya dalam makalah ini agar kita bisa mengetahui bagaimana stres dan penanggulangannya serta pencegahan stres itu terutama dalam lingkungan kerja. Secara lebih jelas mengenai stres dan stres kerja akan kami bahas pada berikutnya.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Apa yang dimaksud dengan stres kerja?
2.      Apa saja jenis-jenis stres?
3.      Apa yang menjadi penyebab stres?
4.      Apa saja sumber-sumber stres kerja?
5.      Apa saja dampak dari stres kerja?
6.      Bagaimana tahapan stres kerja?
7.      Bagaimana bentuk respon terhadap stres kerja?
8.      Bagaimana strategi mengelola stres?
9.      Bagaimana cara mencegah dan teknik pengelolaan stres?

C.    Tujuan
Adapun tujuan berdasarkan rumusan masalah di atas adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan stres kerja.
2.      Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis stres.
3.      Untuk mengetahui apa yang menjadi penyebab stres.
4.      Untuk mengetahui apa saja sumber-sumber stres kerja.
5.      Untuk mengetahui apa saja dampak dari stres kerja.
6.      Untuk mengetahui bagaimana tahapan stres kerja.
7.      Untuk mengetahui bagaimana bentuk respon terhadap stres kerja.
8.      Untuk mengetahui bagaimana strategi mengelola stres.
9.      Untuk mengetahui bagaimana cara mencegah dan teknik pengelolaan stres.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Stres Kerja
Stres mempunyai arti yang berbeda-beda bagi masing-masing individu atau menurut beberapa ahli diantaranya: Menurut John Suprihanto, Prakoso Hadi (2003:62), bahwa stres adalah konsekuensi setiap tindakan dan situasi lingkungan yang menimbulkan tuntunan psikologis dan fisik yang berlebih pada seseorang.
Menurut Charles D, Spielberger (dalam Ilandoyo, 2001:63) menyebutkan bahwa stres adalah tuntutan-tuntutan eksternal yang mengenai seseorang, misalnya obyek-obyek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara obyektif adalah berbahaya. Stres juga biasa diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang.
Luthans (dalam Yulianti, 2000:10) mendefinisikan stres sebagai suatu tanggapan dalam menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dan proses psikologis, sebagai konsekuensi dari tindakan Hngkungan, situasi atau peristiwa yang terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologis dan fisik seseorang, Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stres kerja timbul karena tuntutan lingkungan dan tanggapan setiap individu dalam menghadapinya dapat berbeda.
Text Box: 4Menurut Davis dan Newstrom (1985), stres kerja adalah:
Kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses pikiran, dan kondisi fisik seseorang, apabila stres ini terlalu besar maka dapat mengancam kemampuan seseorang dalam menghadapi lingkungan.[1]

Dalam kehidupan sehari-hari stres dapat diartikan sebagai sesuatu yang membuat kita mengalami tekanan mental atau beban kehidupan, suatu kekuatan yang mendesak atau mencekam yang menimbulkan ketegangan, mengganggu keseimbangan karena masalah atau tuntutan penyesuaian diri. Menurut Selye H. (2004): “Stres adalah respon manusia yang bersifat nonspesifik terhadap setiap tuntutan kebutuhan yang ada pada dirinya”[2]. Pendapat lain dikemukakan oleh Donnelly (1985) mengenai stres kerja yang menyatakan bahwa:
Stres kerja adalah suatu tanggapan adaptif, ditengahi oleh perbedaan individu dan/atau proses psikologi, yaitu suatu konsekuensi dari setiap kegiatan (lingkungan), situasi, atau kejadian eksternal yang membebani tuntutan psikologis atau fisik yang berlebihan terhadap seseorang.[3]

Menurut penelitian Datzer dan Kelley (2002): “Stres dihubungkan dengan daya tahan tubuh yaitu berupa fisik, emosional dan perilaku”[4]. Pengaruh stres terhadap daya tahan tubuh ditentukan oleh jenis, lamanya, dan frekuensi stres yang dialami seseorang, jika stres yang dialami seseorang berjalan sangat lama maka akan membuat letih daya tahan yang ada pada tubuh dan akhirnya melemahkan daya tahan itu sendiri.
Dari beberapa definisi di atas dapat dilihat bahwa stres kerja memberikan pengaruh yang sangat besar pada kondisi psikologis maupun fungsi fisiologisnya, Semua orang tidak akan bereaksi sama terhadap suatu stressor karena respon seseorang terhadap stressor sangat dipengaruhi oleh ambang stres yang dimilikinya dan beberapa faktor lainnya, selain itu stres kerja sangat mempengaruhi daya tahan tubuh karena ditentukan oleh jenis, lamanya dan frekuensi stres yang dialami seseorang.

B.     Jenis-Jenis Stres
Menurut Fawzi (2001): “Perhatian terhadap masalah stres harus dibedakan atas jenisnya yaitu stres yang disebut eustres (yang berdampak positif) dan distress (yang berdampak negatif)”.[5]
Stres yang berdampak positif dapat menjadi sesuatu yang menyenangkan karena dapat memberikan semacam rangsangan dan motivasi untuk memecahkan suatu masalah sehingga dapat mencapai hasil yang optimal, namun dalam kehidupan sehari-hari stres yang dialami kebanyakan adalah distress yaitu stres yang mengakibatkan dampak merugikan bagi manusia seperti terganggunya kesehatan, kehidupan, penampilan, tingkah laku, dan sikap. Reaksi yang diberikan seseorang dalam menghadapi stressor menunjukkan karakter yang dimilikinya dan sampai dimana batas kemampuan mereka untuk mengatasinya.
Lebih jelasnya mengenai jenis-jenis stresa akan diuraiakan sebagai berikut:
1.      Eustress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi.
2.      Distress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian.

C.    Penyebab Stres
Setiap orang mempunyai reaksi dan cara yang berbeda dalam menghadapi suatu situasi yang sama. Berikut ini akan dijelaskan beberapa penyebab umum stres:
1.      Penyebab Fisik
a.       Kebisingan
Kebisingan yang terus-menerus dapat menjadi sumber stres bagi banyak orang. Namun perlu diketahui bahwa terlalu tenang juga  dapat menyebabkan hal yang sama.
b.      Kelelahan
Masalah kelelahan ini dapat menyebabkan stres karena kemampuan untuk bekerja menurun. Kemampuan bekerja menurun menyebabkan prestasi menurun dan tanpa disadari menimbulkan stres.


c.       Penggeseran kerja
Mengubah pola kerja yang terus-menerus dapat menimbulkan stress. Hal ini disebabkan karena seorang karyawan sudah terbiasa dengan pola kerja yang lama dan sudah terbiasa dengan kebiasaan-kebiasaan lama.
d.      Jet-lag
Jet-lag adalah jenis kelelahan khusus yang disebabkan oleh perubahan waktu sehingga mempengaruhi irama tubuh seseorang.
e.       Suhu dan kelembaban
Bekerja dalam ruangan yang suhunya terlalu tinggi dapat mempengaruhi tingkat prestasi karyawan. Suhu yang tinggi harus dapat ditoleransi dengan kelembaban yang rendah.
2.      Beban Kerja
Beban kerja yang terlalu banyak dapat menyebabkan ketegangan dalam diri seseorang sehingga menimbulkan stres. Hal ini bisa disebabkan oleh tingkat keahlian yang dituntut terlalu tinggi, kecepatan kerja mungkin terlalu tinggi, volume kerja mungkin terlalu banyak dan sebagainya.
3.      Sifat Pekerjaan
a.       Situasi baru dan asing
Menghadapi situasi baru dan asing dalam pekerjaan atau organisasi, seseorang akan merasa sangat tertekan sehingga dapat menimbulkan stres.
b.      Ancaman pribadi
Suatu tingkat kontrol (pengawasan) yang terlalu ketat dari atasan menyebabkan seseorang merasa terancam kebebasannya.
c.       Percepatan
Stres bisa terjadi apabila ketidakmampuan seseorang untuk memacu pekerjaan.
d.      Ambiguitas
Kurangnya kejelasan terhadap apa yang harus dikerjakan (dwi arti), akan menimbulkan kebingungan dan keraguan bagi seseorang untuk melaksanakan suatu pekerjaan.
e.       Umpan balik
Standar kerja yang tidak jelas dapat membuat karyawan tidak puas karena mereka tidak pernah tahu prestasi mereka. Disamping itu, standar kerja tidak jelas juga dapat dipergunakan untuk menekan karyawan.
4.      Kebebasan
Kebebasan yang diberikan kepada karyawan belum tentu merupakan hal yang menyenangkan. Ada sebagian karyawan justru dengan adanya kebebasan membuat mereka merasa ketidakpastian dan ketidakmampuan dalam bertindak. Hal ini dapat merupakan sumber stres bagi seseorang.
5.      Kesulitan
Kesulitan-kesulitan yang dialami dirumah, seperti ketidakcocokan suami-istri, masalah keuangan, perceraian dapat mempengaruhi prestasi seseorang dan merupakan sumber stres bagi seseorang.
Reaksi terhadap stres kerja bervariasi antara orang yang satu dengan yang lain, perbedaan ini sering disebabkan oleh faktor psikologis dan sosial yang tampaknya dapat merubah dampak stres bagi individu. Menurut Smet (1994) faktor yang mempengaruhi pengalaman stres kerja menjadi lima (5), yaitu:[6] 
1.      Variabel dalam kondisi individu: umur, tahap perkembangan, jenis kelamin, temperamen, faktor genetik, inteligensi, pendidikan, suku, kebudayaan, status ekonomi, dan kondisi fisik.
2.      Karakteristik kepribadian: introvert-ektrovert, stabilitas emosi secara umum, tipe kepribadian A, locus of control, kekebalan dan ketahanan. 
3.      Sosial-kognitif: dukungan sosial yang dirasakan, jaringan sosial. 
4.      Hubungan dengan lingkungan sosial, dukungan sosial yang diterima.
5.      Strategi koping, mempunyai dua fungsi menurut Lazarus & Folkam (1994), yaitu:[7]
a.       Emotion – Focused Coping (fokus pada emosi) di gunakan untuk mengatur respon emosional terhadap stres, dengan cara penghindaran, pengambilan jarak, perhatian yang bersifat selektif, dan pengambilan makna dari kejadian-kejadian yang negatif. 
b.      Problem – Focused Coping (fokus pada pemecahan masalah). Individu akan mengatasinya dengan mempelajari cara-cara atau ketrampilan yang baru, individu akan cenderung melakukan strategi ini bila dirinya yakin akan dapat mengubah situasi. 
Menurut Sarafino (1990) faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja terdiri dari:[8]
1.      Lingkungan fisik yang terlalu menekan (kebisingan, temperature, udara yang lembab, penerangan dikantor yang kurang terang. 
2.      Kurang control.  
3.      Kurangnya hubungan interpersonal.
4.      Kurangnya pengakuan terhadap kemajuan kerja. 
Menurut Sunaryo (2004) faktor-faktor yang mempengaruhi stres adalah:[9]
1.      Faktor biologis, herediter, konstitusi tubuh, kondisi fisik.
2.      Faktor psikoedukatif / sosiocultural, perkembangan kepribadian, pengalaman, dan kondisi yang mempengaruhi. 
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor variabel dalam kondisi individu, karakteristik kepribadian, sosial-kognitif, hubungan dengan lingkungan sosial dan strategi koping akan mempengaruhi stres kerja individu itu sendiri.

D.    Sumber-Sumber Stres Kerja 
Menurut Wilkinson (2002):
Sumber stres kerja dapat berasal dari lingkungan fisik maupun mental/psikologis, stressor fisik misalnya: kuman penyakit, kecelakaan, dan kekurangan gizi sedangkan stressor mental berupa frustrasi, konflik sosial, tekanan dan krisis.[10]

Cooper dan Marshall (dalam Hidayat; 1998:233-237) mengidentifikasikan tujuh sumber stres kerja yang utama, diantaranya, faktor yang melekat dalam pekerjaan, peran dalam organisasi, hubungan-hubungan dalam organisasi, pengembangan karir, struktur dan iklim organisasi, hubungan perusahaan/organisasi dengan pihak luar, faktor yang ada dalam diri subyek.
Dari ketujuh sumber tersebut jelas berhubungan dengan organisasi, sedang sisanya merupakan kombinasi dan bersifat individu, tapi bila ditelusuri lebih jauh ternyata faktor individu dan faktor organisasi merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Menurut Robbins (1996): “Sumber stres kerja yang potensial berasal dari lingkungan, organisasional, dan individual”[11]. Penjelasannya adalah sebagi berikut:
1.      Lingkungan
Perubahan dalam daur bisnis menciptakan ketidakpastian ekonomi ini sering diiringi dengan pengurangan yang permanen tenaga kerja, pemberhentian masal sementara, gaji yang dikurangi, pekan kerja yang lebih pendek dan semacamnya, selain itu ketidakpastian politik dan ketidakpastian teknologi dapat menyebabkan stres kerja. 
2.      Organisasional
Faktor yang menjadi sumber atau mempengaruhi stres kerja cukup banyak jumlahnya, sebagai berikut: kekaburan peran dan konflik peran, kelebihan beban kerja (work Overload), tanggung jawab terhadap orang lain (responsibility for people), pengembangan karier (career development), kurangnya kohesi kelompok, dukungan kelompok yang tidak memadai, struktur dan iklim organisasi (organizational structure and climate), wilayah organisasi (Organizational territory), karekteristik tugas (task characteristic), pengaruh kepemimpinan (leadership influence). 
3.      Individual
Lazimnya individu hanya bekerja 40 sampai 50 jam sepekan. Pengalaman dan masalah yang dijumpai orang diluar jam kerja yang lebih dari 120 jam tiap pekan dapat meluber ke pekerjaan, faktor ini mencakup isyu keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik kepribadian yang intern. Kesulitan pernikahan, pecahnya suatu hubungan dan kedisiplinan merupakan contoh masalah hubungan yang menciptakan stres bagi karyawan sehingga terbawa ke tempat kerja. 
Menurut Sutherland dan Cooper (1994) sumber stres kerja berasal langsung dari pekerjaan dan interaksi antara lingkungan sosial dengan pekerjaan, meliputi:[12]
1.      Stressor yang ada dalam pekerjaan itu sendiri. (contoh: beban kerja, fasilitas kerja yang kurang, proses pengambilan keputusan yang lama) 
2.      Konflik peran, peran didalam kerja yang tidak jelas, tanggung jawab yang tidak jelas. 
3.      Masalah dalam hubungan dengan orang lain. (contoh: hubungan dengan atasan, rekan sejawat, dan pola hubungan atasan dengan bawahan).
4.      Perkembangan karir: under/ over – promotion, dan keselamatan kerja.
5.      Iklim dan struktur organisasi.
6.      Adanya konflik antara tuntutan kerja dengan tuntutan keluarga. 
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa sumber stres kerja berasal dari lingkungan yang meliputi: ketidakpastian politik, ekonomi, dan teknologi. Organisasi meliputi: kekaburan peran dan konflik peran, kelebihan beban kerja, struktur dan iklim organisasi, dan lain-lain. Individu meliputi: tuntutan keluarga, masalah ekonomi pribadi, konflik sosial.

E.     Dampak Stres
Pada umumnya stres kerja lebih banyak merugikan diri karyawan maupun perusahaan. Pada diri karyawan, konsekuensi tersebut dapat berupa menurunnya gairah kerja, kecemasan yang tinggi, frustrasi dan sebagainya (Rice, 1999). Konsekuensi pada karyawan ini tidak hanya berhubungan dengan aktivitas kerja saja, tetapi dapat meluas ke aktivitas lain di luar pekerjaan. Seperti tidak dapat tidur dengan tenang, selera makan berkurang, kurang mampu berkonsentrasi, dan sebagainya.
Sedangkan Arnold (1986) menyebutkan bahwa ada empat konsekuensi yang dapat terjadi akibat stres kerja yang dialami oleh individu, yaitu terganggunya kesehatan fisik, kesehatan psikologis, performance, serta mempengaruhi individu dalam pengambilan keputusan.
Penelitian yang dilakukan Halim (1986) di Jakarta dengan menggunakan 76 sampel manager dan mandor di perusahaan swasta menunjukkan bahwa efek stres yang mereka rasakan ada dua. Dua hal tersebut adalah:
1.      Efek pada fisiologis mereka, seperti: jantung berdegup kencang, denyut jantung meningkat, bibir kering, berkeringat, mual.
2.      Efek pada psikologis mereka, dimana mereka merasa tegang, cemas, tidak bisa berkonsentrasi, ingin pergi ke kamar mandi, ingin meninggalkan situasi stres.
Bagi perusahaan, konsekuensi yang timbul dan bersifat tidak langsung adalah meningkatnya tingkat absensi, menurunnya tingkat produktivitas, dan secara psikologis dapat menurunkan komitmen organisasi, memicu perasaan teralienasi, hingga turnover (Greenberg & Baron, 1993; Quick & Quick, 1984; Robbins, 1993).

F.     Tahapan Stres kerja 
Gangguan stres biasanya timbul secara lamban, tidak jelas kapan mulainya dan sering kali tidak menyadari, menurut Robert (dalam Hawari; 1999:50) tahapan stres dikemukakan sebagai berikut: 
1.      Stres tingkat pertama
Tahapan ini merupakan tingkat stres yang paling ringan dan biasanya disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut: semangat besar, penglihatan tajam tidak sebagaimana biasanya, kemampuan menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya Tahapan ini biasanya menyenangkan sehingga orang bertambah semangat tanpa disadari sebenarnya cadangan energinya sedang menipis.
2.      Stres tingkat kedua
Dalam tahapan ini dampak stres yang menyenangkan sudah mulai hilang, keluhan yang sering muncul adalah: merasa letih sewaktu bangun pagi, merasa lelah setelah makan siang, merasa lelah menjelang sore hari, terkadang muncul gangguan sistem pencernaan, perasaan tegang pada otot punggung dan tengkuk, perasaan tidak bisa santai.


3.      Stres tingkat ketiga
Tahapan ini keluhan keletihan mulai tampak disertai dengan gejala-gejala: gangguan usus lebih terasa, otot lebih tegang, gangguan tidur, perasaan tegang semakin meningkat, badan terasa goyang dan mau pingsan.
4.      Stres tingkat empat
Tahapan ini menunjuk pada keadaan yang lebih buruk dengan ciri: sulit untuk bertahan sepanjang hari, kegiatan yang semula menyenangkan kini terasa sulit, kehilangan kemampuan untuk menanggapi, situasi, pergaulan sosial, dan kegiatan-kegiatan lainya terasa berat, tidur semakin susah, perasaan negativistik, kemampuan berkonsentrasi menurun tajam, perasaan takut yang tidak dapat dijelaskan.
5.      Stres tingkat kelima
Tahap ini lebih mendalam dari pada tahap keempat, yaitu: keletihan yang mendalam, pekerjaan sederhana saja kurang mampu dikerjakan, gangguan sistem pencernaan, perasaan yang mirip panik.
6.      Stres tingkat keenam
Tahap ini merupakan keadaan gawat darurat tidak jarang penderita dibawa ke ICCU, gejala tahap ini cukup mengerikan antara lain: debaran jantung yang amat kuat, sesak nafas, badan gemetar, tubuh dingin, keringat bercucuran, dan pingsan.
Menurut Selye (dalam Hidayat; 1998:231) stres kerja dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:
1.      Tahap Alarm Stage, awal pengerahan dimana tubuh bertemu tantangan yang ditimbulkan penekanan. Jika penekanan sudah dikenali, otak segera mengirim suatu pesan biokimia keseluruh sistem dalam tubuh. Dengan tanda terjadinya dalam waktu yang sangat singkat, mempunyai ketegangan yang tinggi, denyut jantung meningkat, tekanan darah naik. 
2.      Tahap Resistance (perlawanan), bila stres terus berlangsung maka gejala yang semula ada akan menghilang karena terjadi penyesuaian dengan lingkungan dan peningkatan daya tahan terhadap stres. 
3.      Tahap Kolaps/Exhaustion (kehabisan tenaga), tubuh tidak mampu mengatasi stres yang dialami, energi menurun dan terjadi kelelahan, akhirnya muncul gangguan bahkan sampai kematian. Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa tahapan stres kerja menunjukkan manifestasi di bidang fisik dan psikis, di bidang fisik berupa kelelahan sedangkan di bidang psikis berupa kecemasan dan depresi, hal ini dikarenakan penyediaan energi fisik maupun mental yang mengalami defisit terus-menerus semakin habis, sehingga daya tahan terhadap stres sangat lemah. 

G.    Respon Terhadap Stres Kerja
Setiap individu memberikan respon yang berbeda-beda pada stressor dan juga daya tahan individu dalam menghadapi stressor tersebut. Berkaitan dengan hal ini Hardjana (1994) membagi menjadi empat (4) respon stres, yaitu:[13] 
1.      Gangguan Emosional
Jika seseorang stres, mereka akan memberikan respon yang bersifat cemas, gelisah, mudah marah, mudah tersinggung, depresi, rasa harga diri menurun, mood berubah-ubah. Namun tidak semua individu merasakan hal yang demikian, emosi yang berkaitan dengan stres biasanya berlawanan dengan emosi positif seperti bahagia, senang, dan cinta. Emosi stres yang paling umum terjadi adalah kecemasan dan depresi yang ditandai dengan perasan takut, cemas, gelisah, pesimis, dan merasa tidak berguna. 
2.      Gangguan pada intelektual
Gangguan ini berkaitan dengan berfikir, gangguan dalam konsentrasi, ingatan, sulit mengambil keputusan, suka melamun, kehilangan rasa humor, prestasi kerja yang menurun, mutu kerja rendah, dalam kerja bertambah jumlah kekeliruan yang dibuat bertambah. 
3.      Gangguan pada fisikal
Gangguan ini berkaitan dengan sakit kepala atau pusing, susah tidur, sulit buang air besar, tekanan darah naik atau serangan jantung, mengeluarkan keringat, berubah selera makan, lelah atau kehilangan daya energi, bertambah banyak melakukan kekeliruan atas kesalahan dalam kerja dan hidupnya. 
4.      Gangguan pada interpersonal
Stres ini mempengaruhi hubungan dengan orang lain baik di luar maupun di dalam, antara lain kehilangan kepercayaan kepada orang lain, mudah mempersalahkan orang lain, mudah membatalkan janji atau tidak memenuhinya, suka mencari-cari kesalahan orang lain atau menyerang dengan kata-kata, mengambil sikap terlalu membentengi atau mempertahankan diri, dan suka mendiamkan orang lain.
Menurut Terry Beehr dan John Newman (2002)[14], Wilkinson (2002)[15] dan Neil Hibler (1999)[16] membagi respon stres kerja menjadi tiga (3) yaitu:
1.      Reaksi emosional, meliputi: kecemasan, ketegangan, mudah marah, mengurung diri, lelah mental, sulit mengambil keputusan, tidak dapat menikmati liburan.
2.      Reaksi fisik, meliputi: otot tegang, meningkatnya detak jantung dan tekanan darah, lelah fisik, gangguan kardiovaskuler, perubahan nafsu makan. 
3.      Reaksi perilaku, meliputi: menunda atau menghindari pekerjaan atau tugas, meningkatnya penggunaan minuman keras dan mabuk, meningkatnya agresivitas dan kriminalitas, meningkatnya frekuensi absensi, kehilangan kepercayaan kepada orang lain, mudah mempersalahkan orang lain, mudah membatalkan janji, dan lain-lain. 
Menurut Everly dan Girndano (2001) individu yang mengalami stres biasanya mengalami symptom fisiologis yang terbagi menjadi:[17]
1.      Mood (suasana hati) hal ini berupa over excited, merasa cemas, sulit tidur pada malam hari, menjadi mudah bingung dan lupa, menjadi gugup. 
2.      Muscculoskeletal symptom hal ini berupa sakit kepala, mulut terasa kering, perasaan tegang dan gugup, tubuh terasa lemas, dada terasa nyeri, perasaan goyang, munculnya ketegangan, kegoncangan, kelelahan, dan kesakitan. 
3.      Symptomps of visceral (symptom organ dalam) berupa muncul perasaan mual pada perut, tangan dan kaki terasa dingin, kehilangan gairah seks, jantung berdebar-debar, napas terasa sesak, perut kejang-kejang dan terasa gemetar. 
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa respon yang saling berinteraksi dan tidak dapat dipisah-pisahkan, yaitu respon terhadap stres meliputi gangguan pada emosional, gangguan pada perilaku/ interpersonal, gangguan pada fungsi pikir/ intelektual dan gangguan pada fungsi aktifitas fisiologis/ fisik dengan demikian kita dapat mengetahui mana yang lebih sehat antara individu yang satu dengan yang lain.

H.    Strategi Mengelola Stres
Stres dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi tanpa memperoleh dampaknya yang negatif. Manajemen stres lebih daripada sekedar mengatasinya, yakni betajar menanggulanginya secara adaplif dan efektif. Hampir sama pentingnya untuk mengetahui apa yang tidak boleh dilakukan dan apa yang harus dicoba. Sebagian para pengidap stres di tempat kerja akibat persaingan, sering melampiaskan dengan cara bekerja lebih keras yang berlebihan. Ini bukanlah cara efektif yang bahkan tidak menghasilkan apa-apa untuk memecahkan sebab dari stres, justru akan menambah masalah lebih jauh. Sebelum masuk ke cara-cara yang lebih spesifik untuk mengatasi stressor tertentu, harus diperhitungkan beberapa pedoman umum untuk memacu perubahan dan penaggulangan. Pemahaman prinsip dasar, menjadi bagian penting agar seseorang mampu merancang solusi terhadap masalah yang muncul terutama yang berkait dengan penyebab stres dalam hubungannya di tempat kerja. Dalam hubungannya dengan tempat kerja, stres dapat timbul pada beberapa tingkat, berjajar dari ketidakmampuan bekerja dengan baik dalam peranan tertentu karena kesalahpahaman atasan atau bawahan. Atau bahkan dari sebab tidak adanya ketrampilan (khususnya ketrampilan manajemen) hingga sekedar tidak menyukai seseorang dengan siapa harus bekerja secara dekat (Margiati, 1999:76).
Dari sudut pandang organisasi, manajemen mungkin tidak khawatir jika karyawannya mengalami stres yang ringan. Karena pada tingkat stres tertentu akan memberikan akibat positif, hal ini akan mendesak mereka untuk melakukan tugas lebih baik. Tetapi pada tingkat stres yang tinggi atau ringan yang berkepanjangan akan membuat menurunnya kinerja karyawan.
Stres ringan mungkin akan memberikan keuntungan bagi organisasi, tetapi dari sudut pandang individu hal tersebut bukan merupakan hal yang diinginkan. Maka manajemen mungkin akan berpikir untuk memberikan tugas yang menyertakan stres ringan bagi karyawan untuk memberikan dorongan bagi karyawan, namun sebaliknya itu akan dirasakan sebagai tekanan oleh karyawan. Maka diperlukan pendekatan yang tepat dalam mengelola stres, ada dua pendekatan yaitu pendekatan individu dan pendekatan organisasi.
Dalam pendekatan individual seorang karyawan dapat berusaha sendiri untuk mengurangi level stresnya. Strategi yang bersifat individual yang cukup efektif yaitu: pengelolaan waktu, latihan fisik, latihan relaksasi dan dukungan sosial. Dengan pengelolaan waktu yang baik maka seorang karyawan dapat menyelesaikan tugas dengan baik, tanpa adanya tuntutan kerja yang tergesa-gesa. Dengan latihan fisik dapat meningkatkan kondisi tubuh agar lebih prima sehingga mampu menghadapi tuntutan tugas yang berat. Selain itu untuk mengurangi stres yang dihadapi pekerja perlu dilakukan kegiatan-kegiatan santai. Dan sebagai strategi terakhir untuk mengurangi stres adalah dengan mengumpulkan sahabat, kolega, keluarga yang akan dapat memberikan dukungan dan saran-saran bagi dirinya.
Dari pendekatan organisasional dapat dilihat bahwa beberapa penyebab stres adalah tuntutan dari tugas dan peran serta struktur organisasi yang semuanya dikendalikan oleh manajemen, sehingga faktor-faktor itu dapat diubah. Oleh karena itu strategi-strategi yang mungkin digunakan oleh manajemen untuk mengatasi stres karyawannya adalah melalui seleksi dan penempatan, penetapan tujuan, redesain pekerjaan, pengambilan keputusan partisipatif, komunikasi organisasional dan program kesejahteraan. Melalui strategi tersebut akan menyebabkan karyawan memperoleh pekerjaan sesuai dengan kemampuannya dan mereka bekerja untuk tujuan yang mereka inginkan serta adanya hbungan interpersonal yang sehat serta perawatan terhadap kondisi fisik dan mental.

I.       Cara Mencegah dan Teknik Pengurangan Stres
Dalam mengatasi stres terdapat banyak teknik yang dapat dipergunakan untuk pengurangan stress yang terjadi. Empat pendekatan yang paling sering digunakan adalah relaksasi otot, biofeedback, meditasi dan restrukturisasi kognitif yang semuanya membantu para karyawan mengatasi stress yang berkaitan dengan pekerjaan.
1.      Relaksasi Otot
         Sebutan persamaan yang umum dari berbagai teknik relaksasi otot adalah pernafasan yang lambat dan dalam suatu usaha yang sadar untuk memulihkan ketegangan otot. Diantara berbagai teknik yang tersedia, relaksasi progresif kontinjensi adalah yang paling sering digunakan. Tehnik ini terdiri atas menenangkan dan mengendurkan otot secara berulang-ulang yang diawali dari kaki dan terus meningkat ke muka. Relaksasi dicapai dengan berkonsentrasi pada kehangatan dan ketenangan yang berkaitan dengan otot yang dirileksasikan.
2.      Bio feedback
Dalam bio feedback, perubahan kecil yang muncul dalam tubuh atau otak di deteksi, di perkuat dan di tunjukkan kepada orang tersebut. Peran potensial dari biofeedback sebagai teknik manajemen stress individu dapat di lihat dari fungsi tubuh hingga tekanan tertentu yang di kendalikan secara sukarela atau sadar. Potensi biofeedback adalah kemampuannya untuk membantu relaksasi  dan mempertahankan fungsi tubuh pada  keadaan nonstress. Salah satu keunggulan tehnik biofeedback di bandingkan dengan tehnik nonbiofeedback adalah bahwa tehnik ini memberikan data yang tepat mengenai fungsi tubuh. Pelatihan biofeedback telah bermanfaat dalam mengurangi kegelisahan, menurunkan keasaman lambung, mengendalikan tekanan dan migren, dan secara umum mengurangi manifestasi fisiologis negatif dari stres.
3.      Meditasi
Meditasi mengaktifkan suatu respons relaksasi dengan mengarahkan ulang pemikiran seseorang jauh dari dirinya sendiri. Respon relaksasi adalah kebalikan fisiologis dan psikologis dari respons stress berperang atau lari. Herbert benson menganalisis banyak program meditasi dan mendapatkan suatu respons relaksasi empat langkah. Keempat langkah tersebut adalah:
a.       Menemukan suatu lingkungan yang tenang.
b.      Menggunakan suatu perangkat mental seperti suatu kata tang penuh dengan kesan yang menyenangkan untuk mengubah fikiran dari pikiran yang berorientasi secara eksternal.
c.       Mengabaikan pemikiran yang mengganggu dengan bersandar pada suatu sikap yang pasif.
d.      Mengasumsikan suatu posisi yang nyaman.
Maharishi Mahes Yogi mendefinisikan meditasi transcendental sebagai mengalihkan perhatian ke tingkat pemikiran yang lebih dalam hingga masuk ke tingkat pemikiran yang paling dalam dan mencapai sumber dari pemikiran. Tidak semua orang yang bermeditasi mengalami hasil yang positif, akan tetapi sejumlah besar orang melaporkan meditasi sebagai hal yang efektif dalam mengelola stres.
4.      Restrukturisasi Kognitif
         Alasan yang mendasari beberapa pendekatan individual dalam manajemen stres dikenal sebagai restrukturisasi kognitif, adalah respons seseorang terhadap stressor menggunakan sarana proses kognitif, atau pemikiran. Asumsi dasar dari teknik ini adalah bahwa pikiran orang dalam bentuk ekspektasi, keyakinan dan asumsi merupakan label yang mereka terapkan pada situasi, dan label ini menimbulkan respons emosional terhadap situasi. Teknik kognitif dari manajemen stress berfokus pada mengubah label atau kognisi sehingga orang tersebut menilai situasi secara berbeda. Semua teknik kognitif memiliki tujuan yang serupa yaitu untuk membantu orang memperoleh lebuh banyak kendali atas reaksi mereka terhadap stressor dengan memodifikasi rasionalisasi mereka.
Selain teknik pengurangan stres di atas ada beberapa kiat lagi yang dapat digunakan. Agar stres tidak berkelanjutan, adapun beberapa kiat yang di kemukakan oleh Alex:
1.      Sediakan Waktu Rileks
Menurut penelitian, stres yang berhubungan dengan pekerjaan dimulai sejak pagi, sebelum Anda berangkat kerja. Daripada memikirkan beban pekerjaan (tapi tidak ada solusinya), lebih baik digunakan waktu Anda yang terbatas tersebut untuk melakukan relaksasi seperti meditasi dan yoga. Teknik pernapasan adalah teknik relaksasi yang paling mudah untuk dilakukan. Caranya dengan menarik nafas dalam-dalam, lalu hembuskan sampai tak ada lagi udara yang tersisa di paru-paru. Lakukan minimal 3x sampai membayangkan beban Anda berkurang.
2.      Bersikap Lebih Asertif
Kebanyakan masalah pekerjaan berpangkal dari kurangnya kesempatan untuk membuat perubahan atau keputusan. Karenanya, bicarakan dengan atasan tentang tugas Anda dan tanggungjawab tambahan yang ingin Anda pegang. Dengan demikian, Anda bisa menentukan pekerjaan yang bisa Anda lakukan dengan cara kerja seperti yang diinginkan perusahaan.
3.      Bekerja Lebih Efisien
Selalu kekuragan waktu untuk menyelesaikan tugas bisa jadi buka disebabkan tugas yang berlebihan, melainkan menyangkut waktu dan cara mengerjakannya. Alex memberikan contoh seorang wartawan yang produktif di waktu malam akan merasa tertekan jika memaksakan diri menulis di waktu siang hari. Untuk mengatasinya, sebaiknya pekerjaan dibagi. Siang hari membuat outline dan mencari bahan, malam hari menyelesaikan tulisan. Untuk bekerja secara lebih efisien. Anda juga harus trampil menentukan prioritas. Adanya urutan prioritas dapat membantu Anda mengatur strategi.
4.      Tingkatkan Energi dengan Tidur
“Ketika lelah, Anda lebih mudah merasa stres karena hal-hal yang sepele,” demikian tulis Camile Anthony dalam “The Art of Napping at Work” (1999). Kesalahan juga akan membuat perhatian Anda menurun sehingga mudah melakukan kesalahan. Dalam keadaan demikian, Alex menganjurkan agar tidur. Tidur 15 menit di tengah waktu kerja akan sama manfaatnya dengan tidur malam 3 jam. Anda bisa memanfaatkan mushola kantor (tentu saja di luar waktu shalat) atau mobil Anda untuk tidur. Jangan lupa pasang alarm agar tidak tidur terlalu lama. Jika keduanya tidak tersedia, meja kerja Anda bisa jadi pilihan terakhir. Yang penting, tingkatkan energi segera jika sudah merasa terlalu lelah. Tidur selama 30 menit atau kurang, menurut Anthony akan meningkatkan mood dan rasa humor sehingga memperbaiki hubungan Anda dengan rekan kerja. Anthony menganjurkan agar membatasi tidur selama 30 menit saja agar tidak sampai tertidur nyenyak, yang akan membuat Anda lebih lelah ketika bangun.
5.      Atur Lingkungan Kerja
Bagaimana kondisi kerja Anda? Apakah meja kerja Anda berantakan atau ruangan kerja selalu dipenuhi asap rokok? Hati-hati karena hal-hal yang tampaknya sepele tersebut karena dapat mempengaruhi performa kerja sekaligus kesehatan Anda. Jika tidak memungkinkan mengubah lingkungan kerja secara besar-besaran, ada baiknya Anda memulainya dari meja Anda. Dalam feng shui, seni tata ruang dari Tiongkok, tempat kerja yang teratur menunjukkan pikiran yang teratur. Jaga lingkungan kerja, terutama maja, dari tumpukan kertas atau file. Simpan kertas-kertas Anda dalam map dan dalam kotak file atau laci file. Anda juga bisa mencegah stres dengan mengubah letak kursi sehingga bisa mengetahui siapa yang akan masuk ke ruangan Anda. Jika memungkinkan pindahkan meja sehingga Anda dapat bekerja dengan cahaya alami dari luar (matahari).
6.      Kembangkan Pola Hidup Sehat
Pola hidup sehat merupakan kunci untuk bebas stres. Pilihlah makanan dan minuman yang bisa menurunkan stres yaitu makanan yang banyak mengandung vitamin B kompleks seperti kacang-kacangan dan padi-padian. Kurangi makanan berlemak dan perbanyak makan buah dan sayur.
Berolah raga secara teratur. Olah raga yang cukup tidak saja menyehatkan badan tapi juga memperbesar kapasitas badan tapi juga memperbesar kapasitas paru-paru sehingga mampu menampung oksigen yang lebih besar. Dengan kadar oksigen tinggal di dalam darah yang kemudian akan diedarkan ke seluruh tubuh Anda akan berpikir lebih jenuh.
7.      Tingkatkan Ketrampilan
Tidak ada kata terlambat untuk mempelajari ketrampilan baru. Jika Anda merasa kurang mampu berkomunikasi, Anda bisa mempelajarinya melalui buku-buku atau latihan kepemimpinan yang sering diadakan di kota-kota. Jika Anda mempunyai minat terhadap komputer, kembangkan minat Anda. Peningkatan ketrampilan akan membuat Anda menjadi karyawan yang lebih berharga.

8.      Lupakan Pekerjaan Saat Libur
Membawa laptop saat liburan keluarga? Tinggalkan saja kebisaan itu. Liburan sebaiknya benar-benar digunakan untuk istirahat. Berlibur atau santai bukan berarti membuang waktu. Selain mmeberikan energi tambahan yang akan membuat Anda lebih kreatif, berlibur bersama akan mempererat hubungan Anda dengan keluarga.
9.      Pekerjaan Bukan Segalanya
Bekerja memang penting. Dengan sekaligus mendapat lahan untuk aktualisasi diri. Tapi di luar pekerjaan, masih banyak kegiatan lain yang dapat menimbulkan perasaan berguna bagi Anda. Dengan mengikuti kegiatan di luar pekerjaan, stres Anda di tempat pekerjaan akan berkurang. Anda dapat menyakinkan diri bahwa walaupun Anda tidak bisa memperbaiki keadaan di tempat kerja, Anda bisa mengendalikan hal-hal penting lainnya dalam kehidupan Anda. Perasaan mampu mengendalikan kehidupan Anda sendiri adalah harta tak ternilai.









BAB III
KESIMPULAN

Stres merupakan suatu kondisi yang dinamis saat seorang individu dihadapkan pada peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu itu dan yang hasilnya dipandang tidak pasti dan penting.
Stres kerja terdapat dua hal yaitu stres yang memberikan respon bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun). Kedua stres yang memberikan respon bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak).
Stres kerja yang berlebihan akan menyebabkan karyawan tersebut frustasi dan dapat menurunkan prestasinya, sehingga perlu dimotovasi agar karyawan di perusahaan berprestasi dalam bekerja.
Stres kerja banyak sekali gejalanya antara lain gejala psikologis, gejala fisiologis dan gejala perilaku dan stres kerja juga akan menimbulkan dampak terhadap kinerja karyawan yaitu menurunnya gairah kerja, kecemasan yang tinggi, frustrasi dan sebagainya,
Oleh karena itu, perlu adanya strategi manajemen stres kerja dan pencegahanya yaitu Strategi yang bersifat individual yang cukup efektif yaitu: pengelolaan waktu, latihan fisik, latihan relaksasi dan dukungan sosial. Serta pencegahannya yaitu ada empat pendekatan yang paling sering digunakan adalah relaksasi otot, biofeedback, meditasi dan restrukturisasi kognitif yang semuanya membantu para karyawan mengatasi stress yang berkaitan dengan pekerjaan.
Text Box: 29
 


DAFTAR PUSTAKA

Davis, K. dan J.W. Newstrom. 1985. Perilaku Dalam Organisasi. Jakarta: Erlangga.

Donnelly, G.I.. 1985. Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses. Jakarta: Erlangga.

Fawzi, I.L. Stres Kerja Pada Programmer Komputer Di lingkungan Kerja Bank, Jurnal Pengembangan Kualitas SDM dari Perspektif PIO, (Jakarta: Psikologi Industri dan Organisasi Fakultas Psikologi UI, 2001).

Hager, W.D. dan L.C. Hager. 1999. Stres dan Tubuh Wanita. Batam: Interaksa.
Hardjana, A.M. 1994. Stres Tanpa Distres (Seni Mengelola Stres). Jakarta: Kanisius.


Munandar, A.S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Universitas Indonesia.

Rini, J.F.. Stres Kerja (Http://www.e-Psikologi.com/masalah/stres.htm., 2002).

Robbins, S.P. 1996. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontrofesi, Aplikasi Jilid II, Alih Bahasa Hadayana Pujaatmaka. Jakarta: Prenhallindo.

Sarafino, E.P. 1990. Health Psychology: Biopsychosocial Interactions. Singapura: Wiley.

Smet, B. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT. Grasindo.

Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Wilkinson, G. 2002. Stres. Jakarta: Dian Rakyat.




[1] K. Davis dan J.W. Newstrom, Perilaku Dalam Organisasi (Jakarta: Erlangga, 1985), p 195
[2] Sunaryo, Psikologi Untuk Keperawatan (Jakarta: Buku Kedokteran EGC, 2004), p. 214
[3] G.I. Donnelly, Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses (Jakarta: Erlangga, 1985), p. 204
[4] J.F. Rini, Stres Kerja (Http://www.e-Psikologi.com/masalah/stres.htm., 2002), p. 1
[5] I.L. Fawzi, Stres Kerja Pada Programmer Komputer Di lingkungan Kerja Bank, Jurnal Pengembangan Kualitas SDM dari Perspektif PIO, (Jakarta: Psikologi Industri dan Organisasi Fakultas Psikologi UI, 2001), p. 394
[6] B. Smet, Psikologi Kesehatan (Jakarta: PT. Grasindo, 1994), p. 131
[7] Ibid., p. 145
[8] E.P. Sarafino, Health Psychology: Biopsychosocial Interactions (Singapura: Wiley, 1990), p. 94
[9] Sunaryo, Op. cit., p. 216
[10] G. Wilkinson, Stres (Jakarta: Dian Rakyat, 2002), p. 12
[11] S.P. Robbins, Perilaku Organisasi: Konsep, Kontrofesi, Aplikasi Jilid II, Alih Bahasa Hadayana Pujaatmaka (Jakarta: Prenhallindo, 1996), p. 224
[12] B. Smet, Psikologi Kesehatan (Jakarta: PT. Grasindo, 1994), p. 119
[13] A.M. Hardjana, Stres Tanpa Distres (Seni Mengelola Stres) (Jakarta: Kanisius, 1994), p. 24 - 26
[14] J.F. Rini, op. cit., p. 2
[15] G. Wilkinson, op. cit., p.16
[16] W.D Hager dan L.C. Hager, Stres dan Tubuh Wanita (Batam: Interaksa, 1999), p. 27
[17] A.S. Munandar, Psikologi Industri dan Organisasi (Jakarta: Universitas Indonesia, 2001), p. 379