Kamis, 21 November 2013

TES TERTULIS UNTUK PRESTASI BELAJAR

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Di dalam pendidikan terdapat bermacam-macam alat penilaian yang dapat digunakan untuk menilai proses dan hasil pendidikan yang telah dilakukan terhadap peserta didik. Dalam setiap masalah yang timbul berbeda-beda juga cara mengatasinya.
Pembahasan kali ini penulis ingin mengutarakan bagaimana cara membuat sebuah tes bagi peserta didik dan cara mengarjakannya.
Untuk melaksanakan evaluasi hasil belajar dan mengajar, seorang guru dapat menggunakan dua macam tes, yakni tes yang telah distandarkan (standardized) dan tes buatan guru itu sendiri (teacher-made test).
Suatu tes dapat disebut valid, jika tes itu benar-benar menilai apa yang harus dinilai. Tes tersebut jika digunakan dapat mencapai sasaran sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan sebelumnya.
Untuk memperjelas pembahasan tersebut, maka dalam makalah ini, akan membahas tentang tes tertulis untuk prestasi belajar, beserta hal-hal yang berkaitan lainnya.

B.     RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang masalah di atas adalah sebagai berikut:
1.      Apa saja bentuk-bentuk tes?
2.      Apa saja macam-macam tes objektif?
3.      Bagaimana pengukuran ranah afektif?
4.      Bagaimana pengukuran ranah psikomotor?

C.    TUJUAN
Adapun tujuan berdasarkan rumusan maslah di atas dalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui bentuk-bentuk tes.
2.      Untuk mengetahui macam-macam tes objektif.
3.      Untuk mengetahui bagaimana pengukuran ranah afektif.
4.      Untuk mengetahui bagaimana pengukuran ranah psikomotor.
BAB II
PEMBAHASAN

Telah dibicarakan sebelum ini bahwa di sekolah seringkali digunakan tes buatan guru (bukan standardized test). Tes ini disebut tes buatan guru (teacher made test). Tes yang dibuat oleh guru ini terutama menilai kemajuan siswa dalam hal pencapaian hasil yang dipelajari. Dalam hal ini bentuk tes dibedakan atas dua bentuk, yaitu sebagai berikut:
1. Tes Subjektif
Tes subjektif pada umumnya berbentuk essay (uraian). Tes bentuk esai adalah sejenis tes kemajuan belajar yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian kata-kata. Menurut Asmawi Zaenul dan Noehi Nasution, tes bentuk uraian adalah butir soal yang mengandung pertanyaan atau tugas yang jawaban atau pengerjaan soal tersebut harus dilakukan dengan cara mengekspresikan pikiran peserta tes. Ciri khas tes uraian adalah jawaban terhadap soal tersebut tidak disediakan oleh penyusun soal, tetapi harus disusun oleh peserta tes. Dalam tes uraian bentuk tesnya diawali dengan kata-kata seperti: uraikan, jelaskan, mengapa, bagaimana, dibandingkan, simpulkan, dan sebagainya.
Soal-soal bentuk uraian ini menuntut kemampuan peserta tes untuk dapat mengingat-ingat dan mengenal kembali, dan terutama harus mempunyai daya kreativitas yang tinggi dalam pengerjaannya.
a.       Kelebihan Tes Subjektif
§  Mudah disiapkan dan disusun.
§  Tidak memberi banyak kesempatan untuk berspekulasi atau untung-untungan.
§  Mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat serta menyusun dalam bentuk kalimat yang bagus.
§  Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengutarakan maksudnya dengan gaya bahasa dan caranya sendiri.
§  Dapat diketahui sejauh mana siswa mendalami sesuatu masalah yang diteskan.
b.      Kelemahan Tes Subjektif
§  Kadar validitas dan realibilitas rendah karena sukar diketahui segi-segi mana dan dari pengetahuan siswa yang betul-betul telah dikuasai.
§  Kurang representif dalam mewakili seluruh scope bahan pelajaran yang akan di tes karena soalnya hanya beberapa saja (tebatas).
§  Cara memeriksanya banyak dipengaruhi oleh unsur-unsur subyektif.
§  Pemeriksaannya lebih sulit sebab membutuhkan pertimbangan individual lebih banyak dari penilai.
§  Waktu untuk koreksinya lama dan tidak dapat diwakilan kepada orang lain. Mudah menimbulkan kecurangan dan pemalsan jawaban.
c.       Petunjuk Penyusunan
Untuk menghasilkan butir soal tes uraian yang baik, bagi penyusun tes diharapkan memerhatikan hal-hal berikut:
§  Hendaknya soal-soal tes dapat meliputi ide-ide pokok dari materi yang diujikan, dan kalau mungkin disusun soal yang sifatnya komprehensif yang mampu mewakili materi pokok dalam materi pelajaran yang diujikan.
§  Hendaknya soal tidak mengambil kalimat-kalimat yang disalin langsung dari buku atau catatan.
§  Pada waktu menyusun, soal-soal sudah dilengkapi dengan kunci jawaban serta pedoman penilaiannya.
§  Hendaknya diusahakan agar pertanyaannya bervariasi antara “Jelaskan” “Mengapa”, “Bagaimana”, agar dapat diketahui seberapa jauh penguasaan siswa terhadap bahan.
§  Hendaknya rumusan soal dibuat sedemikian rupa sehingga mudah dipahami oleh tercoba.
§  Hendaknya ditegaskan model jawaban apa yang dikehendaki oleh penyusunan tes. Untuk ini pertanyaan tidak boleh terlalu umum, tetapi harus spesifik.
Contoh:
Coba jelaskan tentang peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI!
Pertanyaan ini kurang spesifik. Sebaiknya diambah penjelasan sehingga menjadi:
Coba jelaskan tentang peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI yang diadakan di kantor kabupaten tanggal 17 Agustus 2013 yang lalu, ceritakan mengenai:
a.       Pengaturan tempat
b.      Pejabat dan undangan yang hadir
c.       Acara peringatan
d.      Atraksi yan disuguhkan
e.       Hidangan yang diberikan

2.      Tes Objektif
Tes Objektif adalah tes yang dibuat dengan sedemikian rupa sehingga hasil tes itu dapat dinilai secara objektif, yaitu dapat dinilai oleh siapapun akan dapat menghasilkan skor yang sama. Karena sifatnya yang objektif ini maka tidak perlu harus dilakukan oleh manusia. Pekerjaan tersebut dapat dilakukan oleh mesin, misalnya mesin scanner.
a. Kelebihan Tes Objektif
§  Tes objektif lebih banyak mengandung segi-segi yang positif, misalnya lebih representatif mewakili isi dan luas bahan, lebih obyektif, dapat dihindari campur tangannya unsur-unsur subyektif baik dari segi siswa maupun segi guru yang memeriksa.
§  Tes objektif lebih mudah dan cepat cara memeriksanya karena dapat menggunakan kunci tes bahkan alat-alat hasil kemajuan teknologi.
§  Dalam pemeriksaannya dapat diserahkan kepada orang lain.
§  Dalam pemeriksaan, tidak ada unsur subyektif yang mempengaruhi.
b. Kelemahan Tes Objektif
§  Membutuhkan persiapan yang lebih sulit daripada tes esai karena butir soal atau item tesnya banyak dan harus diteliti untuk menghindari kelemahan-kelemahan yang lain.
§  Butir-butir soal cenderung hanya mengungkap ingatan dan pengenalan kembali (recalling) saja, dan sukar untuk mengukur kemampuan berpikir yang tinggi seperti sintesis maupun kreativitas.
§  Banyak kesempatan bagi siswa untuk spekulasi atau untung-untungan (guessing) dalam menjawab soal tes.
§  Kerja sama antar siswa pada waktu mengerjakan soal tes lebih terbuka.

B.     MACAM-MACAM TES OBJEKTIF
1.      Tes Benar-Salah (True False Test)
Tes tipe benar salah (true false test) adalah tes yang butir soalnya terdiri dari pernyataan yang disertai dengan alternatif jawaban yaitu jawaban atau pernyataan yang benar dan yang salah. Orang yang ditanya bertugas untuk menandai masing-masing pernyataan itu dengan melingkari huruf “B” jika pernyataan itu betul menurut pendapatnya dan melingkari huruf “S” jika pernyataan tersebut menurut pendapatnya salah.

Contoh:             
B – S Kabupaten pekalongan terletak di provinsi Jawa Tengah.
Tes bentuk obyektif banyak memberi peluang testee untuk bermain spekulasi. Bentuk benar salah ada dua macam (dilihat dari segi mengerjakan/menjawab soal), yakni:
1)      Dengan pembetulan (without correction), yaitu siswa diminta membetulkan bila ia memilih jawaban yang salah.
2)      Tanpa pembetulan (without correction), yaitu siswa hanya diminta melingkari huruf B atau S tanpa memberikan jawaban yang betul.
a.       Kebaikan Tes Benar-Salah
1)      Dapat mencakup bahan yang luas dan tidak banyak memakan tempat karena biasanya pertanyaan-pertanyaannya singkat saja.
2)      Mudah menyusunnya
3)      Dapat digunakan berkali-kali
4)      Dapat dilihat secara cepat dan objektf
5)      Petunjuk cara mengerjakannya mudah dimengerti
b.      Keburukan Tes Benar-Salah
1)      Sering membingungkan
2)      Mudah ditebak/diduga
3)      Banyak masalah yang tidak dapat dinyatakan hanya dengan dua kemungkinan benar atau salah
4)      Hanya dapat mengungkap daya ingatan dan pengenalan kembali
c.       Petunujuk penyusunan
1)      Tulislah huruf B-S pada permulaan masing-masing item dengan maksud untuk mempermudah mengerjakan dan menilai (scoring).
2)      Usahakan agar jumlah butir soal yang harus dijawab B sama dengan butir soal yang harus dijawab S. Dalam hal ini hendaknya pola jawaban tidak bersifat teratur misalnya B-S-BS-B-S atau SS-BB-SS-BB-SS.
3)      Hindari item yang masih bisa diperdebatkan:
Contoh: B-S. Kelayakan lebih penting daripada kepandaian.
4)      Hindari pertanyaan-pertanyaan yang persis dengan buku
5)      Hindari kata-kata yang menunjukan kecenderungan memberi saran seperti yang dikehendaki oleh item yang bersangkutan, misalnya: semuanya, tidak selalu, tidak pernah, dan sebagainya.
d.      Cara mengolah skor
§  Dengan denda, dengan rumus:
S = R – W
S = Skor yang diperoleh.
R = right (jawaban yang benar)
W = wrong (jawaban yang salah)
Contoh:
Jumlah soal tes = 20 buah
A menjawab betul 16 buah dan salah 4 buah. Maka skor A adalah
16 - 4 = 12
Dengan menggunakan rumus ini maka akan ada kemungkinan seorang siswa memperoleh skor negatif.
§  Tanpa denda, dengan rumus:
S = R
Yang dihitung hanya betul.
(Untuk soal yang tidak dikerjakan nilainya 0).
2.      Tes Pilihan Ganda (Multiple ChoiceTest)
Tes pilihan ganda adalah tes dimana setiap butir soalnya memiliki jumlah alternatif jawaban lebih dari satu. Tes ini terdiri atas suatu keterangan atau pemberitahuan tentang suatu pengertian yang belum lengkap. Dan untuk melengkapinya harus memilih satu dari beberapa kemungkinan jawaban yang telah disediakan.
Setiap tes pilihan ganda terdiri dari dua bagian, yaitu: (1) Pernyataan atau disebut juga stem, dan (2) alternatif pilihan jawaban atau disebut pula options.
Contoh:
Stem atau pokok soal:
Di jawa tengah terdapat beberapa buah candi. Salah satu candi tersebut mempunyai ciri fisik yang berbeda dari candi lainnya lain, karena candi ini termasuk salah satu keajaiban dunia. Candi manakah yang dimaksud?
Pilihan jawaban:
a.       Candi Borobudur
b.      Candi Prambanan
c.       Candi Mendut
d.      Candi Roro jonggrang
e.       Komplek candi Dieng
Dari contoh diatas stem atau pokok soal dapat terdiri dari pertanyaan. Sedangkan pilihan jawaban (options) terdiri dari alternatif pilihan jawaban. Salah satu dari alternatif pilihan itu adalah jawaban yang benar terhadap pertanyaan. Dalam hal ini ditandai dengan asteriks (*). Jawaban tersebut dinamakan kunci jawaban. Alternatif jawaban yang bukan kunci dinamakan pengecoh atau distractors. Jadi dalam pilihan (options) ada pilihan yang bukan kunci.
a.       Penggunaan tes pilihan ganda
Tes bentuk pilihan ganda ini merupakan bentuk tes objektif yang paling banyak digunakn karena banyak sekali materi yang dapat dicakup.
Bentuk-bentuk soal yang digunakan di dalam Ujian Akhir Nasional  maupun SNMPTN ada 4 variasi:
§  Pilihan ganda biasa
§  Hubungan antarhal (pernyataan-SEBAB-pernyataan)
§  Kasus (dapat muncul dalam berbagai bentuk)
§  Asosiasi
Contoh soal bentuk asosiasi:
Petunjuk Pilihan.
(A)       Jika (1), (2), dan (3) betul
(B)        Jika (1) dan (3) betul
(C)        Jika (2) dan (4) betul
(D)       Jika hanya (4) yang betul
(E)        Jika semuanya betul
Soal:
Ditinjau dari tata bentuk kata, maka gabungan kata yang betul di antara 4 (empat) gabungan kata berikut adalah:
(1)   Perserikatan bangsa-bangsa
(2)   Para alumnus
(3)   Suatu pemikiran-pemikiran
(4)   Dewan gereja
Contoh bentuk soal sebab akbat antarahal yang terdiri dari dua buah pernyataan dengan kata “sebab” di antara keduanya, sudah disajikan sebagai contoh soal analisis.

b.      Petunjuk penyusunan
Pada dasarnya, soal bentuk pilihan ganda ini adalah soal bentuk benar salah juga, tetapi dalam bentuk jamak. Tercoba (testee) diminta membenarkan atau menyalahkan setiap stem dengan tiap pilihan jawab. Kemungkinan jawaban itu biasanya sebanyak tiga atau empat buah, tetapi adakalanya dapat juga lebih banyak (untuk tes yang akan diolah dengan computer banyaknya option diusahakan 4 (empat) buah.
Contoh:
Kambing dapat digolongkan sebagai:
a.       Kata sifat
b.      Kata bilangan
c.       Kaa benda
d.      Kata kerja
Cara menulis soal di atas adalah lebih baik daripada jika pilihan jawaban disusun ke samping.
Contoh:
1.      She (go, going, went, has gone) to school yesterday.
2.      I have (to be, was, been) working since early in the morning.
Hal demikian akan mempersukar dan menghambat jalannya pemeriksaan. Cara mengatasinya ialah dengan menyediakan tempat tersendiri untuk menuliskan jawaban-jawaban itu.
Cara memilih jawaban dapat dilakukan dengan jalan:
a)      Mencoret kemungkinan jawaban yang tidak benar
b)      Memberi garis bawah pada jawaban yang benar (dianggap benar)
c)      Melingkari atau memberi tanda kurung pada huruf di depan jawaban yang dianggap benar.
d)     Membubuhkan tanda kali (x) atau tambah (+) di dalam kotak atau tanda kurung di depan jawaban yang telah disediakan.
e)      Menuliskan jawaban pada tempat yang telah disediakan.
c.       Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam tes pilihan ganda
1)      Instruksi pengerjaannya harus jelas, dan bila dipandang perlu baik disertai contoh mengerjakannya.
2)      Dalam tes pilihan ganda, hanya ada “satu” jawaban yang benar. Jadi tidak mengenal tingkatan-tingkatan benar, misalnya benar nomor satu, benar nomor dua, dan sebagainya.
3)      Kalimat pokok hendaknya mencakup dan sesuai dengan rangkaian manapun yang dapat dipilih.
4)      Kalimat pada tiap butir soal hendaknya sesingkat mungkin.
5)      Usahakan menghindarkan penggunaan bentuk negatif dalam kalimat pokoknya.
6)      Kalimat pokok dalam setiap butir soal hendaknya tidak tergantung pada butir-butir soal lain.
7)      Gunakan kata-kata: “manakah jawaban yang paling baik”, pilihlah satu yang pasti lebih baik dari yang lain”, bilamana terdapat lebih dari satu jawaban yang benar.
8)      Jangan membuang bagian pertama dari suatu kalimat.
Contoh: _____ kita sudah merdeka kita bekerja sama ­_____ kita masing-masing.
a.       Andaikata _____ maka _____
b.      Meskipun _____ boleh _____
c.       Negara ________ maka _____
d.      Walaupun _____ tidak seharusnya _____
e.       Tahun 1945 ____ dan ____
9)      Dilihat dari segi bahasanya, butir-butir soal jangan terlalu sukar.
10)  Tiap butir soal hendaknya hanya mengandung satu ide. Meskipun ide tersebut dapat kompleks.
11)  Bila dapat disusun urutan logis antarpilihan-pilihan, urutkanlah (misalnya: urutan tahun, urutan alphabet, dan sebagainya).
12)  Susunlah agar jawaban mana pun mempunyai kesesuaian tata bahadsa dengan kalimat pokoknya.
13)  Alternatif yang disajikan hendaknya agak seragam dalam panjangnya, sifat uraian maupun taraf teknis.
14)  Alternatif-alternatif yang disajikan hendaknya agak bersifat homogen mengenai isinya dan bentuknya.
15)  Buatlah jumlah alternative pilihan ganda sebanyak empat. Bilaman terdapat kesukaran, buatlah pilihan-pilihan tambahan untuk mencapai jumlah empat tersebut. Pilihan–pilihan tambahan hendaknya jangan terlalu gampang diterka karena bentuknya atau isinya.
16)  Hindarkan pengualangan suara atau pengulangan kata pada kalimat pokok di alternatif-alternatif, karena anak akan cenderung memilih alternatif yang mengandung penulangan tersebut. Hal ini disebabkan karena dapat diduga itulah jawaban yang benar.
17)  Hindarkan menggunakan susunan kalimat dalam buku pelajaran. Karena yang terungkap mungkin bukan pengertiannya melainkan hafalannya.
18)  Alternatif-alternatif hendaknya jangan janagn inklusif dan jangan sinonim.
19)  Jangan gunakan kata-kata indicator seperti selalu, kadang-kadang, pada umumnya.
d.      Cara mengolah skor:
§  Dengan denda, dengan rumus:
S = skor yang diperoleh peserta tes (Raw Score)
R = jumlah jawaban yang betul
W = jumlah jawaban yang salah
O = banyaknya pilihan (option)
1 = bilangan tetap
Contoh:
murid menjawab betul 17 soal dari 20 soal. Soal bentuk multiple choice ini dengan menggunakan option sebanyak 4 buah.
Skor =
§  Tanpa denda, dengan rumus:
S = R
Jadi, yang dihitung hanya jawaban yang benar saja.
3.      Tes Menjodohkan (Matching Test)
Matching test dapat kita ganti dengan istilah mempertandingkan, mencocokkan, memasangkan atau menjodohkan. Matching test terdiri atas satu seri pertanyaan dan satu seri jawaban. Masing-masing pertanyaan mempunyai jawabannya yang tercantum dalam seri jawaban.Tugas peserta tes adalah mencari dan menempatkan jawaban-jawaban, sehingga sesuai atau cocok dengan pertanyaannya.



Contoh:
“Pasangkanlah pertanyaan yang ada pada lajur kiri dengan pernyataan yang ada pada lajur kanan dengan cara menempatkan huruf yang terdapat di muka pernyataan lajur kiri pada titik-titik yang disediakan pada lajur kanan.”
a.      
1.      Masuknya penduduk dari negara lain.
2.      Pindahnya penduduk ke negara lain
3.      Pindahnya penduduk dari desa ke kota.
4.      Pindahnya penduduk antar pulau dalam suatu negara.
 
Transmigrasi …….
b.      Imigrasi ………….
c.       Emigrasi …………
d.      …………………...
Cara menjawabnya dapat ditulis:
1.      Transmigrasi          : Pindahnya penduduk antar pulau dalam suatu negara.
2.      Imigrasi                 : Masuknya penduduk dari negara lain.
3.      Emigrasi                : Pindahnya penduduk ke negara lain
Atau dengan menulis huruf depannya:
1.      Transmigrasi          :  (4)
2.      Imigrasi                 :  (1)
3.      Emigrasi                :  (2)
Kiranya cara yang kedua ini lebih efisien; baik dipandang dari segi guru yang akan memeriksa pekerjaan tersebut. Bentuk matcing test ini dapat pula dipandang sebagai multiple choice berganda.
Petunjuk-petunjuk yang perlu diperhatikan dalam menyusun tes bentuk ini adalah:
1)      Seri pertanyaan-pertanyaan dalam matcing test hendaknya tidak lebih dari sepuluh soal (item). Sebab pertanyaan-pertanyaan yang banyak itu akan membingungkan murid. Juga kemungkinan akan mengurangi homogenitas antar item-item itu. Jika itemnya cukup banyak, lebih baik dijadikan dua seri.
2)      Jumlah jawaban yang harus dipilih, harus lebih banyak daripadajumlah soalnya (lebih kurang 1 kali). Dengan demikian murid dihadapkan kepada banyak pilihan, yang semuanya mempunyai kemungkinan benarnya, sehingga murid terpaksa lebih mempergunakan pikirannya.
3)      Antara item-item yang tergabung dalam satu seri matcing test harus merupakan pengertian-pengertian yang benar-benar homogen.
Cara mengolah skor:
Rumus untuk mencari skor dalam tes tipe menjodohkan adalah:
S = R
Dimana, S = skor yang diperoleh peserta tes (Raw Score)
R = jumlah jawaban yang betul
Jadi, yang dihitung adalah yang jawabannya benar saja, sedangkan yang jawabannya salah tidak dihitung atau diberi skor.
4. Tes Isian (Completion Test)        
a.       Pengertian
Completion test biasa kita sebut dengan istilah tes isian, tes menyempurnakan, atau tes melengkapi. Completion test terdiri atas kalimat-kalimat yang ada bagian-bagiannya yang dihilangkan. Bagian yang dihilangkan atau yang harus diisi oleh murid ini adalah merupakan pengertian yang kita minta dari murid.
Contoh:
1.      Columbus menemukan Benua Amerika pada tahun ______
2.      Air akan membeku pada suhu ______ derajat Fahrenheit
Ada juga completion test yang tidak berbentuk kalimat-kalimat pendek seperti di atas, tetapi merupakan kalimat-kalimat berangkai dan memuat banyak isian.
Contoh:
Di mulut, makanan dikunyah dan dicampur dengan _____ (1) yang mengandung _____ (2) berguna untuk menghancurkan _____ (3) kemudian ditelan melalui _____ (4) masuk  ke _____ (5) Di sini dicampur lagi dengan (6) ______ dan seterusnya.         
Jawaban-jawaban tidak perlu ditulis di tempat yang dikosongkan, sebab cara demikian akan menyukarkan pemeriksaan. Tetapi sediakanlah tempat tersendiri dengan nomor unit ke bawah. Oleh karena itu, dalam membuat soal, tempat-tempat isian harus diberi nomor seperti di atas.
Contoh tempat jawaban:
1.      ……………………
2.      ……………………
3.      ……………………
4.      ……………………
5.      ……………………
6.      ……………………
7.      ……………………
Dengan demikian akan mempermudah dan mempercepat waktu pemeriksaan. Perlu diperhatikan bahwa dalam menyusun soal-soal melengkapi, jangan lupa memberikan “kunci pembuka” untuk dapatnya soal-soal itu dikerjakan.
Misalnya :
______ menemukan ______ pada tahun ______
Soal di atas adalah tidak memberikan kunci pembuka. Oleh karena itu, tidak dapat dikerjakan, atau dapat dikerjakan dengan berbagai macam jawaban. Tetapi dengan membubuhkan completion test, “Columbus” ataupun “Edison” di bagian muka, maka menjadi tegaslah jawabannya.
Cara scoring :                                    S = R
(sama dengan bentuk matching).

b.      Petunjuk penyusunan
Saran-saran dalam menyusun tes bentuk isian ini adalah sebagai berikut:
1)      Perlu selalu inget diingat bahwa kita tidak dapat merencanakan lebih dari satu jawaban yang kelihatan logis.
2)      Jangan mengutip kalimat / pernyataan yang tertera pada buku / catatan.
3)      Diusahakan semua tempat kosong hendaknya sama panjang.
4)      Diusahakan hendaknya setiap pernyataan jangan mempunyai lebih sari satu tempat kosong.
5)      Jangan mulai dengan tempat kosong.
Misalnya:
Ibukota Indonesia adalah _____ (lebih baik).
_____ adalah ibukota Indonesia (kurang baik).

c.       Bilamanakah digunakan tes subjektif ?
Tes bentuk esai digunakan apabila:
1)      Kelompok yang akan tes kecil, dan tes itu tidak akan digunakan berulang-ulang.
2)      Tester (guru) ingin menggunakan berbagai cara untuk mengetahui kemampuan siswa dalam bentuk tertulis.
3)      Guru ingin mengetahui lebih banyak tentang sikap-sikap siswa dari pada hasil yang telah dicapai.
4)      Memiliki waktu yang cukup banyak untuk menyusun tes.
d.      Bilamanakah digunakan tes objektif
1)      Kelompok yang akan di tes banyak dan tesnya akan digunakan lagi berkali-kali.
2)      Skor yang diperoleh diperkirakan akan dapat dipercaya (mempunyai reliabilitas yang tinggi).
3)      Guru lebih mampu menyusun tes bentuk objektif dari pada tes bentuk esai (uraian).
4)      Hanya mempunyai waktu sedikit untu koreksi dibandingkan dengan waktu yang digunakan untuk menyusun tes. Pada umumnya, guru seyogianya menggunakan dua macam bentuk tes ini dalam perbandingan 3 : 1, yaitu 3 bagian untuk tes objektif, dan 1 bagian untuk tes uraian.

C.    PENGUKURAN RANAH AFEKTIF
Pengukuran ranah afektif tidaklah semudah mengukur ranah kognitif. Pengukuran ranah afektif tidak dapat dilakukan setiap saat (dalam arti pengukuran formal) karena perubahan tingkah laku siswa tidak dapat berubah sewaktu—waktu. Pengubahan sikap seseorang memerlukan waktu yang relatif  lama. Demikian juga pengembangan minat dan penghargaan serta nilai-nilai.
Di dalam Petunjuk Pelaksanaan Penilaian Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) disebutkan bahwa penilaian ranah kognitif bertujuan mengukur pengembangan penalaran, sedangkan tujuan penilaian afektif adalah sebagai berikut.
1.      Untuk mendapatkan umpan balik (feedback), baik bagi guru maupun siswa sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar-mengajar dan mengadakan program perbaikan (remedial program) bagi anak didiknya.
2.      Untuk mengetahui tingkat perubahan tingkah laku anak didik yang dicapai, yang antara lain diperlukan sebagai bahan untuk perbaikan tingkah laku anak didik, pemberian laporan kepada orang tua, dan penentuan lulus tidaknya anak didik.
3.      Untuk menempatkan anak didik dalam situasi belajar-mengajar yang tepat, sesuai dengan tingkat pencapaian dan kemampuan serta karakteristik anak didik.
4.      Untuk mengenal latar belakang kegiatan belajar dan kelainan tingkah laku anak didik. (Depdikbud, 1983; 2)
Sehubungan dengan tujuan penilaiannya ini maka yang menjadi sasaran penilaian kawasan afektif adalah perilaku anak didik, bukan pengetahuannya. Sebagai contoh, siswa bukan dituntut untuk mengetahui sebab-sebab dibentuknya BPUPKI, tetapi bagaimana sikapnya terhadap pembentukan BPUPKI tersebut.
            Pertanyaan afektif tidak menuntut jawaban benar atau salah, tetapi jawaban yang khusus tentang dirinya mengenai minat, sikap, dan internalisasi nilai (oleh Cronbach dibedakan antara maximum performance dengan typical performance attitude) (Cronbach. 1970).
Pertanyaan
“Bangsa Indonesia dijajah oleh Belanda      SS          S          TS        STS     BL      
lebih kurang 31/2 abad karena
Kurangnya persatuan.”
SS = sangat setuju; S = setuju; TS = tidak setuju; STS = sangat tidak setuju; BL = blangko.
Pertanyaan ini bukan mengukur sikap, tetapi pengetahuan.
Mengapa?
Sebab apabila anak mengisi TS dapat diketahui bahwa ia tidak tahu bahwa bangsa Indonesia dijajah 31/2 abad atau karena kurangnya persatuan. Setuju/tidak setuju menunjukkan: benar/salah.
            Sebelum melakukan penilaian terhadap aspek afektif, sama hal nya dengan mengukur aspek kognitif, guru diharapkan mendaftar materi yang dicakup dihubungkan dengan TIU dan TIK-nya. Sebagai pengganti TIU adalah yang disebut sebagai nilai dasar. Di dalam PSPB nilai-nilai dasar yang dimaksud adalah hasil jabaran dari konsep dasar yang tercantum dalam GBHN 1983, yang kemudian dituangkan menjadi dasar kebijaksanaan pokok tentang PSPB (Depdikbud, 1983, halaman 6). Selanjutnya nilai dasar tersebut diuraikan ke dalam nilai dan indikator. Untuk PSPB ada 4 (empat) nilai dasar yang akan dicapai, yaitu:
1.      Kesadaran Nasional sebagai suatu bangsa.
2.      Sikap patriot.
3.      Kreatif dan inovatif.
4.      Kepribadian yang berdasarkan nilai, jiwa, dan semangat 1945 dan Pancasila.
            Sebagai contoh penguraian menjadi nilai dan indikator adalah sebagai berikut:
Nilai dasar : Sikap patriot
Nilai : tahan uji/ulet/tahan menderita
Indikatornya antara lain:
§  Tidak mau berhenti bekerja sebelum pekerjaan selesai;
§  Tidak mudah putus asa menghadapi kesulitan dalam pekerjaannya;

JENIS-JENIS SKALA SIKAP
Ada beberapa bentuk skala yang dapat digunakan untuk mengukur sikap, antara lain :
1)      Skala Likert
Skala ini disusun dalam bentuk suatu pernyataan dan diikuti oleh lima respons yang menunjukkan tingkatan. Misalnya, seperti yang telah dikutip yaitu :
SS      = sangat setuju;
S        = setuju;
TB     = tidak berpendapat;
TS      = tidak setuju;
STS    = sangat tidak setuju.
2)      Skala pilihan ganda
Skala ini bentuknya seperti soal bentuk pilhan ganda, yaitu suatu pernyataan yang diikuti oleh sejumlah alternatif pendapat.
Contoh:
Dalam suatu upacara bendera:
a.       Setiap peserta harus dengan khidmat mengikuti jalannya upacara tanpa kecuali.
b.      Peserta diperbolehkan berbicara asal dalam batas-batas tertentu dan tidak mengganggu jalannya upacara.
c.       Dalam keadaan terpaksa peserta boleh berbicara tetapi hanya dengan berbisik.
d.      Peserta boleh (merdeka) berbicara asal tertib.
    Skala seperti ini dikembangkan oleh Inkels, seorang ahli penilaian di Stanford University.
3)      Skala Thurstone
Skala Thurstone merupakan skala mirip skala buatan Likert karena merupakan suatu instrument yang jawabannya menunjukkan tingkatan.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
very favourable

neutral


very unfavourable
Pernyataan yang diajukan kepada responden disarankan oleh Thurstone kira-kira 10 butir, tetapi tidak kurang dari 5 butir.
4)      Skala Guttman
Skala ini sama dengan yang disusun oleh Bogardus, yaitu berupa tiga atau empat buah pernyataan yang masing-masing harus dijawab “ya” atau “tidak”. Pernyataan-pernyataan tersebut menunjukkan tingkatan yang berurutan sehingga bila responden setuju pernyataan nomor 2, diasumsikan setuju nomor 1. Selanjutnya jika responden setuju dengan pernyataan nomor 3, berarti setuju pernyataan nomor 1 dan 2.
Contoh:
1.      Saya mengizinkan anak saya bermain ke tetangga.
2.      Saya mengizinkan anak saya pergi ke mana saja ia mau.
3.      Saya mengizinkan anak saya pergi kapan saja dan ke mana saja.
4.      Anak saya bebas pergi ke mana saja tanpa minta izin terlebih dahulu.
5)      Semantic differential
Instrumen yang disusun oleh Osgood dan kawan-kawan ini mengukur konsep-konsep untuk tiga dimensi. Dimensi-dimensi yang ada diukur dalam kategori: baik-tidak baik, kuat-lemah, dan cepat-lambat atau aktif-pasif, atau dapat juga berguna-tidak berguna. Dalam buku Osgood dikemukakan adanya 3 (tiga) faktor untuk menganalisis skalanya:
a)      Evaluation (baik-buruk);
b)      Potency (kuat-lemah);
c)      Activity (cepat-lambat);
d)     Familiarity (tambahan Nunnally).
Contoh:
                                                            Main Musik
Baik
1
2
3
4
5
6
7
Tidak baik
Berguna
1
2
3
4
5
6
7
Tidak berguna
Aktif
1
2
3
4
5
6
7
Pasif
Cara ini dapat digunakan untuk mengetahui minat atau pendapat siswa mengenai sesuatu kegiatan atau topik dari suatu mata pelajaran.
6)      Pengukuran minat
Di samping menggunakan skala seperti dicontohkan di atas, minat juga dapat diukur dengan cara seperti di bawah ini:
A.    Mengunjungi perpustakaan:
                  SS        S          B         AS       TS        STS
B.     Sandiwara:      SS        S          B         AS       TS        STS
Pilihan: Senang sampai dengan sangat tidak senang dapat ditentukan sendiri. Boleh juga diteruskan sampai 11 skala.

D.    PENGUKURAN RANAH PSIKOMOTOR
Pengukuran ranah psikomotor dilakukan terhadap hasil-hasil belajar yang berupa penampilan. Namun demikian biasanya pengukuran ranah ini disatukan atau dimulai dengan pengukuran ranah kognitif sekaligus. Misalnya, penampilannya dalam menggunakan thermometer diukur mulai dari pengetahuan mereka mengenai alat tersebut, pemahaman tentang alat dan penggunaannya (aplikasi), kemudian baru cara menggunakannya dalam bentuk keterampilan. Untuk pengukuran yang terakhir ini harus diperinci antara lain: cara memegang, cara meletakkan/menyelipkan ke dalam ketiak atau mulut, cara membaca angka, cara mengembalikan ke dalam tempatnya, dan sebagainya. Ini semua tergantung dari kehendak kita, asal tujuan pengukuran dapat tercapai.
Instrumen yang digunakan mengukur keterampilan biasanya berupa matriks. Ke bawah menyatakan perperincian aspek (bagian keterampilan) yang akan diukur, ke kanan menunjukkan besarnya skor yang dapat dicapai.
Contoh:
Instrumen untuk mengamati keterampilan praktek memasak (dalam skala 5).
Nama : A ……….                  Kelas …………
No.
Keterampilan
Skor
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
6
7
Terampil menyiapkan alat
Tekun dalam bekerja
Menggunakan waktu sangat efektif
Mampu bekerja sama
Memperhatikan Keselamatan Kerja
Memperhatikan Kebersihan
Hasil Masakan Enak






x


x

x
x







x
x




x

Keseluruhan hasil sesuai dengan skor yang diperoleh.
Untuk A ini skornya adalah: 





BAB III
PENUTUP

Ada dua macam bentuk tes yang dilihat oleh guru dalam menilai kemajuan siswa:
1.      Tes Subjektif, tes yang pada umumnya berbentuk uraian atau esay. Dan yang dimaksud tes esay itu sendiri adalah tes yang berbentuk pertanyaan-pertanyaan tulisan, yang memerlukan jawaban secara uraian / dengan kata-kata yang panjang.Dalam bentuk tesnya diawali dengan kata Mengapa, Bagaimana, dan lain sebagainya.
2.      Tes Objektif, adalah tes yang dibuat dengan sedemikian rupa sehingga hasil tes itu dapat dinilai secara objektif, yaitu dapat dinilai oleh siapapun dan akan mendapatkan hasil / skor yang sama. Bentuk tes objektif ada 3 macam yaitu :
o   Tes benar-salah (true-false test)
o   Test pilihan ganda (multiple choice test)
o   Tes menjodohkan (matching test).


 DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2012. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.