Selasa, 06 November 2012

Pengelolaan Arsip dengan Sistem Subjek


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Pengelolaan arsip (dokumen atau warkat) adalah salah satu sub kompetensi yang harus dikuasai oleh seorang sekretaris atau bagian tata usaha perkantoran dan merupakan bagian integral dari sub subkompetensi seorang sekretaris. Makalah ini membahas sistem penyimpanan dan penemuan arsip dengan sistem subjek atau yang sering disebut dengan sistem pokok masalah, sistem subjek atau sistem perihal. Sistem pokok masalah merupakan salah satu sistem penyimpanan dan penemuan kembali arsip dari lima sistem yang ada. Modul pengelolaan arsip dengan sistem pokok masalah atau subjek memeriksa arsip, mengindeks, mengkode, menyortir, dan menempatkan serta memelihara arsip (dokumen, warkat-warkat, surat-surat) yang dikelola dengan sistem pokok masalah. Sistem pokok masalah dapat dikatakan sebagai sistem yang paling sukar penanganannya.
Di Indonesia, sistem ini banyak dipergunakan oleh instansi-instansi pemerintah yang besar dan luas. Sistem ini dilaksanakan secara seragam untuk semua unit kerja yang ada di dalam instansi bersangkutan. Sistem ini merupakan sistem yang paling tepat digunakan untuk mengelola arsip instansiatau perusahaan yang disimpan secara sentral (terpusat di suatu tempat tertentu). Arsip tersebut berasal dari semua bagian atau unit kerja yang mempunyai subjek sendiri-sendiri, dan pada penyimpanan sentral semuanya bergabung menjadi satu sistem. Dengan sistem ini, juru arsip/arsiparis maupunsekretaris lebih cepat dalam menemukan kembali arsip sebab mereka lebih mudah mengingat pokok masalah/subjek arsip dibanding dengan mengingat tanggal, nomor, wilayah, atau nama.
B. RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang dimaksuk dengan sistem subjek?
2.      Bagaimana mengolah arsip dengan daftar klasifikasi?
3.      Bagaimana mengolah arsip dengan indeks relatif?
4.      Apa yang dimaksud dengan penunjuk silang dan cara penggunaannya?
5.      Bagaimana prosedur penyimpanan arsip?
6.      Bagaimana sistem penyimpanan dan penemuan kembali dengan sistem subjek?
C. TUJUAN
1.      Untuk mengetahui apa yang dimaksuk dengan sistem subjek.
2.      Untuk mengetahui bagaimana mengolah arsip dengan daftar klasifikasi.
3.      Untuk mengetahui bagaimana mengolah arsip dengan indeks relative.
4.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan penunjuk silang dan cara penggunaannya.
5.      Untuk mengetahui  bagaimana prosedur penyimpanan arsip.
6.      Untuk mengetahui bagaimana sistem penyimpanan dan penemuan kembali dengan sistem subjek.
                                  


























BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN SISTEM SUBJEK
Pada bagian ini akan dibahas penyimpanan arsip dengan sistem pokok masalah atau sistem subjek. Kedua istilah ini, subjek atau pokok masalah akan sering digunakan secara bergantian dengan pengertian sama. Sistem pokok masalah adalah sistem penyimpanan dokumen yang berdasarkan kepada isi dari dokumen yang bersangkutan. Isi dokumen sering disebut perihal, pokok masalah, permasalahan, pokok surat atau subjek. Yang dimaksud dengan pengelolaan arsip sistem pokok masalah adalah tata cara penyimpanan dan penemuan kembali arsip (arsip surat masuk maupun arsip surat keluar) berdasarkan subjek atau pokok masalah/perihal dari arsip itu.


 








Gambar 1 Sistem Penyimpanan Arsip


Apabila perihal surat tidak sesuai dengan isi surat maka isi surat bisa dijadikan sebagai dasar pencatatan klasifikasi subjek atau pokok masalah. Dengan sistem ini, juru arsip/arsiparis maupun sekretaris lebih cepat dalam menemukan kembali arsip sebab mereka lebih mudah mengingat pokok masalah/subjek arsip dibanding dengan mengingat tanggal, nomor, wilayah, atau nama. Untuk penyimpanan dengan asas desentralisasi, pemakaian sistem pokok masalah kurang begitu tepat sebab setiap unit kerja sudah mempunyai tugas dan fungsi yang meliputi satu subjek tertentu. Misalnya, unit kerja personalia, niscaya kebanyakan akan mengelola arsip-arsip yang bersubjek personalia. Demikian juga dengan bagian keuangan, niscaya banyak bergaul dengan arsip-arsip yang bersubjek keuangan. Arsip-arsip lain niscaya tidak akan berada pada kedua unit kerja yang dijadikan contoh ini. Kalaupun ada maka jumlahnya tidak akan begitu banyak dan akan disimpan dalam waktu yang tidak lama untuk kemudian dipindahkan ke sentral arsip.
Dari pengalaman instansi-instansi besar yang sudah menerapkan penggunaan sistem subjek dengan buku penuntun, seringkali sulit dilaksanakan oleh petugas di unit kerja masing-masing. Hal ini terjadi karena tiap-tiap unit kerja mempunyai fungsi dan tugas yang berbeda-beda sehingga memerlukan dukungan arsip yang disusun dan disimpan sesuai keperluan yang berbeda-beda pula. Dengan demikian, sistem yang seragam niscaya sulit diterapkan karena masing-masing unit kerja mempunyai kepentingan yang berbeda terhadap arsipnya. Dengan demikian, yang cocok dipergunakan menurut sistem subjek adalah arsip-arsip yang terkumpul dari banyak macam subjek atau masalah. Hal ini pada umumnya terdapat pada sentral arsip yang menerima dan mengumpulkan arsip dari seluruh bagian instansi. Oleh karena itu, sistem subjek sangat sesuai diterapkan di sentral arsip. Adapun, pengelolaan arsip di unit-unit kerja lebih tepat menggunakan sistem yang cocok dengan tugas dan fungsi masing-masing unit.
Apabila suatu lembaga ingin menyimpan arsipnya berdasarkan sistem subjek, lembaga  tersebut harus membuat daftar klasifikasi masalah lebih dahulu.Daftar pengklasifikasian atau pengelompokan masalah harus dibuat oleh orang-orang/pimpinan yang mengetahui seluruh permasalahan lembaga sesuai dengan tugas pokok dan fungsi lembaga tersebut. Hal itu dilakukan karena memiliki perbedaan tugas pokok dan fungsi, secara umum juga memiliki klasifikasi masalah yang berbeda. Sebagai contoh, klasifikasi masalah lembaga yang memiliki usaha di bidang pendidikan berbeda klasifikasi masalahnya dengan lembaga yang bergerak di bidang penjualan barang. Namun, kedua lembaga yang berbeda usahanya itu memiliki kesamaan dalam masalah-masalah untuk arsip fasilitatif, misalnya masalah kepegawaian dan masalah keuangan. Di lembaga pendidikan ada masalah kepegawaian dan masalah keuangan. Demikian juga pada lembaga yang bergerak di bidang produksi barang juga memiliki masalah kepegawaian dan keuangan. Contoh yang lebih sederhana dari penggunaan sistem subjek ialah arsip pribadi seorang dosen. Arsip-arsip dikumpulkan di dalam map-map yang diberi label menurut subjek masing-masing. Misalnya jadwual kuliah, kurikulum, laporan penelitian, daftar nilai mahasiswa, kepenasehatan akademik, soal-soal ujian, skripsi dan suratkeputusan. Demikian juga, surat rumah dapat disusun menurut sistem subjek, misalnya asuransi, surat dokter, kredit-kredit (elektronika, mobil, rumah, kartu kredit, mebel, sepeda motor) pembayaran listrik, resep masakan, telepon dan undangan.
Pada arsip yang banyak dengan berbagai macam pokok masalah atau subjek maka pada sistem ini harus dibuatkan suatu daftar tingkat kelasnya. Tingkat kelas ini dipergunakan agar subjek dapat dipetakan mulai dari subjek yang besar sampai dengan subjek yang kecil. Nama kelompok sering ditunjukkan dengan nama-nama pribadi, atau dapat dipilih sendiri, yakni divisi, kelas, subjek, dan tingkat. Kelompok itu dibagi dalam beberapa tingkatan, pada umumnya 3—4 peningkatan yang digunakan untuk membuat suatu pengelompokkan sehingga menjadi jelas dan terperinci. Nama pembagian ini ada yang disebut subjek utama, subjek, subsubjek dan sub-subsubjek. Ada juga yang menamakan divisi utama, divisi, subdivisi, dan sub-subdivisi. Juga dipahami nama lain yakni kelas utama, kelas, sub-kelas, sub-subkelas. Bahkan ada yang membaginya menjadi subjek, subsubjek, dan sub-subsubjek. Daftar istilah subjek seringkali disebut nama daftar klasifikasi subjek atau pola klasifikasi subjek. Untuk memudahkan penggunaan daftar istilah, maka sistem ini seringkali sesuai dengan daftar bantu yang sering disebut indeks.

B. DAFTAR KLASIFIKASI
Pada pengelolaan arsip sistem pokok masalah, diperlukan adanya daftar klasifikasi subjek agar istilah-istilah yang digunakan untuk mengelompokkan dokumen dapat dibuat tetap dan seragam. Daftar istilah tersebut dapat dibagi menjadi dua jenis, yakni (1) daftar klasifikasi subjek standadisasi (2) daftar klasifikasi subjek buatan sendiri.
1. Daftar Klasifikasi Subjek Standar
Daftar subjek ini disebut standar karena daftar ini sudah merupakan standar umum di tingkat internasional. Daftar standar ini banyak dipergunakan untuk mengelompokkan buku-buku di perpustakaan dan penggolongan penyimpanan arsip. Arsip-arsip yang memiliki masalah (subjek) yang banyak dan luas memerlukan notasi terperinci agar lokasi penyimpanan arsipnya jelas.
Misalnya, di nasional arsip suatu Negara. Alasan pemakaian daftar standar penggunaan daftar standar ini sangat sesuai dengan keperluan. Tetapi untuk suatu instansi yang mempergunakan sistem subjek, penggunaan daftar standar ini kurang tepat karena setiap instansi memiliki kegiatan di bidang tertentu dan terbatas.
Ada beberapa daftar klasifikasi subjek standar yang cukup banyak digunakan secara internasional, yaitu DDC (Dewey Decimal Clasification); UDC (Universal Decimal Clasification); LC (Library of Congress Clasification). DDC membagi subjeknya ke dalam 10 kelas utama, sama seperti UDC, sedangkan LC membagi subjeknya ke dalam 20 kelas utama. Ketiga jenis klasifikasi itu membagi subjeknya berdasarkan pembagian ilmu pengetahuan. Oleh karena itu ketiganya cocok dipergunakan untuk mengelompokkan koleksi buku di perpustakaan. Sebagai contoh, diambilkan pembagian kelas dari DDC yang sebenarnya sama dengan pembagian UDC. Semua ilmu pengetahuan oleh pendiri DDC, yaitu Melvil Dewey diklasifikasikan menjadi sepuluh kelas utama seperti berikut.
000 Umum
100 Filsafat
200 Agama
300 Ilmu Sosial
400 Bahasa
500 Ilmu Murni
600 Ilmu Terapan
700 Kesenian
800 Kesusastraan
900 Sejarah dan Ilmu Bumi.
Notasi DDC adalah angka decimal, misalnya untuk Filsafat berkisar antara 100--199. Kelas utama dibagi lagi ke dalam 10 kelas kedua (devisi). Kelas kedua dibagi lagi dalam 10 kelas ketiga (seksi). Misalnya, 600 adalah Ilmu Terapan, 630 adalah Pertanian, 631 adalah Teknik dan Alat Pertanian, 631.3 adalah Alat Pertanian, 631,31 adalah Mesin Pengerjaan Tanah, 631,312 adalah Bajak. Notasi atau nomor klasifikasi untuk menentukan letak bahan di tempat penyimpanan. Perpustakaan atau arsip nasional yang memiliki koleksi dalam jumlah besar dan mencakup 10 bidang ilmu pengetahuan, niscaya tepat untuk menggunakan sistem subjek DDC atau UDC. Jika 10 kelas utama tersebut masih kurang terperinci, maka bagan LC yang terdiri atas 20 kelas utama dapat  digunakan. Untuk arsip kantor pemerintah daerah penggunaan UDC tampaknya tidak cocok karena tiga hal berikut.
 (1) Arsip pemerintah daerah hanya mencakup subjek-subjek administrasi negara yang di dalam DDC atau UDC hanya mencakup nomor 350 sehingga nomor yang dipakai akan terdiri atas digit yang banyak.
(2) Notasi UDC sukar digunakan sebagai tanda pengenal arsip dan lokasinya.
(3) Petugas arsip harus memperoleh pendidikan khusus, padahal jumlah petugas arsip relatif banyak.
Untuk pengelolaan arsip, bagan subjek yang sangat cocok dipergunakan adalah bagan klasifikasi subjek buatan sendiri. Jika untuk pengelolaan arsip nasional sesuatu negara yang mencakup semua bidang kegiatan negara bagan klasifikasi standar seperti DDC, UDC dan LC bisa digunakan.
2. Daftar Klasifikasi Subjek Buatan Sendiri
Cara yang terbaik dalam penyimpanan arsip yang mempergunakan sistem subjek adalah mempergunakan daftar klasifikasi subjek buatan sendiri. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan, fungsi, dan tugas setiap kantor tidaklah sama. Daftar buatan sendiri lebih cocok dengan kebutuhan dan tujuan kantor masing-masing. Ada beberapa cara membuat daftar subjek.
1. Cara yang paling sederhana membuat daftar subjek adalah dengan cara mencatat setiap isi (perihal) surat yang diterima secara satu per satu di dalam satu buku tulis. Daftar itu kemudian disusun menurut abjad. Beberapa istilah yang sama cukup diambil satu untuk dimasukkan dalam daftar. Istilah subjek yang dipilih untuk daftar subjek hendaklah memenuhi persyaratan (1) kata benda atau yang dibendakan, (2) sedapat mungkin terdiri atas satu kata, (3) pengertiannya jelas satu masalah atau subjek.
2. Dengan mengumpulkan semua masalah yang ada pada seluruh instansi. Fungsi dan tugas masing-masing unit kerja sudah jelas maka istilah subjek dapat diambil dari fungsi dan tugas tersebut yang disesuaikan dengan kebutuhan suatu daftar subjek. Misalnya, Personalia sebagai subjek pertama, kemudian Kesejahteraan sebagai subjek kedua, dan Cuti sebagai subjek ketiga, dan seterusnya.
Daftar subjek dapat diklasifikasi menjadi dua, yaitu (1) daftar subjek murni dan (2) daftar subjek berkode. Contoh, daftar subjek murni adalah buku ensiklopedia (Encyclopaedia Britanica), atau daftar subjek Sears List yang seringkali dipakai di perpustakaan. Daftar subjek berkode, yakni daftar klasifikasi subjek yang dikembangkan oleh DDC, UDC dan LC. Demikian juga untuk daftar subjek klasifikasi buatan sendiri, terdiri atas daftar klasifikasi subjek murni dan daftar klasifikasi subjek berkode.
1) Daftar Klasifikasi Subjek Murni
Daftar subjek murni adalah daftar yang berisikan istilah-istilah subjek tanpa disertai kode (notasi) dan disusun menurut urutan abjad. Daftar tersebut dapat disusun menurut dua cara urutan abjad, yakni urutan abjad kamus dan urutan abjad ensiklopedia.
1. Urutan abjad kamus adalah urutan abjad dari istilah-istilah yang disusun secara terpisah, seperti pada susunan kamus, tanpa melihat hubunganhubungan istilah dan tingkatan-tingkatannya.
2. Urutan abjad ensiklopedia adalah urutan abjad berdasarkan istilah dari kelompok yang jenjangnya setingkat, yakni setingkat dengan tingkatantingkatan masing-masing kelompok seperti yang biasa digunakan pada susunan eksiklopedia. Contoh urutan abjad kamus dan contoh abjad ensiklopedia sebagaimana dijabarkan pada Tabel 1 di bawah ini.


 














2) Daftar Klasifikasi Subjek Berkode
Daftar subjek berkode adalah daftar yang berisikan istilah-istilah subjek yang dilengkapi dengan kode dari istilah subjek bersangkutan. Kode atau biasa juga disebut notasi adalah tanda pengenal (identitas) dari sesuatu istilah subjek. Kegunaan kode ini sesungguhnya adalah:
(1) untuk memudahkan mengetahui kelompok dari sesuatu subjek, DAN
(2) untuk memudahkan penentuan lokasi dan urutan-urutan penyimpanan bahan-bahan dari subjek bersangkutan.

Gambar 2. Klasifikasi pada Sistem Pokok Masalah

Kegunaan kode yang terakhir lebih ditujukan kepada penggunaan koleksi perpustakaan, rak berdasarkan kode yang ditempelkan pada punggung buku. Untuk arsip yang banyak, seperti Arsip Nasional atau Sentral Arsip suatu instansi, kode memang sangat diperlukan untuk menentukan lokasi dan urut-urutan penyimpanan. Sementara itu, untuk arsip-arsip di bagian atau unit suatu instansi penyertaan kode pada istilah subjek agaknya tidaklah diperlukan benar, bahkan dapat menyulitkan petugas dalam mengingat kode untuk mengetahui lokasi arsip. Persyaratan bagi model kode yang dipilih adalah (1) singkat dan jelas, (2) mudah dipahami dan diingat; (3) mudah dibaca; (4) sederhana dalam penulisan.
Ada tiga macam kode yang dapat dipilih, yakni angka, haruf, dan gabungan angka dan huruf atau huruf dan angka.
1. Kode angka dapat dapat berupa angka Arab, misalnya 1,2,3; angka Romawi misalnya I, II, III; angka desimal misalnya 00, 11, 12.31; angka Duplex misalnya 1-3, 7-10, 11-13.
2. Kode huruf dapat berupa huruf besar seperti A, B, C; huruf kecil seperti a, b, c, d; gabungan huruf AA, AB, ac, ad, Ac; kependekakan seperti KU (keuangan), KP (kepegawaian), PL (perlengkapan).
3. Kode gabungan angka dan huruf atau huruf dan angka, misalnya KP.001, 2.a., a.21, 23.a.b.
Salah satu contoh dari daftar subjek berkode dicantumkan berikut ini, yang diambil sebagian dari Daftar Klasifikasi Kearsipan Dep. Dalam Negeri RI.
000 Umum
        020 Peralatan
               021 Alat Tulis
               022 Mesin kantor

100 Pemerintahan
        110 Pemerintahan Pusat
               111 Presiden
               112 Wakil Presiden
190 Hubungan Luar Negeri
        191 Perwakilan asing
               195 PBB
200 Politik
        200 Politik
               202 Orde Baru
210 Kepartaian
300 Keamanan Ketertiban Umum
310 Pertahanan
311 Darat
312 Laut
313 Udara
320 Kemiliteran
400 Kesejahteraan Rakyat
400 Kesejahteraan Rakyat
410 Pembangunan Desa
480 Media Massa
481 Penerbitan
482 Radio
483 Televisi
484 Film
485 Pers
Kode yang mewakili kelas masalah sebenarnya sudah cukup memadai bagi penyimpanan dan penemuan kembali arsip. Jika untuk keperluan khusus terutama untuk kecermatan dan ketepatan lebih lanjut, masalah atau subjek dapat diteruskan dengan tambahan kode seperti bentuk penyajian, wilayah, dan komponen.
Bentuk penyajian mendapat tambahan kode sebagaimana contoh berikut ini.
--01 Laporan
--02 Statistik
--03 Seminar, Lokakarya
--04 Peraturan Perundang-undangan
--05 Penelitian
--06 Pendidikan
--07 Perencanaan
--08 Panitia
--09 Ceramah
Berikut ini diberikan contoh kode subjek yang mempergunakan tambahan bentuk penyajian.
480 Media Massa
--03 Lokakarya
480.03 Lokakarya Media Massa
Untuk melengkapi masalah dengan wilayah maka kode masalah dapat ditambah dengan kode wilayah sebagai berikut.
--1 Pusat
--2 Sumatra
--21 Aceh
--22 Sumatra Utara
--23--
--3 Jawa
--31 DKI Jakarta
--32 Jawa Barat
--33 --
--4 Kalimantan
--41 Kalimantan Barat
--42 Kalimantan Tengah
--43 --
--5 Sulawesi
--51 Sulawesi Utara
--52 Sulawesi tengah
--53 --
Kode masalah dapat juga ditambah dengan kode singkatan nama instansi sebagaimana contoh berikut.
--IJ Inspektorat Jenderal
--SJ Sekretaris Jenderal
--SP Direktorat Jenderal Sosial Politik dan seterusnya.
Contoh kode subjek yang disertai oleh kode singkatan nama instansi.
700 Pengawasan
--SJ Sekretariat Jenderal
700-SJ Pengawasan di Sekretariat Jenderal
Dari pembehasan di atas, jelas bahwa pola klasifikasi dan kode yang akan diterapkan sebaiknya adalah buatan sendiri sehingga akan sesuai dengan kebutuhan arsip instansi bersangkutan.

C. INDEKS RELATIF
Indeks relatif adalah suatu daftar yang berisi istilah-istilah subjek, baik yang dimuat dalam daftar klasifikasi subjek maupun tidak, yang disusun secara alfabetik yang berguna untuk memberikan petunjuk kepada pemakai yang akan mencari subjek yang ditunjukkan oleh indeks. Indeks tersebut terdapat dalam daftar klasifikasi subjek. Indeks relatif ini sangat membantu terutama bila daftar klasifikasi subjek berisikan istilah subjek yang cukup banyak dan menyulitkan pemakai menggunakannya. Dengan indeks relatif, pemakai dapat mengetahui istilah subjek atau nomor kode subjek suatu surat yang akan dipakai yang didapat dari daftar klasifikasi subjek untuk pengelompokan surat yang bersangkutan. Indeks relatif mendaftar semua istilah subjek dari berbagai tingkatan, baik subjek utama, subjek kedua, maupun subjek ketiga secara satu-per satu dengan baik istilah dalam daftar subjek maupun tidak. Semua istilah pada indeks relatif menunjuk kepada subjek yang terdapat pada daftar subjek dengan kode klasifikasi.
Prosedur pencarian subjek, pertama petugas menentukan sendiri subjeknya, kemudian mempergunakan indeks relatif untuk mengetahui letak subjek pada daftar subjek. Kemudian memeriksa subjek pada daftar subjek. Dengan demikian petugas menemukan subjek mulai dari subjek utama, kedua, ketiga, dan seterusnya yang akan dipergunakan sebagai label map pada surat yang bersangkutan. Karena ada daftar subjek yang tanpa kode klasifikasi dan ada yang memakai kode klasifikasi, akibatnya ada dua jenis indeks relatif, yakni jenis yang menunjuk kepada istilah subjek, dan yang menunjuk kepada istilah subjek dengan kode klasifikasi. Sebagai contoh, indeks relatif yang menunjuk kepada subjek yang terdapat pada subjek murni adalah sebagai berikut.
Berikut ini sebuah contoh indeks hapus yang menunjuk kepada nomor Klasifikasi


 






Untuk menemukan arsip yang disimpan dalam sistem subjek diperlukan sarana untuk menemukan kembali (wakil dokumen) arsip yakni kartu indeks.
Contoh kartu indeks adalah sebagai berikut.


 







Gambar Kartu Indeks
Keterangan cara mengisi kartu indeks
· Kolom titik-titik di sebelah kanan atas kartu indeks diisi kode nama pengirim untuk surat masuk atau nama yang dikirimii surat untuk surat keluar setelah nama-nama tersebut diindeks lebih dahulu.
· Kolom caption/judul diisi nama pengirim (untuk surat masuk) atau nama yang kita kirimi surat (untuk surat keluar).
· Kolom tanggal: diisi tanggal suratnya.
· Kolom nomor: diisi nomor surat bila suratnya dari lembaga/ditujukan untuk lembaga.
· Kolom hal: diisi perihal suratnya.
· Kolom kode: diisi kode penyimpanan. Misalnya surat masuk perihalnya mengenai penerimaan pegawai maka diberi kode KP.00.2.

D. PENUNJUK SILANG
Penunjuk silang pada dasarnya diartikan sebagai alat bantu yang dapat digunakan untuk menemukan satu dokumen melalui nama lain atau kata-kata tangkap (caption) lain yang bukan menerapkan caption yang sudah dipergunakan dalam penyimpanan. Dalam sistem subjek seringkali terjadi satu surat berisikan lebih dari satu perihal. Untuk surat yang demikian diperlukan caption, agar surat tersebut dapat dicari melalui beberapa caption atau pendekatan. Contoh, sepucuk/sebuah surat bobotnya 2 kg yang berisikan dua perihal atau dua masalah yaitu masalah mobil dan sepeda motor. Contoh lain, sepucuk surat berisikan dua perihal atau masalah, yakni masalah mobil dan masalah motor. Untuk menghemat biaya fotokopi, petugas tidak perlu memfotokopi surat tersebut, tetapi cukup menggantinya dengan selembar kertas berukuran setengah folio yang berisikan petunjuk untuk menemukan surat yang bersangkutan. Lembar tersebut disebut lembar petunjuk silang (cross-reference sheet).


 










Dalam sistem subjek, maka isi penunjuk silang adalah dari subjek kedua menunjuk ke subjek pertama karena surat berada pada map yang labelnya adalah subjek pertama. Karena menunjuk langsung ke lembar suratnya, pada lembar penunjuk silang perlu diisikan data yang bersangkutan. Misalnya nama pengirim, nomor surat, tanggal surat dan lain-lain identitas, dan lain-lain identitas serta ringkasan. Lihat Gambar 4.


E. PROSEDUR PENYIMPANAN
Sama seperti sistem-sistem penyimpanan yang lain, prosedur penyimpanan sistem subjek terdiri atas langkah-langkah.
(1) memeriksa
(2) mengindeks
(3) mengkode
(4) menyortir
(5) menempatkan
Prosedur penyimpanan pada sistem subjek dan pelaksanaan selengkapnya adalah sebagai berikut.
1. Memeriksa
Surat, arsip, atau dokumen yang akan disimpan seyogianya diperiksa terlebih dahulu apakah dokumen itu sudah layak disimpan atau masih harus beredar untuk dproses. Tanda bahasa surat, atau arsip dokumensiap disimpan, biasa disebut juga dengan istilah release markdapat berupa stempel, paraf, atautanda file lainnya yang perlu diteliti oleh petugas. Pemeriksaan yang teliti oleh petugas itu merupakan hal penting, jangan sampai ada surat yang seharusnya didistribusikan kepada pihak lain, tetapi disimpan sehingga terjadilah apa yang disebut surat “hilang”. Dengan demikian akan terjadi tuduh-menuduh dan saling menyalahkan sesama petugas.
2. Mengindeks
Mengindek adalah proses menentukan kata-tangkap (caption) suatu surat atau dokumen untuk kepentingan penyimpanan. Di dalam sistem subjek kata - tangkap tersebut adalah istilah subjek yang ditentukan berdasarkan isi surat dan dokumen. Di dalam pekerjaan diharapkan petugas dapat menentukan subjek surat tidak hanya berdasarkan subjek yang tertulis pada perihal surat, tetapi hendaknya membaca surat secara keseluruhan sehingga dapat menentukan subjek surat. Subjek surat inipun merupakan atau perkiraan petugas karena selanjutnya petugas harus mempergunakan indeks relative. Dari indeks relative ini. diketahui istilah subjek yang akan dipergunakan dan selanjutnya petugas dapat melihat daftar klasifikasi subjek untuk mengetahui istilah yang lebih terperinci dan lengkap.



3. Mengode
Mengode adalah memberi tanda pada surat dengan cara menuliskan katakata “Personalia-Penerimaan-Sarjana-Pertanian” di atas kertas surat bersangkutan dengan tulisan tangan sebagaimana terdapat pada Gambar 5.


 








Dengan kode, petugas dapat menyortir ataupun menempatkan surat bersangkutan sesuai dengan subjek yang benar. Dapat pula berdasarkan kode tersebut petugas dapat menempatkan (menyimpan) surat yang dikembalikan dari peminjaman ke tempatnya semula tanpa mengalami kesukaran karena kode penyimpanannya sudah ada.
4. Menyortir
Penyortiran perlu dilakukan bila surat yang akan disimpan jumlahnya cukup banyak berguna untuk memudahkan pekerjaan penempatan di tempat penyimpanan. Dengan penyortiran, surat-surat disimpan secara bergiliran kelompok demi kelompok. Jika surat yang akan disimpan sedikit, yang dimaksud ialah tidak perlu disortir. Pekerjaan penyortiran seperti ditunjukkan pada Gambar 6.








5. Menempatkan
Dalam sistem subjek pengelompokan arsip atau dokumen berdasarkan subjek atau pokok masalah. Penunjuk yang dipergunakan untuk map, laci almari arsip, map ordner, rap arsip, dan lain-lain sarana penyimpanan arsip, berupa istilah subjek. Istilah tersebut dimulai dari kelas utama, kelas, subkelas, subsubkelas, tergantung jumlah surat dari subjek bersangkutan yang disimpan dengan pengelompokkan yang lebih terperinci.
Apabila alat yang digunakan untuk menyimpan adalah map gantung dalam lemari arsip, surat mula-mula ditempatkan dalam map dengan label subjek utama. Apabila suratnya banyak subjek utama menjadi label laci. Apabila dokumen yang disimpan sangat banyak, almari arsip dapat berlabelkan subjek utama.
Agar mudah dipahami, diambil contoh sederhana yakni penyimpanan dengan map gantung. Misalnya, subjek personalia terdiri atas tingkatan-tingkatan sebagai berikut. (1) Subjek utama=Personalia; (2) subjek=Penerimaan; (3) subsubjek=Sarjana; sub-subsubjek=Pertanian. Prosedur penyusunannya adalah sebagai berikut.
1. Mula-mula sebuah map gantung diberi label Personalia. Semua surat yang subjeknya personalia disimpan di map itu. Map tersebut berfungsi sebagai map campuran, dengan label map terletak pada posisi pertama.
2. Apabila kelompok subjek penerimaan yang ada di map campuran tersebut sudah berjumlah lima surat, maka surat-surat itu dikeluarkan dan disimpan dalam map tersendiri dengan label Penerimaan. Labelnya ditempatkan pada posisi kedua. Pada map Penerimaan ini tercampur surat-surat Sarnaja, SLTA, SLTP dan lain-lain (Gambar 7 a dan b).
3. Apabila surat Sarjana sudah berjumlah lima surat maka surat-suratnya dikeluarkan dan disimpan dalam map tersendiri dengan label Sarjana. Label tersebut ditempatkan pada label ketiga (gambar 7c).
4. Bila surat mengenai Sarjana Pertanian, misalnya sudah berjumlah 5 maka surat itupun dikeluarkan dan disimpan dalam map dengan label Pertanian. Label tersebut ditempatkan pada posisi keempat (Gambar 7d).
5. Sekarang, surat-surat Personalia akan berada pada kelompok map yang disusun berurutan mulai dari map dengan label PERSONALIA, PENERIMAAN, SARJANA, dan PERTANIAN (lihat Gambar 8). Kalau istilah subjeknya disertai kode (misalnya kode angka) maka label ditambahkan kode angka, misalnya 200 PERSONALIA.













 

































Dengan ditambahkan kode angka desimal (persepuluhan) maka sistemnya disebut “Sistem-Subjek Bernomor.” Susunan map ataupun alat penyimpanan lain yang dipergunakan dalam sistem tersebut adalah berurutan dari nomor kecil ke nomor yang lebih besar (Gambar 9). Apabila alat penyimpanan yang dipakai adalah map ordner, 1 rak almari yang berisi sekian banyak map ordner dapat berlabelkan subjek tertentu.
Misalnya, PERSONALIA. Isi rak tersebut adalah surat-surat mengenai kepersonaliaan. Jumlah map ordner yang dipakai tentulah tergantung kepada jumlah surat atau dokumen yang disimpan. Jika suratnya sedikit, biasanya cukup mempergunakan 1 map ordner untuk 1 subjek. Jadi, sesuai dengan perkembangannya, mula-mula semua surat kepersonaliaan, bila masih sedikit disimpan dalam map ordner dengan label PERSONALIA. Map ordner ini diisi dengan subjek yang suratnya ada dengan dipisahkan oleh penyekat-penyekat yang berfungsi juga sebagai penunjuk (guide).



 










Misalnya pada map subjek utama Personalia terdapat pokok masalah atau subjek-subjek KESEJAHTERAAN, MUTASI, PHK, PENERIMAAN, PENSIUNAN, dan SK (Gambar 10a). Jika surat-surat tentang Penerimaan sudah berjumlah lima maka subjek ini sudah dapat ditempatkan pada map ordner tersendiri dengan label PENERIMAAN. Di dalam PENERIMAAN terdapat surat-surat dengan subsubjek SARJANA, SARJANA MUDA, SLTA, SLTP, dan SD (Gambar 10b).




 

















Apabila surat bertambah banyak, misalnya surat dari subsubjek Sarjana sudah mencapai 5, maka subsubjek tersebut dikeluarkan dari map ordner PENERIMAAN dan diberi map tersendiri dengan label SARJANA. Setiap kelompok yang suratnya 5 akan diberi map ordner tersendiri. Sur at-surat mengenai Sarjana dikelompokkan lebih terperinci dengan label masing-masing, yakni ADMINISTRASI, EKONOMI, HUKUM, PERTANIAN, TEKNIK, dan lainnya (Gambar 10c). Jika surat tentang Sarjana Pertanian sudah berjumlah 5, maka diberikan map ordner tersendiri dengan label PERTANIAN. PERTANIA N ini disebut tingkatan subsubsubjek yang susunan di dalamnya berdasarkan alfabetis nama (Gambar 10d).
Untuk memudahkan menyusun map ordner sistem subjek di rak almari, maka dapat digunakan Sistem Subjek Bernomor sehingga map-map yang berada di bawah satu subjek utama, misalnya PERSONALIA, KREDIT, KEUANGAN dan sebagainya akan dikelompokkan menurut susunan nomor masing-masing. Untuk lebih jelasnya lihat Gambar 11.


Misalnya: 200 PERSONALIA
210 PENERIMAAN
211 SARJANA
211.1 PERTANIAN














Gambar 11 Map Ordner Sistem Subjek

E. PENYIMPANAN DAN PENEMUAN ARSIP DENGAN SISTEM  SUBJEK
Arsip pada dasarnya bisa disimpan di filing cabinet atau di ordner. Dalam pengelolaan arsip dengan sistem pokok masalah, arsip surat masuk dan surat keluar disimpan menjadi satu. Untuk arsip yang disimpan di filing cabinet, perhatikan gambar berikut.







Keterangan Gambar:
HM = Humas
KP = Kepegawaian
KU = Keuangan
PL = Perlengkapan                             
Laci KP laci untuk menyimpan arsip kepegawaian
Untuk menyimpan arsip baik disimpan di ordner maupun di filing cabinet diperlukan daftar klasifikasi masalah. Contoh daftar klasifikasi masalah untuk kepegawaian sebagai pedoman penyimpanan arsip di PT Bayu Adhi:
KP = Kepegawaian
00 = Pengadaan
00.1 = Formasi
Naskah-naskah yang berkenaan dengan perencanaan pegawai, nota usulan formasi sampai dengan persetujuan tergolong klasifikasi ini.
00.2 = Penerimaan
Naskah-naskah yang bearkenaan dengan penerimaan pegawai, mulai dari pengumuman, lamaran, pemanggilan testing, pengumuman yang diterima sampai dengan pengangkatan calon pegawai termasuk klasifikasi ini.
00.3 = Pengangkatan
Berisi naskah-naskah yang berkenaan dengan pengangkatan calon pegawai menjadi pegawai negeri, mulai dari pemeriksaan kesehatan sampai dengan pengangkatannya.
10 = Ketatausahaan
10.1 = Izin/Dispensasi
Naskah-naskah yang berkenaan dengan izin tidak masuk kerja atas permintaan sendiri yang diajukan oleh instansi lain, termasuk di dalamnya tugas luar instansi dan atas permintaan pegawai yang bersangkutan termasuk klasifikasi ini.
10.2 = Data/Keterangan
Berisi naskah-naskah yang berkenaan dengan data/keterangan pegawai dan keluarganya, termasuk di dalamnya surat penunjukkan penghubung ke instansi lain.
20 = Pembinaan Pegawai
20.1 = Pendidikan dan Pelatihan
Berisi naskah-naskah yang berkenaan dengan pembinaan dalam rangka pengembangan pegawai baik di dalam maupun di luar negeri, termasuk di dalamnya pemberian bea siswa.
20.2 = KORPRI
Berisi naskah-naskah yang berhubungan dengan organisasi KORPRI.
20.3 = Penilaian Pelaksanaan Kerja
Berisi naskah-naskah yang berhubungan dengan penilaian pelaksanaan pekerjaan dalam rangka pembinaan pegawai.
20.4 = Screening
Berisi naskah-naskah yang berhubungan dengan screening untuk pembinaan pegawai.
30 = Mutasi
30.1 = Kenaikan Pangkat/Golongan
Berisi naskah-naskah yang berkenaan dengan kenaikan pangkat/ golongan termasuk di dalamnya ujian dinas.
30.2 = Kenaikan Gaji Berkala
Berisi naskah-naskah yang berkenaan dengan kenaikan gaji berkala.
30.3 = Penyesuaian Masa Kerja
Berisi naskah-naskah yang berkenaan dengan perhitungan masa kerja untuk menyesuaikan ruang/gaji.
30.4 = Penyesuaian Tunjangan Keluarga
Berisi naskah-naskah yang berkenaan dengan penyesuaian tunjangan keluarga.
30.5 = Alih Tugas
Berisi naskah-naskah yang berkenaan dengan alih tugas dalam rangka pemantapan tugas/pekerjaan.
30.6 = Jabatan Struktural/Fungsional
Berisi naskah-naskah yang berkenaan dengan pengangkatan dan pemberhentian dalam jabatan struktural/fungsional.
40 = Kesejahteraan
40.1 = Kesehatan
Berisi naskah-naskah yang bearkenaan dengan penyelenggaraan kesehatan pegawai, asuransi kesehatan, dan pemeriksaan kesehatan pejabat.
40.2 = Cuti
Berisi naskah-naskah yang berkenaan dengan hak cuti pegawai yang meliputi cuti tahunan, cuti karena alasan penting, cuti sakit, cuti bersalin, cuti besar, dan cuti di luar tanggungan negara.
40.3 = Rekreasi/Kesenian/Olahraga
Cukup jelas
40.4 = Bantuan Sosial
Berisi naskah-naskah yang berkenaan dengan pemberian bantuan/tunjangan sosial kepada pegawai dan keluarganya yanmengalami musibah, termasuk di dalamnya bantuan sosial yang diberikan kepada pihak lain, sumbangan-sumbangan, dan tunjangan hari raya.
40.5 = Koperasi
Berisi naskah-naskah yang berkenaan dengan dengan organisasi koperasi termasuk di dalamnya urusan bahan pokok pegawai.
40.6 = Antar Jemput
Cukup jelas
40.7 = Perumahan
Berisi naskah-naskah yang berkenaan dengan perumahan pegawai.
40.8 = Barang Elektronik
Berisi naskah-naskah yang berkenaan dengan pengadaan barang elektronik untuk kebutuhan pegawai.
50 = Hukuman Disiplin
Mencakup naskah-naskah yang berkenaan dengan hukuman disiplin pegawai, meliputi teguran tertulis, pernyataan tidak secara           tertulis, penundaan/penurunan gaji berkala, penundaan/penurunan pangkat/golongan, dan pembebasan jabatan.
60 = Pemutusan Hubungan Kerja
60.1 = Pensiun
Meliputi naskah-naskah yang berhubungan dengan pension pegawai, mulai dari pengajuan permohonan sampai dikeluarkannya surat keputusan pensiun, termasuk di dalamnya pensiun janda/duda dan anak.
60.2 = Permintaan Sendiri
Naskah-naskah yang bekenaan dengan pemberhentian dengan hormat atas pemintaan sendiri mulai dari pengajuan permohonan sampai dengan dikeluarkannya surat keputusan pemberhentian.
60.3 = Meninggal Dunia
Cukup jelas.